Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia masih harus menghadapi Belanda yang ingin mengembalikan kekuasaannya atas Indonesia.
Dalam mempertahankan kemerdekaannya, bangsa Indonesia melakukan berbagai upaya. Upaya apa saja yang dilakukan? Melalui gambar di atas, kita dapat mengetahui bahwa upaya bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya dilakukan dengan dua cara, yaitu cara diplomasi dan cara perjuangan fisik (perjuangan bersenjata).
A. PERJUANGAN FISIK
Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perjuangan fisik dilakukan masyarakat Indonesia di berbagai daerah, peristiwa pertempuran di beberapa daerah bisa dilihat pada uraian berikut ini.
1). Insiden Hotel Yamato
Insiden Hotel Yamato adalah peristiwa perobekan bendera Belanda (merahputih-biru) menjadi bendera Indonesia (merah-putih). Insiden Hotel Yamato terjadi pada tanggal 19 September 1945 di Hotel Yamato, Surabaya.
Insiden ini diawali oleh tindakan beberapa orang Belanda yang mengibarkan bendera Belanda (merah-putih-biru) di tiang bendera Hotel Yamato. Tindakan tersebut menimbulkan kemarahan rakyat Surabaya. Mereka mendatangi hotel itu dan berusaha menurunkan bendera tersebut.
Akhirnya, bendera Belanda berhasil diturunkan dan bagian bendera yang berwarna biru dirobek. Kemudian bendera dikibarkan kembali sebagai bendera Indonesia (merah-putih). Pengibaran bendera Merah Putih diiringi dengan pekikan Merdeka berulang kali.
2). Pertempuran Surabaya
Pertempuran Surabaya merupakan satu rangkaian peristiwa pertempuran yang terjadi antara tentara Indonesia dan tentara Sekutu yang berlangsung sejak tanggal 27 Oktober sampai 20 November 1945. Pertempuran yang paling besar terjadi pada tanggal 10 November 1945.
Pertempuran Surabaya diawali dengan kedatangan Brigade 49/Divisi India ke-23 tentara Sekutu di bawah komando Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby pada 25 Oktober 1945 di Surabaya. Tugas pasukan ini adalah melucuti tentara Jepang dan menyelamatkan para tawanan perang Sekutu di Indonesia.
Semula pihak Indonesia menyambut baik kedatangan tentara Sekutu. Tetapi setelah diketahui bahwa NICA membonceng bersama rombongan tentara sekutu, muncullah pergerakan perlawanan rakyat Indonesia melawan tentara Sekutu.
Pada tanggal 30 Oktober 1945, terjadi bentrokan antara tentara Indonesia melawan tentara Inggris. Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby tewas dalam bentrokan ini. Hal ini mendorong tentara Sekutu mengirimkan pasukan dalam jumlah besar ke Surabaya. Pasukan baru tersebut berada di bawah pimpinan Mayor Jenderal R.C. Mansergh.
Pada tanggal 9 November 1945, pihak sekutu mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya. Batas waktu ultimatum adalah pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Ultimatum tersebut tidak dihiraukan karena dianggap sebagai penghinaan terhadap pejuang Indonesia.
Pada tanggal 10 November 1945, tentara Inggris melakukan serangan besar yang melibatkan 30.000 pasukan, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang. Tentara Inggris mengira perlawanan rakyat Surabaya dapat ditaklukkan dalam waktu beberapa hari.
Di luar dugaan tentara Inggris, para pelopor pemuda seperti Bung Tomo dan tokoh-tokoh agama yang terdiri dari para kiai dan ulama terus menggerakan semangat perlawanan pejuang Surabaya hingga perlawanan terus berlanjut berhari-hari bahkan berlangsung beberapa minggu.
Meskipun akhirnya kota Surabaya berhasil dikuasai tentara Sekutu, namun Pertempuran Surabaya menjadi simbol nasional atas perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan. Untuk mengenang peristiwa heroik di Surabaya, tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.
3). Pertempuran Lima Hari di Semarang
Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pertempuran lima hari di Semarang terjadi antara rakyat Indonesia di Semarang dengan tentara Jepang. Peristiwa ini berawal ketika para tawanan veteran angkatan laut Jepang yang dipindahkan dari Cepiring ke Bulu.
Pemindahan ini dikawal oleh polisi Indonesia. Di tengah perjalanan, mereka memberontak dan melarikan diri. Selanjutnya mereka bergabung dengan batalyon Jepang yang berada di bawah pimpinan Mayor Kido yang masih bersenjata di Jatingaleh, Semarang.
meracuni cadangan air minum di Candi, Semarang. Dokter Karyadi selaku kepala laboratorium pusat Rumah Sakit Rakyat memberanikan diri untuk memeriksa air minum tersebut.
Akan tetapi, ketika hendak melakukan pemeriksaan, Jepang menembaknya sehingga ia gugur. Peristiwa ini membuat pada pemuda Semarang marah sehingga mereka serempak menyerbu tentara Jepang.
Pada tanggal 15 sampai dengan 20 Oktober 1945, terjadi pertempuran antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dibantu oleh barisan pemuda dengan tentara Jepang yang persenjataannya lebih lengkap.
Pertempuran berakhir setelah terjadi perundingan antara pihak Indonesia yang diwakili oleh Kasman Singodimedjo dan Mr. Sartono dan pihak Jepang yang diwakili Letnan Kolonel Nomura.
4). Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa adalah peristiwa perlawanan rakyat Indonesia terhadap tentara Sekutu yang terjadi di Ambarawa, Jawa Tengah. Peristiwa ini diawali dengan kedatangan tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethel di Semarang pada 20 Oktober 1945.
Kedatangan mereka bertujuan untuk melucuti senjata tentara Jepang dan mengurus tawanan perang tentara Jepang yang ada di Jawa Tengah.
Semula kedatangan tentara Sekutu disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr. Wongsonegoro menyepakati menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu. Adapun tentara sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Indonesia.
Tanpa sepengetahuan pihak Indonesia, ternyata tentara Sekutu telah mengikutkan tentara NICA. Pada saat mereka membebaskan tawanan perang Belanda di Magelang dan Ambarawa, para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan dari pihak Indonesia.
Hal ini menyebabkan terjadinya insiden yang kemudian meluas menjadi sebuah pertempuran terbuka di Magelang dan Ambarawa.
Pada saat tentara Sekutu ingin menduduki dua desa di sekitar Ambarawa, pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas berusaha membebaskan dua desa itu.
Letkol Isdiman gugur dalam peristiwa tersebut. Setelah gugurnya Letkol Isdiman, Panglima Divisi Banyumas Kolonel Sudirman terjun langsung memimpin pertempuran.
Pada tanggal 12 Desember 1945, Kolonel Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan TKR dan Laskar. Kemudian pada tanggal 12 Desember 1945 pasukan Indonesia melancarkan serangan terhadap tentara Sekutu di Ambarawa.
Pertempuran berlangsung sengit, pasukan Indonesia menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi sehingga tentara Sekutu benar-benar terkurung.
Setelah berlangsung beberapa hari, pada tanggal 15 Desember 1945, pasukan Indonesia berhasil mengalahkan tentara Sekutu dan menguasai kota Ambarawa. Kemenangan Indonesia pada pertempuran ini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan di Ambarawa.
5). Bandung Lautan Api
Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, Jawa Barat pada tanggal 23 Maret 1946. Kota Bandung sengaja dibakar oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan rakyat setempat dengan maksud agar tentara Sekutu tidak dapat menggunakan kota Bandung sebagai pos-pos militer.
Peristiwa ini diawali dengan kedatangan pasukan Sekutu yang dipimpin Brigadir Mac Donald di Kota Bandung. Mereka datang pada tanggal 12 Oktober 1945 dengan tujuan melucuti senjata tentara Jepang dan membebaskan tawanan perang. Sejak awal kedatangannya, hubungan tentara Sekutu dengan pihak Republik Indonesia sudah tidak baik.
Mereka menuntut rakyat Bandung untuk menyerahkan senjata yang dirampas dari tentara Jepang. Tuntutan tersebut tidak diindahkan oleh rakyat Bandung sehingga berakibat timbulnya berbagai bentrokan.
Pertentangan antara pihak sekutu dan pihak Indonesia semakin meruncing, pada tanggal 23 Maret 1946 meletus pertempuran antara rakyat Bandung melawan Sekutu. Pertempuran paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan kota Bandung.
Di tempat ini terdapat gudang amunisi besar milik tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini, dua orang pejuang Indonesia bernama Muhammad Toha dan Ramdan berupaya meledakkan gudang senjata Sekutu. Mereka berdua gugur setelah berhasil meledakkan gudang tersebut.
Adanya pertempuran ini membuat keadaan kota Bandung semakin tidak aman. Kondisi semakin tidak menentu karena ultimatum Sekutu. Akhirnya pemerintah Republik Indonesia menginstruksikan agar kota Bandung dikosongkan.
Atas instruksi tersebut, penduduk kota Bandung mengosongkan kota dan mengungsi ke daerah pegunungan. Sebelum meninggalkan kota Bandung, TKR dan rakyat membakar kota Bandung. Peristiwa ini dikenal sebagai Bandung Lautan Api.
6). Pertempuran Medan Area
Pertempuran Medan Area adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap tentara Sekutu yang terjadi di Medan, Sumatera Utara. Pada tanggal 9 Oktober 1945, pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly tiba di kota Medan.
Kedatangan tentara Sekutu ini ternyata diboncengi oleh tentara NICA yang bertujuan mengambil alih pemerintahan. Hal ini memicu munculnya perlawanan rakyat di kota Medan.
Pertempuran pertama meletus pada tanggal 13 Oktober 1945 antara para pemuda dengan pasukan Sekutu. Para pemuda menyerang gedung-gedung pemerintahan yang dikuasai Sekutu.
Pertempuran ini kemudian menjalar ke beberapa kota lainnya, seperti Pematang Siantar dan Brastagi. Oleh karena seringnya terjadi berbagai insiden, pada 18 Oktober 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum yang melarang rakyat membawa senjata dan semua senjata yang ada harus diserahkan kepada Sekutu.
Pada 1 Desember 1945, tentara Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di pinggiran Kota Medan dengan tujuan untuk menunjukkan daerah kekuasaan mereka. Sejak saat itu, istilah Medan Area menjadi terkenal.
Tentara Sekutu serta NICA melakukan pengusiran terhadap unsur-unsur Republik Indonesia di kota Medan. Para pemuda melakukan perlawanan terhadap Sekutu dan NICA, akibatnya kota Medan menjadi tidak aman.
Selanjutnya pada tanggal 10 Desember 1945, Sekutu melancarkan operasi militer secara besar-besaran terhadap para Pejuang Indonesia dengan mengikutsertakan pesawat-pesawat tempurnya. Para pejuang membalas serangan tersebut sehingga menimbulkan berbagai bentrokan di seluruh kota yang menelan korban dari kedua pihak.
7). Pertempuran Puputan Margarana
Pertempuran Puputan Margarana merupakan salah satu pertempuran antara Indonesia dan Belanda yang terjadi pada tanggal 20 November 1945. Pertempuran ini diawali dengan kedatangan pasukan Belanda berjumlah sekitar 2000 tentara disertai tokoh-tokoh yang bersedia bekerja sama dengan Belanda di Bali.
Kedatangan Belanda ke Bali bertujuan untuk membantu pendirian sebuah negara boneka yang diberi nama Negara Indonesia Timur. Belanda kemudian membujuk Letkol I Gusti Ngurah Rai untuk bergabung. Namun, bujukan tersebut ditolak.
Pada 18 November 1946, I Gusti Ngurah Rai menyerang kedudukan Belanda di daerah Tabanan. Satu detasemen polisi lengkap dengan senjatanya berhasil dilumpuhkan. Untuk menghadapi pasukan Ngurah Rai, Belanda mengerahkan seluruh pasukan yang berada di Bali dan Lombok.
Dalam pertempuran ini, pasukan Ngurah Rai melakukan ’’puputan’’ atau perang habis-habisan. Mereka bertekad tidak akan mundur sampai titik darah penghabisan. Pertempuran berakhir dengan gugurnya Letkol I Gusti Ngurah Rai bersama 96 orang anggota pasukannya.
Adapun di pihak Belanda, diperkirakan sebanyak 400 tentara Belanda tewas dalam pertempuran ini. Untuk mengenang peristiwa ini, didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa di daerah bekas medan pertempuran.
8). Serangan Umum 1 Maret 1949
Serangan umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949. Serangan ini bertujuan menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Republik Indonesia cukup kuat untuk mempertahankan kemerdekaan, meskipun ibu kotanya telah diduduki oleh Belanda.
Serangan Umum 1 Maret 1949 dilakukan oleh pasukan TNI dari Brigade 10/Wehrkreise III di bawah pimpinan Letnan Kolonel Soeharto, setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta).
Pada malam hari menjelang serangan umum itu, pasukan-pasukan TNI telah mendekati kota dan dalam jumlah kecil mulai disusupkan ke dalam kota. Pagi hari pada tanggal 1 Maret 1949 sekitar pukul 06.00 WIB sewaktu sirine berbunyi tanda jam malam telah berakhir, serangan umum dilancarkan dari segala penjuru kota.
Pasukan Belanda tidak menduga akan ada serangan mendadak seperti itu, sehingga dalam waktu yang relatif singkat pasukan TNI berhasil memukul mundur pasukan Belanda keluar Yogyakarta.
Dalam Serangan Umum TNI akhirnya berhasil menduduki Yogyakarta selama enam jam. Peristiwa ini berhasil mematahkan propaganda Belanda yang menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Keberhasilan Serangan Umum 1 Maret 1949 mendatangkan dukungan internasional terhadap bangsa Indonesia. Peristiwa ini menjadi pendorong berubahnya sikap pemerintah Amerika Serikat terhadap Belanda.
Pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung Belanda, berbalik menekan Belanda agar melakukan perundingan dengan pihak RI. Oleh karena desakan itu, serta kedudukannya yang makin terdesak oleh gerilyawan Indonesia, Belanda akhirnya bersedia berunding dengan RI.
B. PERJUANGAN DIPLOMASI
Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui perjuangan diplomasi, bangsa Indonesia berupaya menunjukkan kepada dunia internasional bahwa kemerdekaan dan kedaulatan yang telah diraih bangsa Indonesia pantas untuk dibela dan dipertahankan.
Selain itu, bangsa Indonesia berusaha menunjukkan sikap dan itikad baik dalam menyelesaikan perselisihan dengan Belanda. Berikut ini adalah beberapa upaya diplomasi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya.
1). Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati adalah perundingan antara Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat. Perundingan Linggarjati dilaksanakan pada tanggal 10 November 1946.
Perundingan ini menghasilkan beberapa kesepakatan yang ditandatangani secara resmi oleh kedua negara pada tanggal 25 Maret 1947. Informasi mengenai perundingan Linggarjati dapat kamu amati pada berikut.
Meskipun Persetujuan Linggarjati telah ditandatangani, hubungan Indonesia–Belanda tidak bertambah baik. Perbedaan penafsiran mengenai beberapa pasal persetujuan menjadi pangkal perselisihan.
Penafsiran itu misalnya, sebelum RIS terbentuk, Belanda menganggap bahwa Belanda berdaulat atas wilayah Indonesia, sementara Indonesia menganggap bahwa Indonesia yang berdaulat sebelum RIS terbentuk.
Belanda tetap kukuh terhadap penafsiran tersebut. Kekukuhan Belanda ini diperlihatkan dengan melakukan penyerangan secara tiba-tiba terhadap daerah-daerah yang menjadi wilayah RI sesuai hasil Perjanjian Linggarjati, pada 21 Juli 1947. Peristiwa ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I.
Pada Agresi Militer ini, Belanda berhasil menguasai Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah sebelah Utara, sebagian Jawa Timur, Madura, dan sebagian Sumatra Timur. Untuk menghadapi Belanda, pasukan TNI melancarkan taktik gerilya.
Dengan taktik gerilya, ruang gerak pasukan Belanda berhasil dibatasi. Gerakan pasukan Belanda hanya berada di kota-kota besar dan jalan-jalan raya, sedangkan di luar kota kekuasaan berada di tangan pasukan TNI.
2). Perundingan Renville
Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Agresi Militer Belanda I mendapat reaksi keras dari dunia internasional, khususnya dalam forum PBB. Dalam rangka usaha penyelesaian damai, maka Dewan Keamanan PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN).
Negara-negara anggota KTN yaitu Australia (pilihan Indonesia) diwakili oleh Richard Kirby, Belgia (pilihan Belanda) diwakili oleh Paul van Zeeland, Amerika Serikat (pilihan Indonesia dan Belanda) diwakili oleh Frank Porter Graham.
KTN kemudian mengusulkan sebuah perundingan yang diselenggarakan di atas kapal Angkatan Laut Amerika Serikat yang bernama USS Renville yang berlabuh di Teluk Jakarta. Perundingan ini dikenal dengan nama perundingan Renville. Informasi mengenai perundingan Renville dapat kamu amati pada tabel berikut.
Kesepakatan yang dicapai pada perundingan Renville ternyata juga diingkari oleh Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II. Belanda berhasil menduduki ibu kota RI, Yogyakarta. Para pemimpin Indonesia seperti Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta ditangkap dan diasingkan ke Bangka.
Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebelum Yogyakarta jatuh, Pemerintah RI telah membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat. PDRI ini dijalankan oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara. Selain itu, dibentuk pula Komando Perang Gerilya yang dipimpin Jenderal Sudirman.
Pasukan Indonesia yang sebelumnya ditarik dari daerah pendudukan Belanda diinstruksikan kembali ke daerah masing-masing untuk melaksanakan perang secara gerilya.
Selama Agresi Militer II, Belanda selalu mempropagandakan bahwa setelah ditangkapnya pemimpin-pemimpin RI, maka pemerintah RI sudah tidak ada. Akan tetapi, propaganda Belanda tersebut dapat digagalkan oleh PDRI. PDRI menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintah Indonesia masih berlangsung.
3). Perundingan Roem–Royen
Untuk mengatasi agresi militer Belanda, PBB mengadakan sidang pada tanggal 22 Desember 1948 dan menghasilkan sebuah resolusi yang isinya mendesak supaya permusuhan antara Indonesia dan Belanda segera dihentikan dan pemimpin Indonesia yang ditahan segera dibebaskan.
KTN ditugaskan untuk mengawasi pelaksana resolusi tersebut. Untuk meluaskan wewenangnya, maka KTN diubah namanya menjadi UNCI (United Nations Commission for Indonesia) yang diketuai oleh Merle Cochran.
Atas inisiatif UNCI, pada tanggal 14 April 1949 diadakan perundingan Republik Indonesia dan Belanda. Perundingan ini diadakan di Hotel Des Indes, Jakarta.
Baca juga Masa Revolusi Kemerdekaan (18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949)
4). Konferensi Meja Bundar
Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus sampai 2 November 1949.
Konferensi Meja Bundar merupakan tindak lanjut dari perundingan-perundingan sebelumnya. Konferensi ini merupakan titik terang bagi bangsa Indonesia dalam upaya mempertahankan kemerdekaannya.
Sebagaimana kesepakatan yang diperoleh pada Konferensi Meja Bundar, pada tanggal 27 Desember 1949 pemerintah Belanda menyerahkan kedaulatan atas Republik Indonesia Serikat. Penyerahan dan sekaligus pengakuan kedaulatan tersebut dilakukan di dua tempat, yaitu di Belanda dan di Indonesia.
Di Belanda, penyerahan kedaulatan dilakukan oleh Ratu Juliana kepada kepala delegasi RIS Drs. Moh. Hatta. Adapun di Jakarta, penyerahan kedaulatan dilakukan A.H.J. Lovink kepada wakil pemerintah RIS, Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Penyerahan kedaulatan ini menandakan berakhirnya masa penjajahan Belanda di Indonesia secara formal.
Leave a Reply