Era Orde Baru (1966-1998) merupakan periode di mana militer memainkan peran yang sangat dominan dalam pemerintahan Indonesia. Militer dan Kekuasaan dalam Orde Baru, Melalui konsep Dwi Fungsi ABRI, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) tidak hanya berperan sebagai alat pertahanan negara, tetapi juga sebagai kekuatan politik yang mengontrol jalannya pemerintahan. Artikel ini akan mengulas bagaimana militer menjadi pilar utama kekuasaan Orde Baru, peranannya dalam pemerintahan, serta dampak positif dan negatif dari keterlibatan militer dalam politik.
Latar Belakang Peran Militer dalam Orde Baru
Setelah peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965, militer mengambil peran sentral dalam politik Indonesia. Dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) pada 1966, Soeharto mendapatkan mandat untuk mengendalikan situasi nasional, yang kemudian berujung pada berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno dan awal dari era Orde Baru. Dalam era ini, militer tidak hanya menjadi kekuatan pertahanan negara, tetapi juga berfungsi sebagai penopang utama pemerintahan.
Dwi Fungsi ABRI: Fondasi Keterlibatan Militer dalam Pemerintahan
Konsep Dwi Fungsi ABRI merupakan doktrin yang menegaskan bahwa militer memiliki dua peran utama:
- Sebagai kekuatan pertahanan negara, yang bertugas menjaga stabilitas dan keamanan nasional.
- Sebagai kekuatan sosial-politik, yang berperan dalam mengatur pemerintahan dan masyarakat.
Doktrin ini menjadi dasar bagi keterlibatan ABRI dalam pemerintahan dan birokrasi negara, termasuk di sektor eksekutif, legislatif, hingga yudikatif.
Peran ABRI dalam Pemerintahan Orde Baru
1. Keterlibatan dalam Struktur Pemerintahan
ABRI mendapatkan banyak posisi strategis di dalam pemerintahan, termasuk di kabinet, parlemen, serta jabatan kepala daerah. Banyak pejabat militer yang menduduki kursi gubernur, bupati, dan wali kota. Hal ini membuat pengambilan kebijakan negara sangat dipengaruhi oleh kepentingan militer.
2. Kontrol terhadap Stabilitas Politik
Militer bertindak sebagai penjaga stabilitas politik dengan menekan kelompok oposisi dan membatasi kebebasan berpendapat. Setiap gerakan yang dianggap mengancam stabilitas nasional segera dibubarkan atau direpresi oleh aparat keamanan.
3. Pengaruh dalam Pemilu dan Partai Politik
ABRI secara tidak langsung mendukung Golkar, partai politik utama Orde Baru. Pemilu diatur sedemikian rupa untuk memastikan kemenangan Golkar, sementara partai oposisi seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) mengalami banyak pembatasan.
4. Pengawasan terhadap Media dan Masyarakat
Militer juga mengendalikan media dengan ketat. Kritik terhadap pemerintah dapat berujung pada sensor, pencabutan izin media, atau bahkan penangkapan wartawan dan aktivis. Organisasi masyarakat juga diawasi secara ketat untuk mencegah munculnya perlawanan terhadap rezim.
Baca juga: Siapa Tokoh yang Paling Menginspirasimu dalam Belajar? Apa yang Bisa Kamu Pelajari dari Mereka?