Monumen Nasional (Monas) adalah simbol perjuangan dan kemerdekaan Indonesia yang berdiri megah di pusat Jakarta. Sejarah Pembangunan Monas, gagasan pembangunan Monas berasal dari Presiden Soekarno, yang ingin menciptakan monumen nasional setara dengan Menara Eiffel di Paris atau Patung Liberty di Amerika Serikat.
Pembangunan Monas melalui berbagai tahapan sebelum akhirnya diresmikan pada tahun 1975. Proses panjang ini melibatkan berbagai arsitek dan insinyur, serta mengalami kendala politik dan ekonomi. Artikel ini akan membahas sejarah pembangunan Monas dari awal perencanaan hingga peresmiannya.
Gagasan Awal Pembangunan Monas
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, muncul keinginan untuk membangun monumen yang dapat menjadi simbol perjuangan bangsa. Presiden Soekarno, yang dikenal sebagai pemimpin dengan visi besar, menginginkan sebuah monumen nasional yang dapat mengabadikan semangat revolusi.
Pada tahun 1950-an, Soekarno mulai menggagas ide pembangunan Monas. Ia terinspirasi oleh berbagai monumen dunia dan ingin menciptakan sebuah bangunan yang tidak hanya megah, tetapi juga memiliki makna filosofis mendalam bagi rakyat Indonesia.
Sayembara Desain Monas
Untuk merealisasikan ide tersebut, pemerintah mengadakan sayembara desain Monas pada tahun 1955. Sayembara ini menarik banyak arsitek, tetapi tidak ada desain yang memenuhi ekspektasi Soekarno. Oleh karena itu, sayembara kedua diadakan pada tahun 1960. Dari sayembara ini, desain yang diajukan oleh arsitek Friedrich Silaban terpilih sebagai pemenang.
Desain Silaban memiliki filosofi mendalam yang menggabungkan konsep lingga dan yoni, yang melambangkan keseimbangan dan kesuburan. Lingga (tugu menjulang) melambangkan semangat perjuangan, sementara yoni (cawan di bawah tugu) melambangkan kesejahteraan dan ibu pertiwi.
Tahapan Pembangunan Monas
Pembangunan Monas dimulai pada 17 Agustus 1961, dengan peletakan batu pertama oleh Presiden Soekarno. Proyek ini dibagi menjadi tiga tahap:
1. Tahap Pertama (1961-1965)
Tahap awal pembangunan difokuskan pada pengerjaan fondasi dan struktur dasar monumen. Material yang digunakan termasuk beton bertulang dan marmer dari Italia. Sayangnya, pada tahun 1965, pembangunan terhenti akibat situasi politik yang tidak stabil, terutama peristiwa G30S/PKI.
2. Tahap Kedua (1966-1968)
Setelah situasi politik mulai stabil, pembangunan dilanjutkan pada era pemerintahan Presiden Soeharto. Pada tahap ini, struktur utama Monas mulai dikerjakan, termasuk pemasangan cawan yang menjadi bagian dari desain arsitektur utama.
3. Tahap Ketiga (1969-1975)
Tahap terakhir dari pembangunan Monas adalah penyelesaian bagian atas monumen, termasuk pemasangan lidah api berlapis emas di puncaknya. Pada tahun 1975, Monas akhirnya diresmikan sebagai simbol kebanggaan nasional.
Filosofi di Balik Monas
Selain sebagai monumen kebangsaan, Monas memiliki filosofi mendalam dalam arsitekturnya.
- Lingga dan Yoni – Konsep ini berasal dari kebudayaan Hindu-Buddha dan melambangkan kesuburan serta keseimbangan antara pria dan wanita.
- Lidah Api Emas – Simbol semangat perjuangan yang tidak pernah padam.
- Angka Simbolik:
- Tinggi Monas: 132 meter
- Tinggi lidah api: 17 meter (melambangkan tanggal proklamasi kemerdekaan)
- Cawan berdiameter 45 meter (melambangkan tahun kemerdekaan, 1945)
- Museum di dasar Monas memiliki luas 80×80 meter (melambangkan fondasi sejarah bangsa)
Baca juga: Sambutan terhadap Berita Proklamasi di Luar Negeri