Sultan Hasanuddin, dikenal sebagai “Ayam Jantan dari Timur,” adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang memimpin perlawanan rakyat Makassar melawan penjajahan Belanda di abad ke-17. Perjuangannya menjadi simbol keberanian dan keteguhan dalam mempertahankan kedaulatan bangsa dari dominasi asing. Artikel ini akan membahas latar belakang, kronologi perjuangan, dan warisan yang ditinggalkan oleh Sultan Hasanuddin.
Latar Belakang Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin lahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape pada tahun 1629 di Kerajaan Gowa, Sulawesi Selatan. Ia adalah putra Sultan Malikussaid, Raja Gowa yang ke-15. Pada usia muda, Sultan Hasanuddin menunjukkan kecerdasannya dalam strategi politik dan militer, yang kemudian membentuk dasar kepemimpinannya.
Kerajaan Gowa-Tallo, tempat Sultan Hasanuddin memimpin, merupakan kerajaan maritim yang makmur. Wilayah ini menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian timur, terutama dengan komoditas utama berupa rempah-rempah. Posisi strategis Kerajaan Gowa membuatnya menjadi sasaran utama kolonial Belanda yang ingin memonopoli perdagangan di Nusantara.
Awal Konflik dengan VOC
Pada abad ke-17, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), atau Perusahaan Hindia Timur Belanda, mulai memperluas pengaruhnya di Indonesia. VOC berupaya memonopoli perdagangan di wilayah Gowa dengan cara menekan kerajaan-kerajaan lokal untuk menandatangani perjanjian dagang yang tidak adil.
Kerajaan Gowa di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin menolak tunduk pada tekanan VOC. Sikap tegas ini memicu ketegangan antara Gowa dan VOC, yang akhirnya berujung pada konflik bersenjata. Sultan Hasanuddin memahami bahwa perlawanan terhadap Belanda tidak hanya soal perdagangan, tetapi juga mempertahankan kedaulatan dan martabat rakyat Makassar.
Kronologi Perjuangan Sultan Hasanuddin
1. Awal Perlawanan (1654–1660)
Pada tahun 1654, konflik pertama antara Gowa dan VOC mulai terjadi. Sultan Hasanuddin melancarkan serangan terhadap pos-pos perdagangan Belanda di Sulawesi Selatan. Pasukan Gowa menunjukkan keberanian luar biasa, memaksa Belanda mundur dari beberapa wilayah strategis.
Namun, VOC tidak tinggal diam. Mereka membangun aliansi dengan kerajaan-kerajaan lokal lainnya, seperti Bone dan Buton, yang menjadi rival Kerajaan Gowa. Aliansi ini memperkuat posisi VOC dalam menghadapi perlawanan Sultan Hasanuddin.
2. Pertempuran Besar dan Perjanjian Bungaya (1666–1667)
Konflik memuncak pada tahun 1666 ketika Belanda mengirim ekspedisi besar yang dipimpin oleh Cornelis Speelman. Pasukan VOC, yang diperkuat oleh aliansi lokal, melancarkan serangan besar-besaran ke wilayah Gowa. Sultan Hasanuddin, dengan pasukan yang lebih kecil namun sangat gigih, berusaha mempertahankan benteng Somba Opu, pusat kekuatan Kerajaan Gowa.
Setelah pertempuran panjang dan berdarah, Belanda akhirnya berhasil memaksa Sultan Hasanuddin untuk menandatangani Perjanjian Bungaya pada tahun 1667. Perjanjian ini mengharuskan Kerajaan Gowa menyerahkan sebagian wilayahnya kepada VOC dan mengizinkan Belanda memonopoli perdagangan di kawasan tersebut.
3. Perlawanan Setelah Perjanjian Bungaya
Meskipun telah menandatangani perjanjian, Sultan Hasanuddin tidak sepenuhnya menyerah. Ia terus melancarkan perlawanan dengan mengorganisasi serangan sporadis terhadap pos-pos VOC. Semangat juangnya tidak pernah surut, meskipun kekuatan militer Gowa semakin melemah akibat tekanan dari VOC dan aliansinya.
Pada tahun 1669, VOC melancarkan serangan terakhir ke Benteng Somba Opu. Setelah pertempuran yang sangat sengit, benteng ini akhirnya jatuh ke tangan Belanda. Kekalahan ini menandai berakhirnya perjuangan militer Sultan Hasanuddin melawan VOC.
Dampak Perjuangan Sultan Hasanuddin
Perjuangan Sultan Hasanuddin memberikan dampak yang besar, baik bagi Kerajaan Gowa maupun perjuangan bangsa Indonesia secara keseluruhan:
- Kerugian VOC Meskipun akhirnya berhasil menguasai Gowa, VOC mengalami kerugian besar selama perang. Pasukan Belanda menghadapi perlawanan yang sengit dan kehilangan banyak sumber daya dalam upayanya menaklukkan Sulawesi Selatan.
- Inspirasi Perlawanan Perlawanan Sultan Hasanuddin menginspirasi generasi berikutnya untuk melawan penjajahan. Keberanian dan keteguhannya menjadi simbol perlawanan rakyat terhadap kekuatan kolonial.
- Pengaruh terhadap Politik Lokal Kekalahan Gowa menyebabkan perubahan besar dalam struktur politik di Sulawesi Selatan. Kerajaan-kerajaan lokal lainnya mulai tunduk pada VOC, yang memperluas pengaruhnya di kawasan tersebut.
Baca juga: Kesimpulan dari Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Warisan Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 1973. Namanya diabadikan dalam berbagai bentuk penghormatan, seperti:
- Universitas Hasanuddin di Makassar.
- Bandara Internasional Sultan Hasanuddin.
- Nama jalan di berbagai kota di Indonesia.
Warisan Sultan Hasanuddin tidak hanya berupa kisah perjuangan, tetapi juga semangat untuk mempertahankan kedaulatan bangsa. Ia adalah simbol keteguhan dan keberanian dalam melawan penindasan, yang terus dikenang oleh masyarakat Indonesia.
Baca juga: 20 Nama Pahlawan Nasional Indonesia
Kesimpulan
Perjuangan Sultan Hasanuddin adalah salah satu bab penting dalam sejarah perjuangan Indonesia melawan penjajahan. Dengan keberanian dan kepemimpinannya, ia memimpin rakyat Makassar melawan dominasi VOC, meskipun harus menghadapi kekuatan yang jauh lebih besar.
Semangat juang Sultan Hasanuddin mengajarkan kita tentang pentingnya mempertahankan kedaulatan dan martabat bangsa. Ia tidak hanya seorang pahlawan, tetapi juga teladan bagi generasi penerus untuk terus melawan ketidakadilan dan menjaga persatuan bangsa.