Sejarah Multikulturalisme pertama kali muncul di Amerika. Di negara ini kebudayaannya didominasi oleh kaum imigran putih dengan budaya WASP, yaitu kebudayaan putih (White), dari bangsa yang berbahasa Inggris (Anglo Saxon), dan yang beragama Protestan.
Nilai-nilai WASP inilah yang menguasai mainstream kebudayaan di Amerika Serikat. Dengan demikian, terjadilah segresi dan diskriminasi bukan hanya dalam bidang ras tetapi juga dalam bidang agama, budaya dan gaya hidup. Kelompok yang paling didiskriminasikan adalah kelompok Afrika-Amerika.
Politik diskriminasi tersebut berlaku pada kelompok non-WASP, yaitu kelompok Indian (Native America), kelompok Chicano (dari negaranegara latin terutama Mexico), dan pada akhir abad ke 20 dari kelompok Asia-Amerika.
Dalam menghadapi masyarakat yang bersifat melting pot tersebut telah dikembangkan berbagai praktik pendidikan yang berusaha menggaet kelompok-kelompok suku bangsa tersebut di dalam suatu kebudayaan mainstream yang didominasi oleh WASP.
Sejarah Multikulturalisme pertama kali muncul di Amerika. Namun demikian, pendekatan pendidikan yang diskriminatif tersebut mulai berubah, karena pengaruh perkembangan politik dunia seperti HAM, deklarasi hak asasi manusia dari PBB (Universal Declaration of Human Rights tahun 1948). Demikian pula, gerakan human right (human right movement) yang mengglobal.
Pandangan terhadap hak asasi
Perubahan pandangan terhadap hak asasi manusia telah semakin meluas dan menyangkut hak asasi wanita dalam gerakan feminisme. Semua pengaruh yang dijelaskan di atas menghasilkan suatu bentuk pendidikan yang ingin membongkar politik segresi tersebut.
Praktik-praktik pendidikan untuk menanamkan rasa persatuan bangsa mulai gencar dilaksanakan seperti menghilangkan sekolahsekolah segregasi, mengajarkan budaya dari ras-ras yang lain di semua sekolah pemerintah, dan studi-studi etnis yang hidup dalam masyarakat Amerika.
Praktik-praktik tersebut dikaji dan disempurnakan. Banyak sekali konsep yang telah dicobakan dan masing-masing mempunyai nilai positif maupun negatif. Pada dekade tahun 1940-an dan 1950-an telah lahir suatu konsep pendidikan yang disebut pendidikan intercultural dan inter kelompok (inter cultural and inter group education).
Pada hakekatnya inter-cultural education tersebut merupakan suatu upaya cross culture education, yaitu mencari nilai-nilai universal yang dapat diterima kelompok masyarakat.
Pendidikan interkultural
Pada dasarnya mempunyai dua tema pokok, yaitu: (1) melalui pendidikan interkultural, seorang tidak malu terhadap latar belakang budayanya. Seperti diketahui, mainstream budaya di Amerika seperti WASP telah menyepelekan budaya kelompok minoritas. (2) perlu dikembangkan sikap toleransi terhadap perbedaan ras, agama, dan budaya.
Dalam rangka pengembangan sikap toleransi, dianjurkan program asimilasi budaya. Dalam kaitan ini yang dipentingkan adalah adanya persamaan dan bukan meletakkan perbedaan-perbedaan kebudayaan. Oleh sebab itu, di dalam program pendidikan dikembangkan dua hal, yaitu:
(a) masalah prasangka (prejudice). Berbagai penelitian dan praktik untuk mencari akar dari prasangka, baik prasangka ras maupun prasangka agama; (b) mencari cara efektif untuk maengubah tingkah laku dalam mengatasi prasangka-prasangka tersebut.
Berbagai upaya dari pendidikan interkultural ternyata dipusatkan kepada mengubah tingkah laku individu dan bukan mempelajari konflik antar kelompok. Padahal yang sering terjadi dalam kehidupan bersama multi ras adalah konflik kelompok. Hal ini memang masih diabaikan dalam program pendidikan interkultural.
Pendidikan pendekatan interkulturar
Pendidikan di dalam pendekatan interkultular berarti membina hubungan baik antar manusia yang demokratis. Masyarakat Amerika adalah masyarakat demokratis yang memberikan nilai penting terhadap pluralitas dengan hak-haknya, termasuk hak-hak minoritas sebagai warga negara. Tujuan kehidupan adalah kehidupan bersama yang harmonis.
Perkembangan program pendidikan interkultular berkembang dengan pesat dan dilaksanakan dari jenjang pendidikan dasar termasuk didalam program pendidikan guru.
Selain dari pada itu program pendidikan interkultular dianggap dapat memperkuat ketahanan bangsa. Di negara Amerika Serikat, terutama pada masa perang dingin, hal ini dirasakan tetap perlu terutama untuk mempertahankan Amerika sebagai negara super power.
Baca juga Multikultural Dalam perspektif Indonesia
pan politik lokal, nasional dan global. Pendidikan multikultural memainkan peranan penting dalam pengembangan pendidikan kewarganegaraan (Pang, Gay, dan Stanley: 1995 dalam Al Hakim, 2002).
Pembelajaran multikultural pada dasarnya merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas kewarganegaraan dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi bangsanya (Banks, 1993).