Sekolah Masa Depan di Era Digital, Belajar dan Mengajar di Mana Saja

Sekolah masa depan di era digital, belajar dan mengajar di mana saja. Dunia tengah memasuki revolusi digital atau industrialisasi keempat. Penggunaan Internet of Things (IoT), big data, cloud database, blockchain, dan lain-lain akan mengubah pola kehidupan manusia.

Murid, misalnya, dengan mudah dapat menemukan informasi melalui internet untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya. Bahkan, untuk kondisi tertentu seperti di daerah-daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), gawai dapat menggantikan orang tua dan guru. Di daerah seperti ini kebanyakan orang tua tidak mampu membimbing anaknya belajar. Guru pun bukan satu-satunya sumber informasi untuk belajar di era revolusi industrialisasi ke 4.

Di masa depan, pengajaran kepada murid bisa jadi fungsi perusahaan digital juga. Selain di sekolah, anak dapat belajar di mana saja.

Betulkah gawai negatif?

Kini lebih dari 93 juta penduduk Indonesia adalah pengguna internet dan sekitar 71 juta memiliki telepon seluler (ponsel). Mereka cenderung terhubung dengan media digital. Sebagian adalah orang muda yang senang terhubung (connected) dan berkomunikasi-(communicate), serta menggandrungi perubahan (change).

Sebagian besar adalah generasi baru yang menghadapi pergeseran kebiasaan lama ke tradisi baru yang tidak mudah menduga arahnya. Perkembangan dunia digital begitu dinamis yang lambat laun bukan sekadar mempengaruhi tapi mengubah gaya hidup masyarakat tanpa dapat dihindari oleh siapa pun.

Dunia tidak perlu menunggu waktu satu abad untuk mengalami perubahan era digital. Anak sekolah sekarang ketika dewasa kelak akan berhadapan dengan digitalisasi kehidupan. Diperkirakan 65% ragam pekerjaan sekarang akan tergantikan oleh jenis pekerjaan baruyang kini belum terbayangkan. Sebut saja, misalnya, ketika perangkat proyektor diaplikasikan pada komputer dan HP, maka berbagai pabrik proyektor dan bahkan televisi akan segera tutup, pengunjung bioskop pun menghilang.

Banyak pemangku kepentingan pendidikan, baik birokrat, tokoh masyarakat, maupun orang tua murid yang mengkhawatirkan dampak negatif penggunaan telepon seluler oleh anak. Banyak pula sekolah yang melarang murid membawa ponsel.

Padahal, sebagai alat komunikasi, baik atau buruknya penggunaan gawai tergantung kepada pemakai. Dukungan dari semua pihak yang relevan terkait upaya meminimalkan dampak negatif media digital tentu diperlukan. Namun, penggunaan gawai untuk tujuan positif harus diberi ruang seluas-luasnya.