Home » Sejarah » Pendidikan di Masa Penjajahan Belanda: Akses Terbatas dan Lahirnya Kaum Intelektual
Posted in

Pendidikan di Masa Penjajahan Belanda: Akses Terbatas dan Lahirnya Kaum Intelektual

Pendidikan di Masa Penjajahan Belanda: Akses Terbatas dan Lahirnya Kaum Intelektual (ft/istimewa)
Pendidikan di Masa Penjajahan Belanda: Akses Terbatas dan Lahirnya Kaum Intelektual (ft/istimewa)

Pendidikan di Indonesia selama masa penjajahan Belanda mengalami perubahan signifikan, terutama setelah diberlakukannya Politik Etis pada awal abad ke-20. Meskipun akses pendidikan sangat terbatas dan lebih menguntungkan kelompok tertentu, kebijakan ini juga melahirkan kaum intelektual yang kelak menjadi pemimpin dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Artikel ini akan membahas bagaimana sistem pendidikan diterapkan, siapa saja yang mendapat akses, serta dampaknya terhadap perjuangan nasional.

Sistem Pendidikan di Masa Penjajahan Belanda

1. Pendidikan Sebelum Politik Etis

Sebelum abad ke-20, pendidikan di Indonesia lebih banyak dikuasai oleh lembaga keagamaan seperti pesantren di kalangan Muslim dan sekolah misi Kristen yang didirikan oleh Belanda. Pada masa VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), pendidikan hanya ditujukan bagi anak-anak Eropa dan sedikit orang pribumi yang dianggap memiliki status sosial tinggi.

Karakteristik pendidikan sebelum Politik Etis:

  • Terbatas pada kalangan bangsawan dan anak pegawai Belanda.
  • Diajarkan oleh lembaga keagamaan dan sekolah misi.
  • Fokus pada ajaran agama dan keterampilan dasar seperti membaca dan menulis.
  • Tidak ada sistem pendidikan formal untuk masyarakat pribumi secara luas.
2. Sistem Pendidikan pada Abad ke-19

Pada abad ke-19, pemerintah kolonial mulai membentuk sistem pendidikan formal yang terstruktur. Namun, pendidikan ini tetap bersifat diskriminatif, di mana masyarakat pribumi memiliki akses yang sangat terbatas.

Sekolah-sekolah yang didirikan pada masa ini antara lain:

  • ELS (Europeesche Lagere School) – Sekolah dasar untuk anak-anak Eropa dan elit pribumi.
  • HIS (Hollandsch-Inlandsche School) – Sekolah dasar untuk pribumi dari kalangan bangsawan atau pegawai pemerintah.
  • MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) – Sekolah menengah untuk kalangan menengah ke atas.
  • AMS (Algemene Middelbare School) – Sekolah menengah atas bagi pribumi yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
  • STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) – Sekolah kedokteran untuk pribumi yang melahirkan tokoh-tokoh nasional seperti dr. Soetomo.
3. Politik Etis dan Pendidikan Pribumi

Pada awal abad ke-20, Belanda menerapkan Politik Etis, yang salah satu kebijakan utamanya adalah perluasan akses pendidikan bagi pribumi. Namun, akses ini tetap terbatas dan lebih bersifat pragmatis, yaitu untuk menciptakan tenaga kerja administratif bagi kepentingan kolonial.

Kebijakan ini mendorong didirikannya:

  • Sekolah Rakyat (Volkschool) – Pendidikan dasar selama tiga tahun untuk rakyat biasa.
  • Sekolah Guru (Kweekschool) – Tempat pendidikan bagi calon guru pribumi.
  • Sekolah Teknik (Ambachtschool dan Technische School) – Sekolah kejuruan untuk menghasilkan tenaga teknis.

Akses Terbatas dalam Pendidikan

1. Diskriminasi dalam Pendidikan

Meskipun akses pendidikan untuk pribumi meningkat, tetap ada diskriminasi yang nyata dalam sistem pendidikan kolonial.

  • Jumlah sekolah terbatas – Tidak semua daerah memiliki sekolah yang memadai.
  • Kurangnya pengajar pribumi – Guru lebih banyak dari kalangan Belanda atau Timur Asing.
  • Biaya sekolah mahal – Pendidikan menengah dan tinggi hanya bisa dijangkau oleh orang-orang dari keluarga kaya atau pejabat pribumi.
  • Bahasa Belanda sebagai pengantar – Membatasi jumlah siswa pribumi yang bisa memahami pelajaran.

Baca juga: Sambutan terhadap Berita Proklamasi di Luar Negeri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.