IPS Kelas 10Sejarah

Februari 1944 Jenderal Tojo digantikan Jenderal Koiso Kuniaki

Februari 1944 Jenderal Tojo digantikan Jenderal Koiso Kuniaki. Pada bulan Februari 1944 Tojo meletakkan jabatan dan Jenderal Koiso Kuniaki menggantikannya sebagai perdana menteri (1944-1945) dengan membawa kecenderungan yang lebih besar untuk memikirkan kemerdekaan semu bagi Indonesia.

Pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Koiso menjanjikan kemerdekaan bagi “Hindia Timur” (To-Indo, istilah dalam bahasa Jepang yang terus dipakai secara resmi sampai bulan April 1954).

Akan tetapi, Koiso tidak menentukan tanggal kemerdekaan itu, dan jelas diharapkan bahwa bangsa Indonesia akan membalas janji ini dengan cara mendukung Jepang sebagai ungkapan rasa terima kasih.

Sementara pihak angkatan laut masih tetap menentang setiap usaha untuk memajukan nasionalisme di wilayah kekuasaannya, seorang perwira angkatan laut yang luar biasa ditempatkan di Jawa melakukan peranan aktif.

Laksamana Madya Maeda Tadashi

Laksamana Madya Maeda Tadashi bertugas menangani kantor penghubung angkatan darat-angkatan laut di Jakarta. Dia mempunyai pandangan-pandangan maju mengenai nasionalisme Indonesia. Dia menggunakan dana angkatan laut untuk membiayai perjalanan pidato keliling Sukarno dan Hatta, bahkan mengirim mereka ke Makasar pada bulan April 1945 serta ke Bali dan Banjarmasin pada bulan Juni.

Pada bulan Oktober 1944 dia juga mendirikan asrama Indonesia Merdeka di Jakarta, atau untuk melatih para pemimpin pemuda yang baru bagi sebuah negara yang merdeka, atau untuk menemukan cara menembus jaringan-jaringan bawah tanah pemuda yang telah ada.

Maeda menjadi orang kepercayaan banyak orang Indonesia terkemuka dari berbagai tingkat usia, dan memberikan sumbangan pada proses yang menjadikan para pemimpin dari generasi muda dan tua saling mengenal dan memahami (jika tidak selalu saling menghormati) satu sama lain di Jakarta.

Masyumi memiliki sayap militer

Pada bulan Desember 1944 Masyumi diperbolehkan memiliki sayap militer yang bernama Barisan Hizbullah (Pasukan Tuhan), dan mempunyai 50.000 orang anggota. Kepemimpinannya didominasi oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah dan anggota-anggota kelompok PSII yang dipimpin oleh Agus Salim.

Pada bulan November 1944 orang-orang Indonesia mulai diangkat menjadi wakil presiden. Para penasihat (sanyo) dihimpun ke dalam semacam majelis tinggi (Dewan Sanyo, Dewan Penasihat) dari Dewan Penasihat Pusat yang mempunyai wewenang memberikan nasihat yang agak lebih luas.

Baca juga Sistem penididikan yang dijalankan pemerintah kolonial Belanda

Para pejabat tinggi tersebut diikutkan dalam kursus-kursus indoktrinasi pada bulan Januari 1945, suatu pengalaman baik yang mendorong pemikiran nasionalis di antara mereka maupun meningkatkan ketidaksenangan mereka terhadap Jepang yang mengharuskan mereka menjalani sesuatu yang merendahkan martabatnya.

Jepang akhirnya harus memberikan janji kemerdekaan mereka karena runtuhnya posisi militer mereka yang berlangsung secara cepat itu.

Gambar82a. Kiprah Organisasi politik Masyumi pada masa pendudukan Jepang (ilustrasi foto/Ceknricek.com)

Membaca Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button