Pebruari 1945 detasemen Peta di Blitar menyerang gudang senjata Jepang. Pada bulan Pebruari 1945 detasemen Peta di Blitar (Jawa Timur) menyerang gudang persenjataan Jepang dan membunuh beberapa serdadu Jepang.
Enam puluh delapan orang prajurit Peta diajukan ke depan mahkamah militer (8 orang di antaranya dihukum mati) dan 4 orang pejabat senior Indonesia dipaksa untuk meletakkan jabatan.
Kini pihak Jepang mulai merasa takut bahwa mungkin mereka tidak dapat mengendalikan kekuatan militer Indonesia yang telah mereka ciptakan.
Perasaan takut ini menjadi semakin kuat pada bulan Maret ketika angkatan bersenjata serupa di Birma berbalik melawan mereka dan bergabung dengan pasukan penyerbu Sekutu.
Karena mengetahui bahwa mereka menghadapi kehilangan kekuasaan, maka pihak Jepang memutuskan untuk menghapus kekangan terhadap kekuatan rakyat Indonesia.
Angkatan Darat ke-16 mendesak unsur-unsur yang lebih bersifat hati-hati di dalam hierarki Jepang supaya bertindak dengan cepat, karena mereka benar-benar mengetahui bahwa bibit-bibit revolusi telah tertanam di Jawa.
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Pada bulan Maret 1945 Jepang mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Keanggotaannya mewakili sebagian besar pemimpin di Jawa yang masih hidup yang berasal dari semua aliran pemikiran yang penting.
Radjiman Wediodiningrat menduduki jabatan ketua, sedangkan Sukarno, Hatta, Mansur, Dewantara, Salim, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Abikoesno Tjokrosoejoso, Ki Bagus Hadikusumo, Wachid Hasjim, Mohammad Yamin, dan yang lain duduk sebagai anggotanya.
Pihak Jepang memutuskan bahwa bilamana kemerdekaan terwujud hendaknya kemerdekaan itu berada di tangan para pemimpin dari generasi tua yang mereka pandang lebih mudah untuk bekerja sama daripada generasi muda yang tidak dapat diramalkan.
Pada bulan Juli 1945 Jepang di Jawa berusaha mempersatukan gerakan-gerakan pemuda, Masyumi dan Jawa Hokokai ke dalam satu Gerakan Rakyat Baru. Akan tetapi, upaya tersebut gagal ketika para pemimpin pemuda menuntut langkah-langkah nasionalistis yang dramatis.
Pihak Jepang menangkap Yamin yang menurut keyakinan mereka telah mengobarkan semangat kaum aktivis muda, tetapi kini kejadian-kejadian bergerak terlalu cepat bagi pihak Jepang untuk melakukan usaha mempersatukan pemimpin-pemimpin dari golongan tua dan golongan muda.
Di dalam Badan Penyelidik di Jakarta Sukarno mendesak agar versinya tentang nasionalisme yang bebas dari agama disetujui. Karena konsep ini memang merupakan satu-satunya dasar yang dapat disepakati pemimpin lainnya, maka menanglah Sukarno.
Baca juga Pendidikan masa pemerintahan Belanda mempercepat mobilitas
Pada pidatonya pada tanggal 1 Juni dia mengemukakan Pancasilanya, โlima dasarโ yang akan menjadi falsafah resmi dari Indonesia merdeka:
Ketuhanan, Kebangsaan, Perikemanusiaan, Kesejahteraan, dan Demokrasi. Walaupun Pancasila itu pada umumnya diterima oleh anggota-anggota Badan Penyelidik, akan tetapi para pemimpin Islam merasa tidak senang karena Islam tampaknya tidak akan memainkan peranan yang istimewa.
Leave a Reply