Januari 1944 Putera digantikan oleh suatu gerakan rakyat yang baru, Pada bulan Januari 1944 Putera digantikan oleh suatu gerakan rakyat yang baru dalam rangka mencari suatu organisasi atap yang lebih memuaskan guna memobilisasi penduduk Jawa.
Jawa Hokokai (Persatuan Kebaktian Jawa) didirikan bagi setiap orang yang berusia lebih dari empat belas tahun. Gunseikanlah yang menjadi ketua persatuan tersebut, sedangkan Sukarno dan Hasyim Asyari dijadikan penasihat utamanya dan pengelolaannya diserahkan kepada Hatta dan Mansur.
Jepang bermaksud memanfaatkan para pemimpin Indonesia untuk memajukan tujuan mereka sendiri, tetapi para pemimpin Indonesia tersebut kini mengambil keuntungan dari orang-orang Jepang.
Sukarno berhasil memanfaatkan propaganda
Sukarno berhasil memanfaatkan tamasya propaganda bagi Hokokai untuk memperkokoh posisinya sendiri sebagai pemimpin utama kekuatan rakyat. Para penguasa priyayi terikat secara langsung pada organisasi baru itu dengan menjadikan mereka sebagai ketuanya pada setiap tingkat pemerintahan.
Hokokai juga memiliki suatu alat organisasi untuk menembus desa-desa. Rukun Tetangga (dalam bahasa Jepang: Tonari Gumi) dibentuk untuk mengorganisasikan seluruh penduduk menjadi sel-sel yang terdiri atas sepuluh sampai dua puluh keluarga untuk mobilisasi, indoktrinasi, dan pelaporan.
Para penguasa tingkat bawah dan kepala-kepala desa bertanggung jawab atas sel-sel tersebut. Pada bulan Februari 1944 para kepala desa juga mulai menjalani kursus-kursus indoktrinasi. Akan tetapi, pihak Jepang mulai menyadari bahwa mereka akan kalah dalam perang dan kehilangan kendali atas kekuatan rakyat yang sudah digairahkan mereka.
Perlawanan kaum tani di Jawa
Pada bulan Februari 1944 perlawanan serius pertama kaum tani di Jawa terhadap kewajiban menyerahkan beras meletus di sebuah desa di Priangan dan berhasil ditumpas secara kejam.
Kepemimpinannya dipangku oleh seorang kyai NU setempat dan murid-muridnya, yaitu orang-orang dari kelompok yang justru paling diharapkan pihak Jepang dapat dimanfaatkan. Sejak saat itu protes-protes kaum tani yang terisolasi menjadi semakin meluas.
Baca juga Memasuki abad ke-20 sejarah imperialisme di Indonesia
Di kota-kota besar, terutama Jakarta dan Bandung, para pemuda yang berpendidikan mulai menggalang jaringan-jaringan bawah tanah, yang dalam banyak hal ada di bawah pengaruh Sjahrir. Mereka tahu bahwa posisi Jepang di dalam perang memburuk, dan mereka mulai menyusun rencana-rencana untuk merebut kemerdekaan nasional.
Leave a Reply