Menangani pelanggan karena latarbelakang yang berbeda. Adanya perbedaan kebudayaan dapat menyebabkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi yang lebih lanjut dapat menyebabkan konflik. Komunikasi lintas budaya dapat dipengaruhi oleh beberapa variable yaitu
1) Waktu dan tempat,
Waktu adalah salah satu perbedaan terbesar yang memisahkan budaya dan kebudayaan dalam melakukan sesuatu. Perbedaan waktu dapat mengakibatkan kerusakan dan langkah yang dramatis dalam negosiasi atau proses pemecahan masalah.
2) Nasib dan pertanggungjawaban pribadi,
Yaitu derajat dimana kita merasa diri kita adalah pemimpin hidup kita, versus derajat dimana kita melihat diri kita sebagai subjek atas sesuatu diluar kendali kita .
3) Face and Face saving,
Face penting dalam lintas budaya, walaupun begitu dinamika rupa atau face dan face saving adalah berbeda. Rupa meliputi status, kekuatan, kesopanan, hubungan kedalam dan keluar, humor, dan rasa hormat. Poin awal dalam individualis dan communitarianism berhubungan dekat dengan rupa.
4) Komunikasi nonverbal,
Komunikasi nonverbal sangat penting dalam hubungan lintas budaya. Hal ini dikarenakan kita cenderung melihat isyarat nonverbal apabila pesan verbal tidak jelas atau ambigu terutama dalam hal lintas budaya.
Oleh karena itu perlu diperhatikan apa yang cocok, normal, dan efektif dalam komunikasi nonverbal. Perbedaan budaya memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap isyarat nonverbal dalam menyampaikan pesan.
A. Komunikasi lintas budya yang efektif
Kunci komunikasi lintas budaya yang efektif adalah pengetahuan. Pengetahuan perlu karena :
(1) Masyarakat
Masyarakat perlu mengerti masalah potensial dalam komunikasi lintas budaya dan meningkatkan kesadaran untuk mengatasi masalah tersebut.
Baca juga Bekerja dengan standar pelayanan pribadi
(2) Perkembangan Pribadi
Penting untuk mengasumsikan perkembangan seseorang tidak selalu sukses dan menyesuaikan perilaku seseorang. Active listening dapat digunakan untuk mengkonfirmasi apakah pihak tersebut mengerti benar akan pesan yang disampaikan.
Jika kata yang digunakan berbeda dalam konteks bahasa atau kelompok budaya active listening tetap dapat menimbulkan kesalahpahaman.
Komunikasi lintas budaya dapat diatasi dengan menggunakan perantara yang yang sudah kenal dengan kedua budaya sehingga dapat membantu dalam situsai komunikasi lintas budaya.
Akan tetapi perantara terkadang bahkan dapat membuat komunikasi menjadi lebih sulit. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan diskusi ekstra mengenai proses dan cara yang membawa diskusi tersebut tepat.
B. Bahasa komunikasi budaya
ia komunikasi. Berbicara mengenai media komunikas maka hal pokok yang harus kita tinjau adalah bahasa.
Ini tidak terlepas dari posisi bahasa sebagai sebuah media ekspresi dari cermin pikiran manusia (mirror of a mind), atau seperti yang dikemukakan oleh Dell Hymes (1970) bahwa: language as the symbolic guide to culture (bahasa sebagai petunjuk simbolik untuk memahami budaya manusia).
Cara manusia menggunakan bahasa sebagai media komunikasi sangat bermacam-macam antara suatu budaya dengan budaya lain, bahkan dalam satu budaya sekalipun. Kita ambil contoh, meskipun kita sama-sama menggunakan bahasa Indonesia, kita sering dipusingkan dengan makna dari “ya”.
Dalam berbagai konteks, “ya” bisa diartikan “saya setuju”, atau bisa saja dinterpretasikan “saya sudah mendengar Anda, tapi saya belum tentu setuju”. Dan kadang kala jawaban “ya” dalam bahasa Indonesia tidak selalu bermakna literal “ya”.
Karena bisa jadi untuk menyelamatkan muka lawan bicara (face saving), kita seringkali menjawab “ya”, padahal jawaban yang sebenarnya adalah “tidak”. Fenomena seperti ini dalam Discourse Analysis dinamakan dengan white lie (kebohongan putih).
Dalam konteks bahasa verbal
Menangani pelanggan karena latarbelakang yang berbeda. Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi, khususnya dengan hal yang berkaitan dengan dialek. Hampir semua bahasa yang mempunyai jumlah penutur relatif banyak, mempunyai dialek yang berbeda-beda.
Jenis dialek yang lain yang harus diperhatikan dalam konteks kebudaya an adalah dialek sosial. Dialek ini bisa saja disebabkan adanya perbeda an gender (pria-wanita), status sosial (kaya-miskin, bangsawannon bangsawan, termasuk latar belakang pendidikan dan ekonomi), dan umur.
Ambil contoh dalam bahasa Jawa, karena penuturnya terbagi dalam stratifikasi sosial yang bertingkat-tingkat, bahasa Jawa dalam pemakaiannya terbagi menjadi Kromo Inggil, Kromo, Kromo Madyo, dan Ngoko.
Termasuk dalam bahasa Sasak dan Bali, terdapat juga bahasa halus dan bahasa “kasar”. Variasi bahasa, baik dalam bentuk perbedaan dialek regional maupun dialek sosial, harus betul-betul diperhatikan dalam berkomunikasi.
C. Pemakaian bahasa non-verbal
Salah satu aspek penting yang berpengaruh dalam komunikasi adalah pemakaian bahasa non-verbal. Menurut Du Praw (Toward a More Perfect Union in Age of Diversity: 1996).
Bentuk dari bahasa non-verbal ini bisa meliputi bentuk ekspresi muka (facial expressions), dan gerak tubuh (gestures), misalnya pandangan mata, senyum, pemakaian tangan kiri dan kanan, gelengan kepala, gerakan tangan, dan lain sebagainya.
Termasuk juga dalam jenis bahasa non verbal adalah pengaturan tempat duduk dalam suatu acara, dan jarak antar pembicara pada saat proses komunikasi berjalan.
Walaupun ada bentuk komunikasi non-verbal yang dipahami secara universal, tidak sedikit pula bentuk-bentuk komunikasi ini yang diartikan berbeda-beda antara satu budaya dengan budaya yang lain.
Senyum misalnya, orang Indonesia memahami senyum sebagai bahasa universal untuk mengekspresikan keramahahan dan persahabat anTetapi bagi orang Eropa Timur, senyum hanya diberikan pada teman dekat, dan keluarga.
Mereka tidak akan sembarangan memberikan senyuman pada orang yang baru mereka temui. Jadi kalau dilihat dari cara pandang orang Indonesia, orang Eropa Timur bisa dinilai kurang ramah, dan tidak bersahabat.
D. Bentuk-bentuk komunikasi
Menangani pelanggan karena latarbelakang yang berbeda. Perbedaan-perbedaan cara memahami bentuk-bentuk komunikasi, baik verbal maupun non-verbal, bisa menimbulkan kesalah pahaman dalam komunikasi lintas budaya.
Sehingga tidak jarang pendapat atau opini kita terhadap suatu budaya atau komunitas tertentu bergerak menjadi suatu identitas yang menyebabkan terjadinya streotip atau penyamarataan.
Padahal budaya merupakan suatu konsep yang sangat rumit, dan memiliki lebih dari 300 definisi (Sadtono: 2003).
Tapi sederhananya, konsep ini mengacu kepada satu kelompok atau komunitas yang berbagi cara pandang yang sama dalam memahami dunia sekelilingnya.
Tidak ada ruginya kita belajar mengenai budaya orang lain, karena hal itu memperkaya cara pandang kita terhadap kehidupan.
Supaya apa yang kita pahami sebagai nilai-nilai kebenaran, kepatutan, kesopanan, dan kesantunan, tidak selalu berasal dari cara pandang dan kaca mata budaya kita semata.
Karena ada nilai-nilai budaya yang kita miliki dan kita anggap “baik” dan “benar”, tapi belum tentu baik dan benar dalam kaca mata budaya orang lain.
Berbinis lintas negara membuat kita selalu berinteraksi dengan budaya pelbagai bangsa. Berikut adalah beberapa cara untuk mengetahui budaya mitra bisnis dengan tujuan memperlancar hubungan dan negosiasi bisnis.