Home » IPS Kelas 9 » 5 Faktor Penghambat Perubahan Sosial Budaya dan Penjelasannya
5 Faktor Penghambat Perubahan Sosial Budaya dan Penjelasannya

5 Faktor Penghambat Perubahan Sosial Budaya dan Penjelasannya

5 Faktor Penghambat Perubahan Sosial Budaya dan Penjelasannya. Selain faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sosial budaya dalam masyarakat terdapat pula faktor penghambat perubahan sosial budaya.

Faktor yang menghalangi terjadinya perubahan dikenal juga dengan faktor penghambat. Apa saja faktor yang menghalangi atau menghambat terjadinya perubahan sosial budaya dalam masyarakat?

Untuk mengetahui 5 Faktor Penghambat Perubahan Sosial Budaya mari kita ikuti pembahasan berikut dengan penuh semangat!

Gambar. 5 Faktor penghambat perubahan sosial budaya (foto/istimewa)

1. Kehidupan Masyarakat Terasing

Keadaan masyarakat yang terasing belum tentu kehendak mereka. Hal ini dapat terjadi karena kondisi daerah yang terisolasi dari jalur komunikasi dan transportasi dapat menyebabkan mereka menjadi terisolasi dari masyarakat lain.

Tentunya hal tersebut dapat menghambat terjadinya perubahan sosial budaya. Mengapa demikian?

Kehidupan masyarakat terasing atau terisolasi menyebabkan masyarakatnya tidak mengetahui perkembangan yang terjadi pada masyarakat lain, sehingga mereka sulit untuk berkembang dan memperkaya budayanya. Akibatnya perubahan sosial budaya dalam masyarakat tersebut menjadi sulit terjadi.

2. Perkembangan Ilmu Pengetahuan yang Terlambat

Ilmu pengetahuan adalah jendela dari perubahan sosial budaya. Ketika ilmu pengetahuan berkembang dengan baik sudah pasti masyarakat yang bersangkutan akan mengalami perubahan sosial budaya dengan cepat.

Namun sebaliknya apabila ilmu pengetahuan dalam masyarakat lambat maka perubahan sosial akan berjalan dengan lambat. Berkembangnya ilmu pengetahuan juga dapat dilihat dari maju tidaknya pendidikan dalam masyarakat itu.

Ada juga daerah yang memang terisolasi, terasing, terpencil dan jauh dari masyarakat lain, sehingga sulit untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Banyak juga daerah yang sebenarnya terisolasi atau sulit dijangkau komunikasi dan transportasi namun memiliki keinginan kuat dalam memperoleh ilmu pengetahuan.

Apakah di Indonesia terdapat daerah yang sulit mendapatkan pendidikan? Perhatikanlah contoh pada artikel berikut!

Gambar. Aktivitas Pembelajaran formal masyakarat Suku dalam di daerah Jambi (foto/istimewa)

Masyarakat Pedalaman Butuh Pendidikan

Butet Manurung adalah aktivis pendidikan suku pedalaman yang juga pendiri Sokola Rimba. Butet menyatakan bahwa pendidikan untuk suku-suku pedalaman yang menghasilkan kemampuan baca tulis, bisa menolong masyarakat saat berinteraksi di pasar atau membuat perjanjian-perjanjian dengan masyarakat desa atau masyarakat kota yang lebih maju. ’’Saya memulai pendidikan bagi Suku Anak Dalam atau Orang Rimba di Jambi secara resmi pada 2003’’.

Dari pengalaman yang telah digali Butet selama aktivitasnya mengajarkan pendidikan bagi suku-suku pedalaman, ada beberapa alasan mengapa pendidikan yang dibutuhkan mereka adalah pendidikan nonformal. 

Mengajar Suku Anak Dalam

’Yang pertama adalah alasan keunikan geografis. Tempat tinggal masyarakat jauh di pedalaman, aksesnya sulit dan mahal untuk bisa mencapai kesana,” ujarnya. Untuk menuju lokasi pendidikan yang diadakan, Butet menuturkan bahwa ia perlu waktu berjam-jam hingga berhari-hari melewati sungai dan hutan untuk sampai di lokasi.

’’Saya bahkan harus belajar mengendarai sepeda motor trail, meski tetap membutuhkan waktu delapan jam bahkan tiga hari untuk sampai di lokasi,” cerita Butet. Selain itu, banyak di antara anak-anak yang belum pernah melihat meja dan kursi.

Mereka menjadi tidak nyaman dalam belajar. Oleh karena itu, para pengajar harus menyesuaikan diri dengan budaya masyarakat setempat. Materi pendidikannya adalah sesuai dengan konteks dan kondisi masyarakat. Sumber : dikutip dari http://www.medcofoundation.org/semua-kelompokmasyarakat-butuh-pendidikan/ 

Bagaimana pendapat kalian tentang artikel tersebut? Bagaimana pendidikan dan perubahan sosial di dalam masyarakat Suku Rimba?

3. Sikap Masyarakat yang Tradisional

Pernahkah kamu mendengar atau membaca tentang kisah masyarakat Suku Baduy Dalam atau ’’Urang Kanekes”? Mereka salah satu suku bangsa di daerah Banten yang masih sangat mengagungkan sikap tradisional warisan dari nenek moyang.

Mereka memilih mengisolasi diri dari dunia modern. Anak-anak tidak mereka sekolahkan secara formal. Mereka hanya boleh belajar dari lingkungan alam. Pelajaran yang mereka dapatkan adalah secara turun-temurun terutama adat istiadat warisan nenek moyang.

Di masyarakat Baduy Dalam tidak ada teknologi, kendaraan, dan alat elektronik yang mereka pergunakan. Listrik, alat-alat elektronik, bahan-bahan kimia, sampo, sabun, televisi, handphone, dan sebagainya tidak diperkenankan untuk digunakan. Ketika ada yang berkunjung ke wilayah mereka, maka semua hal yang dilarang untuk dipergunakan juga tidak boleh dibawa.

Bagi mereka amanah leluhur adalah segalanya. Suku Baduy tidak mau menerima perubahan dari luar karena dianggap hanya akan merusak alam. Rumah tempat tinggal mereka direkatkan tanpa paku dan semen.

Budaya turun Temun dari Nenek Moyang

Bangunan rumah menggunakan kayu, bambu, ijuk, dan daun pohon aren. Suku Baduy mempunyai sikap yang sudah ditanamkan sejak nenek moyang. Bagi mereka sikap tradisi secara mutlak tidak dapat diubah. Dapatkah kamu menemukan contoh sikap hidup yang masih tradisional dari masyarakat di Indonesia? 

Kehidupan masyarakat yang masih tradisional semacam ini dapat menghambat perubahan sosial budaya dalam masyarakat mereka. Namun ini adalah pilihan hidup bagi masyarakat sehingga tidak boleh dipersalahkan.

Siapakah yang disebut dengan masyarakat tradisional? Masyarakat tradisional adalah suatu masyarakat yang memelihara, menjaga, dan mempertahankan tradisi, adat istiadat, sistem nilai, sistem norma dan bahkan sistem kebudayaan yang diwariskan oleh generasi pendahulunya.

Dilihat dari letak pemukimannya, masyarakat tradisional umumnya terdapat di pedesaan. Namun antara masyarakat pedesaan dan masyarakat tradisional sebenarnya tidak bisa disamakan.

Masyarakat tradisional mempunyai pandangan bahwa melaksanakan warisan nenek moyang yang berupa nilai hidup, norma, harapan, cita-cita merupakan kewajiban, kebutuhan dan kebanggaan. Karakteristik yang menonjol dari masyarakat tradisional adalah melaksanakan tradisi mereka dengan murni.

Gambar. Kehidupan suku Baduy yang mempertahankan budaya nenek moyang di era global sekarang ini (foto/istimewa)

4. Adanya Prasangka terhadap Hal-hal Baru atau Asing

Merasakan hidup di bawah penjajah selama beratus-ratus tahun membuat bangsa Indonesia banyak yang mengalami trauma, terutama untuk golongan tua. Mereka terkadang mudah merasa curiga dan berprasangka buruk terhadap budaya asing atau hal baru yang berasal dari Barat.

Perasaan dan prasangka menimbulkan sikap yang acuh, tidak peduli, bahkan antipati terhadap sesuatu yang baru dari luar masyarakat. Padahal sesuatu yang berasal dari luar tersebut bisa jadi sebenarnya bermanfaat dan dapat membawa perubahan bagi kehidupan mereka.

Namun ada masyarakat yang memang menanamkan sikap kepada warganya bahwa sesuatu yang berasal dari luar masyarakat hanya akan merusak alam dan kehidupan mereka.

Hal inilah yang kemudian membuat suatu masyarakat tidak mengalami perubahan sosial budaya. Dapatkah kamu menemukan contoh untuk perilaku ini? 

Baca juga Contoh Perubahan sosial budaya akibat perubahan lingkungan alam

5. Adat Istiadat atau Kebiasaan

Tahukah kamu yang dimaksud dengan adat istiadat atau kebiasaan? Adat merupakan pola perilaku bagi anggota masyarakat yang dilakukan berulang-ulang untuk memenuhi kebutuhan pokok.

Adat biasanya bersumber dari nilai tradisional yang telah mengakar pada kehidupan suatu masyarakat. Adat istiadat telah mereka nikmati sebagai bagian dari kehidupan mereka. Selanjutnya, ketika ada hal baru yang akan menggantikan adat lama mereka, belum tentu akan diterima begitu saja oleh masyarakat.

Adat dan cara yang sulit untuk tergantikan, misalnya mengenai bidang kepercayaan, sistem mata pencaharian, cara berpakaian, pembuatan rumah, upacara adat, dan sebagainya. Misalnya, adat kebiasaan dalam penggunaan alat.

Penerapan alat pemotong padi dalam suatu masyarakat belum tentu akan langsung diterima begitu saja. Memotong padi menggunakan alat pemotong sederhana bagi para wanita pada masyarakat tertentu sudah dilakukan turun-temurun.

Mereka mempunyai pekerjaan tambahan memotong padi dengan cara lama. Ketika ada unsur penerapan teknologi baru di masyarakatnya, mungkin penerapan alat pemotong padi ditolak penggunaannya. 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to Top