Melacak Sejarah dari legenda setempat, Legenda ini adalah legenda yang ceritanya berhubungan erat dengan suatu tempat, nama tempat dan bentuk topografi, yakni bentuk permukaan suatu daerah, apakah berbukit-bukit, dan sebagainya.
Asal Usul Nama Kuningan
Melacak Sejarah dari legenda setempat. Di Jawa Barat terdapat legenda setempat misalnya legenda tentang asal usul nama Kuningan. Tempat ini merupakan suatu kabupaten yang letaknya di lereng Gunung Ceremai. Legenda asal usul nama Kuningan dikaitkan dengan kehadiran seorang tokoh penyebar Islam, yaitu Sunan Gunung Jati.
Menurut legenda setempat tentang asal usul Kuningan, Sunan Gunung Jati telah bertemu dengan kaisar Tiongkok. Tujuan pertemuan tersebut adalah untuk menyebarkan agama Islam ke Cina. Kaisar ini seorang Tartar.
Menguji Kesaktian Kaisar
Untuk menguji kesaktiannya, kaisar Tiongkok telah menanyakan apakah putrinya pada waktu itu sedang mengandung. Jawab sang Wali tanpa ragu-ragu adalah “Ya!”. Bahkan menurutnya, putri itu akan melahirkan seorang putra pada waktu dua atau tiga bulan lagi.
Mendengar jawaban ini, murkalah sang Kaisar karena ia tahu dengan pasti bahwa putrinya masih perawan pada waktu itu. Kesan yang diperoleh sang Wali bahwa putri kaisar sudah berbadan dua itu sebenarnya adalah tipuan yang dibuat para dayang keraton, yang mengisi pakaian sang Putri di bagian perutnya dengan bantal.
Sang Wali di Ceburkan ke laut
Karena jawabannya yang ngawur itu, sang Wali dituduh sebagai wali palsu. Sebagai hukumannya, sang Wali diceburkan ke dalam laut. Berkat rahmat Allah, sang Wali dapat selamat dibawa arus laut sehingga dapat terdampar ke Pantai Cirebon, yang memang merupakan tempat kediamannya.
Ong Tien Nio, demikianlah nama putri kaisar itu, sangat sedih sewaktu mendengar bahwa orang yang saleh itu telah dihukum oleh ayahandanya dan lebih kesal lagi karena ternyata ia memang hamil secara mukzijat.
Kaisar Menyesali Perbuatannya
Mengetahui hal ini, kaisar sangat menyesali perbuatannya mempermainkan orang saleh. Untuk menebus dosanya, ia kemudian mengirim putrinya ke Cirebon untuk dinikahkan dengan Sunan Gunung Jati.
Setelah menjadi istri Sunan Gunung Jati, Ong Tien Nio kemudian melahirkan putranya, yang diperolehnya secara gaib itu. Putranya itu dilahirkan di suatu kota yang terletak di lereng Gunung Ceremai.
Pangeran kecil itu diberi nama Aria Kemuning, karena warna kulit tubuhnya kuning muda; dan kota tempat kelahirannya itu kemudian diberi nama Kuningan. Sampai masa ini di Kuningan masih ada suatu makam, yang dianggap sebagai makam Aria Kemuning. Makam itu sampai saat ini masih banyak diziarahi orang.
Contoh lain dari legenda setempat (Legenda Gunung Tangkuban Perahu)
Melacak Sejarah dari legenda setempat. Legenda tentang Gunung Tangkuban Perahu di Bandung. Gunung ini diberi nama Tangkuban Perahu karena bentuknya mirip perahu yang terbalik (nangkub = terbalik). Cerita gunung ini dikaitkan dengan nama seorang tokoh yang bernama Sangkuriang yang mencintai seorang wanita bernama Dayang Sumbi.
Sangkuriang sendiri tidak mengetahui bahwa wanita itu adalah ibunya sendiri. Dalam legenda Sangkuriang ini, dikisahkan bahwa pada zaman dahulu ada seorang raja yang tidak mempunyai anak. Nama raja itu adalah Prabu Barmawijaya.
Kerajaannya termasuk suatu daerah yang kini dikenal dengan nama Priangan di Jawa Barat. Pada waktu raja sedang berburu, ia ingin buang air kecil dan tanpa disengaja air seninya tertampung dalam sebuah tempurung kelapa yang kebetulan berada di tempat ia kencing.
Kemudian air seninya itu diminum oleh seekor babi hutan betina putih yang sedang haus. Sebagai akibatnya, sang babi mengandung dan tidak lama melahirkan seorang anak manusia berjenis kelamin wanita yang jelita sekali. Anak bayi itu kemudian ditemukan oleh Baginda yang telah membuang air kencing itu dan dibawa pulang untuk dipungut menjadi putrinya. Putri itu diberi nama Dayang Sumbi.
Dayang Sumbi menyendiri di hutan
Setelah dewasa, Dayang Sumbi menyendiri di hutan. Di tempat itu ia menyibukkan dirinya dengan jalan menenun kain. Sekali waktu selagi menenun, tanpa disengaja, anak toraknya terjatuh masuk ke kolong rumah panggungnya melalui celah yang ada di lantainya.
Karena keletihan yang disebabkan oleh udara yang panas, ia malas untuk bergerak dari tempat duduknya. Dalam kemalasannya itu, tanpa pikir-pikir lagi ia telah mengeluarkan janji yang berbunyi “Siapa saja yang mau memungut anak torak saya, jika ia perempuan akan saya angkat sebagai saudara perempuan saya, dan jika ia laki-laki akan saya angkat menjadi suami saya”.
Celakanya, yang menanggapi tawarannya itu ternyata anjing kesayangannya yang bernama si Tumang dan kebetulan sekali berjenis kelamin jantan. Karena janji bertuah telah diucapkan, si Tumang kemudian dijadikan suami sang Putri.
Dari perkawinan ini, seorang anak manusia berjenis kelamin laki-laki telah dihasilkan. Putranya itu ternyata memiliki wajah yang tampan sekali dan oleh ibunya diberi nama Sangkuriang.
Sangkuriang dan si Tumang
Ketika Sangkuriang berusia sebelas tahun, ia diusir ibunya dari rumah mereka. Pengusiran ini disebabkan Sangkuriang telah menyajikan kepada ibunya jantung si Tumang yang ia panggang.
Anjing yang bernama si Tumang itu, yang sebenarnya adalah ayah kandung Sangkuriang, telah ia bunuh dalam suatu perburuan, karena anjing itu telah menolak untuk membunuh seekor babi hutan betina putih.
Si Tumang menolak itu, karena ia mengetahui bahwa babi itu adalah Nyi Celeng Putih, ibu kandung Dayang Sumbi. Jadi, babi itu adalah mertua si Tumang dan nenek Sangkuriang dari pihak ibu.
Sangkuriang di usir ibunya
Karena perbuatannya ini, Sangkuriang diusir oleh ibunya yang telah lupa diri itu. Sangkuriang baru kembali ke kampungnya setelah menjadi dewasa. Setiba di kampung halamannya itu, ia bertemu dengan seorang wanita yang cantik jelita, sehingga ia jatuh hati kepadanya. Cintanya dibalas oleh wanita itu.
Namun kemudian wanita itu mengetahui bahwa laki-laki itu adalah putra kandungnya sendiri yang telah berpisah dengannya sewaktu masih kanak-kanak dahulu. Identitas pemuda ini dapat diketahui karena ketika ia sedang mencari kutu di kepala sang pemuda itu, Dayang Sumbi menemukan bekas luka akibat pukulan yang diberikannya sewaktu si putra itu menyediakan jantung panggang si Tumang.
Untuk menghindarkan diri dari perkawinan dengan anak kandungnya, Dayang Sumbi menyuruh Sangkuriang membuat perahu dalam waktu satu malam, yang akan mereka pergunakan untuk berlayar setelah perkawinan nanti.
Karena Sangkuriang adalah seorang yang sakti, maka tugas yang mustahil itu sanggup ia kerjakan. Namun, hal itu tidak dapat terlaksana, karena disabot oleh Dayang Sumbi.
Baca juga Melacak sejarah melalui Mitologi
Dayang sumbi menggagalkan pekerjaan putranya
Dayang Sumbi berhasil menggagalkan pekerjaan putranya dengan jalan tipu muslihat. Ia telah menyebabkan ayam-ayam jago di desanya untuk berkokok pada tengah malam dengan jalan menumbuk padi, sehingga ayamayam itu mengira pagi telah tiba. Selain itu, Dayang Sumbi membuat fajar menyingsing di ufuk Timur dengan jalan melambai-lambaikan selendang putih di sana.
Baca juga Melacak Sejarah Legenda alam gaib dan Legenda perseorangan
Sangkuriang sangat kecewa setelah mengira bahwa tugasnya telah gagal. Dalam kekesalannya itu, ia telah menyepak perahu yang hampir rampung itu, sehingga perahu itu menjadi terbalik dan menimpa dirinya sendiri. Perahu yang telah terbalik itulah yang kemudian menjadi Gunung Tangkuban Prahu.
Hal terpenting bagi penelitian sejarah
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa hal yang terpenting bagi penelitian sejarah tradisi lisan bukan kebenaran faktanya.
Untuk mencari kebenaran faktanya sangatlah sulit, apalagi sumber-sumber tertulis, karena kemungkinan pada awal pertama kali cerita-cerita itu dikenal dalam masyarakat, belum mengenal tradisi menulis. Bahkan cerita-cerita itu banyak dibumbui oleh hal-hal yang sepertinya sulit bisa masuk akal atau tidak rasional.
Misalnya tokoh Sangkuriang lahir dari seekor binatang. Hal terpenting bagi kita adalah bahwa masyarakat Indonesia sudah sejak lama memiliki kesadaran tentang pengalaman masa lalunya. Masyarakat memaknai pentingnya suatu perubahan dalam kehidupan masa lalu.
Contoh-contoh tradisi lisan tersebut sampai sekarang masih banyak dianut oleh masyarakat, walaupun masyarakat sekarang hidup dalam suatu masa ketika orang sudah mengenal tulisan. Melalui tradisi lisan, masyarakat Indonesia mencoba mengungkap tentang asal usul sesuatu baik peristiwa alam maupun peristiwa pada diri manusia.