Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya asimilasi. Dengan menggunakan kata lain, tak ada asimilasi yang bersifat pasif, di mana salah-satu pihak hanya menunggu dan menerima saja. Maka, asimilasi yang dipaksakan juga tidak mungkin apabila paksaan atau kekerasan tersebut hanya merupakan halangan terhadap terjadinya interaksi sosial. Keadaan tersebut terlihat, misalnya, pada asimilasi antara masyarakat dengan bekas narapidana.
Apabila masyarakat beranggapan bahwa riwayat hidup seorang bekas narapidana merupakan halangan bagi terjadinya interaksi sosial penuh dengan warga-warga masyarakat lainnya, ada keraguan apakah masyarakat akan dapat menerimanya kembali.
Dalam keadaan demikian, dapat dimengerti mengapa bekas narapidana tadi pada akhirnya akan kembali mengadakan interaksi dengan golongan bekas narapidana lain atau penjahat.
Faktor yang Mempermudah Terjadinya Asimilasi
Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi antara lain adalah:
(1) toleransi; (2) kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi; (3) sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya; (4) sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat; (5) persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan; (6) perkawinan campuran (amalgamation); (7) adanya musuh bersama dari luar (Soekanto; 1990).
Proses asimilasi tak akan terjadi walaupun terdapat pergaulan yang intensif dan luas antara kelompok-kelompok yang bersangkutan. Hal ini terjadi bila antara kelompok-kelompok tersebut tidak ada sikap toleran dan simpati.
Dalam keadaan demikian proses asimilasi akan macet. Misalnya, hubungan antara orang-orang Tionghoa di Indonesia yang bergaul intens dan luas dengan orang-orang asli Indonesia sejak bertahun-tahun yang lalu, tetapi belum juga terintegrasi ke dalam masyarakat Indonesia.
Hal ini terjadi karena adanya sejarah politik pemerintah Belanda sewaktu menjajah Indonesia yang meletakkan orang Tionghoa lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan orang Indonesia; adanya perbedaan ciri-ciri badaniah;
Kebudayaan yang ekskusif
In-group feeling yang sangat kuat pada golongan Tionghoa sehingga mereka lebih kuat mempertahankan identitas sosial dan kebudayaannya yang eksklusif; dan dominasi ekonomi. Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi adalah sebagai berikut.
1. Toleransi
Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat (biasanya golongan minoritas) Contoh adalah orang-orang Indian di Amerika Serikat yang diharuskan bertempat tinggal di wilayah-wilayah tertentu (disebut reservation). Mereka serlah-olah disimpan dalam sebuah kotak tertutup, sehingga hampir tak mungkin ada hubungan bebas yang intensif dengan orang-orang kulit putih. Sebaliknya orang kulit putihpun kurang mengetahui tentang seluk-beluk masyarakat Indian sehingga antara kedua belah pihak timbul prasangka-prasangka. Prasangka merupakan faktor penghalang berlangsungnya asimilasi.
2. Pengetahuan Kebudayaan
Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan dengan itu sering kali menimbulkan faktor ketiga.
3. Unsur Kebudayaan
Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi. Contoh proses asimilasi antara suku-suku bangsa di Indonesia yang masih lamban lantaran sikap toleransi dan simpati belum berkembang dengan semestinya. Pengetahuan tentang suku-suku bangsa lain hanya terbatas pada unsur-unsur lahiriah belaka seperti tari-tarian dan pakaian daerah, alat musik, jenis upacara-upacara, dan sebagainya. Pengetahuan mengenai unsur-unsur kebudayaan lainnya seperti lembaga-lembaga kemasyarakatan, pola-pola perilaku, sistem kekeluargaan dan sebagainya, belum mendalam sehingga sering menimbulkan prasangka. Prasangka tersebut tidak jarang menyebabkan timbulnya rasa takut terhadap kekuatan sesuatu kebudayaan tertentu.
4. Superior
Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya. Di Indonesia, umpamanya, perasaan superior masih ada terutama terhadap beberapa suku bangsa tertentu yang taraf kebudayaannya secara relatif masih rendah, seperti misalnya terhadap suku-suku bangsa dari daerah Papua yang sebagian besar masih hidup di alam bebas.
5. Perbedaan Warna Kulit
Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya asimilasi.
6. In-group feeling
In-group feeling yang kuat dapat pula menjadi penghalang berlangsungnya asimilasi. In-group feeling berarti adanya suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang bersangkutan. Sikap seperti ini tampak sangat kuat pada beberapa golongan minoritas di Indonesia, misalnya Arab, Tionghoa, India, yang mempertajam perbedaan-perbedaan antara mereka dengan orang-orang Indonesia (asli).
7. Gangguan dari Golongan
Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap golongan minoritas lain yang dapat mengganggu kelancaran proses asimilasi adalah apabila golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.
8. Perbedaan Kepentingan
Kadangkala faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan pertentangan-pertentangan pribadi juga dapat menyebabkan terhalangnya proses asimilasi.
Kepentingan-kepentingan yang berbeda terutama yang bersifat primer dapat menyebakan dipertajamnya perbedaan-perbedaan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan pada golongan-golongan tersebut.
Baca juga Setiap masyarakat memberikan pengalaman tertentu
Faktor-faktor yang dapat mempermudah asimilasi menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial dan dalam pola adat istiadat serta interaksi sosial. Proses yang disebut terakhir biasa dinamakan akulturasi.
Leave a Reply