IPS Kelas 10

Beragam kepribadian manusia sebagai kecakapan sosial

Beragam kepribadian manusia sebagai kecakapan sosial, kepribadian oleh para ahli diberi pengertian yang sangat beragam, tergantung dari sisi mana ahli tersebut memandangnya. Kondisi ini mengakibatkan munculnya beranekaragam pengertian kepribadian.

Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan Allport (1937) menemukan hampir 50 definisi kepribadian berbeda, yang digolongkannya ke dalam sejumlah kategori (Supratiknya, 1995). Oleh karena itu kita harus bisa memahami makna kepribadian tersebut dalam berbagai macam sisi sesuai dengan situasi dan kondisi yang melingkupinya.

Beragam kepribadian manusia, istilah kepribadian, ada yang memaknai sebagai keterampilan atau kecakapan sosial yang baik. Kepribadian individu dinilai berdasarkan kemampuannya memperoleh reaksi-reaksi positif dari berbagai orang dalam berbagai keadaan (Supratiknya, 1995).

Berdasarkan pengertian ini, lembaga-lembaga pendidikan yang mengkhususkan menyiapkan orang memasuki dunia glamour, selebritis, atau modelling mengartikan istilah tersebut ketika menawarkan kursus-kursus “latihan pembentukan kepribadian”.

Lembaga pendidikan ini bertujuan menyiapkan anak didik untuk meningkatkan kemampuan, kecakapan dan keterampilan dalam berinteraksi dengan manusia yang lain sehingga tercipta suatu interaksi sosial yang baik di antara mereka.

Makna tersebut juga berarti sama, ketika seorang guru menyebut seorang siswanya memiliki masalah kepribadian, dikarenakan tidak bisa berperilaku yang baik, sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

Mungkin guru tersebut bermaksud mengatakan bahwa keterampilan sosial siswa itu kurang memadai untuk memelihara hubungan dengan sesama manusia, sehingga tercipta hubungan yang memuaskan dengan sesama.

Kepribadian juga diartikan sebagai sifat hakiki seseorang yang tercermin pada sikap dan perilakunya yang membedakan dirinya dengan orang lain.

Kepribadian Menurut Para Ahli

Mc Leod (1989) sebagaimana yang dikutip Muhibbin Syah (2000) mengartikan kepribadian sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang, sifat, sikap, temperamen, watak (karakter), tipe, minat, dan pesona (topeng).

Sedangkan Sumadi Suryabrata (1983) mendefinisikan kepribadian sebagai suatu kebulatan yang terdiri dari aspek-aspek jasmaniah dan rohaniah, bersifat dinamik dalam hubungannya dengan lingkungan, khas (unik), berbeda dengan orang-orang lain, dan berkembang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam dan luar diri.

Pengertian lain dari kepribadian adalah sebagai kesan yang paling menonjol atau paling kentara yang ditunjukkan seseorang terhadap orang-orang lain. Maka, seseorang mungkin disebut memiliki “kepribadian agresif” atau “kepribadian penurut” atau “kepribadian penakut”.

Di situ pengamat memilih satu atribut atau kualitas yang paling khas pada subjek dan agaknya merupakan bagian penting dari keseluruhan kesan yang ditimbulkan pada orang-orang lain sehingga kepribadian orang tersebut dikenal dengan istilah tersebut. Jelas, ada unsur penilaian dalam kedua pemakaian istilah tersebut, yaitu dilukiskan sebagai baik atau buruk.

Allport memberi pengertian kepribadian dengan menyebutnya sebagai definisi bio-sosial dan definisi bio-fisik secara utuh. Definisi biososial mirip dengan pemakaian populer istilah kepribadian yang menyamakan kepribadian dengan “nilai stimulus sosial” individu.

Gambar 6a. Perilaku seseorang mencerminkan kepribadiannya (ilustrasi foto/Portal Jember – Pikiran Rakyat)

Reaksi individu-individu lain terhadap subjek itulah yang menetapkan kepribadian yang bersangkutan. Sedangkan definisi biofisik mengarah pada karakter fisik khas yang ada pada individu.

Allport keberatan dengan implikasi bahwa kepribadian hanya terletak dalam “diri orang lain yang merespon” dan mengemukakan bahwa definisi biofisik yang dengan kokoh menanamkan kepribadian dalam sifat-sifat atau kualitas-kualitas subjek jauh lebih disukai.

Kepribadian secara biofisik memiliki segi organik maupun segi yang teramati, dan bisa dikaitkan dengan kualitas-kualitas spesifik individu yang bisa dideskripsikan secara objektif dan diukur (Supratiknya, 1995).

Membaca Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button