Kerajaan Sunda merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah berdiri di wilayah barat Pulau Jawa, dengan pusat pemerintahan di Pakuan Pajajaran (kini Bogor). Dalam rentang waktu abad ke-7 hingga ke-16 Masehi, kerajaan ini memainkan peran penting dalam bidang politik, ekonomi, dan budaya di Nusantara. Namun, sebagaimana kerajaan-kerajaan lain di Indonesia, Kerajaan Sunda juga mengalami kemunduran dan akhirnya runtuh. Bagaimana sejarah Runtuhnya Kerajaan Sunda?
Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai faktor-faktor penyebab runtuhnya Kerajaan Sunda dan berbagai akibat yang ditimbulkannya, baik dalam aspek politik, ekonomi, sosial, maupun budaya.
Sekilas Sejarah Kerajaan Sunda
Kerajaan Sunda muncul setelah keruntuhan Kerajaan Tarumanegara sekitar abad ke-7 M. Kerajaan ini dikenal memiliki sistem pemerintahan yang stabil, kekuatan ekonomi berbasis agraris dan perdagangan maritim, serta budaya yang dipengaruhi oleh ajaran Hindu-Buddha.
Di masa pemerintahan Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja), Kerajaan Sunda mencapai masa kejayaan dengan pusat pemerintahan di Pakuan Pajajaran. Kerajaan ini dikenal pula karena pelabuhan Sunda Kalapa yang menjadi pusat perdagangan internasional.
Namun, kejayaan itu tidak berlangsung selamanya. Pada pertengahan abad ke-16, Kerajaan Sunda mengalami berbagai tekanan, baik dari dalam maupun luar, yang menyebabkan keruntuhannya.
Faktor Penyebab Runtuhnya Kerajaan Sunda
1. Kehilangan Pelabuhan Strategis (Sunda Kalapa)
Salah satu penyebab utama runtuhnya Kerajaan Sunda adalah hilangnya Sunda Kalapa, pelabuhan utama yang menjadi pusat perdagangan kerajaan. Pada tahun 1527, pelabuhan ini direbut oleh pasukan Kesultanan Demak dan Cirebon yang dipimpin oleh Fatahillah (juga dikenal sebagai Faletehan).
Sunda Kalapa merupakan sumber pemasukan utama kerajaan dari perdagangan domestik dan internasional. Dengan direbutnya pelabuhan ini, Kerajaan Sunda kehilangan akses terhadap perdagangan luar negeri, sehingga melemahkan kekuatan ekonominya secara drastis.
2. Ekspansi Kesultanan Islam
Pada abad ke-15 dan ke-16, muncul kekuatan baru di wilayah Jawa, yaitu kesultanan-kesultanan Islam seperti Demak, Cirebon, dan Banten. Kesultanan ini memiliki ambisi ekspansi wilayah dan menyebarkan ajaran Islam.
Kesultanan Cirebon dan Banten, yang dulunya bagian dari wilayah Kerajaan Sunda, berhasil melepaskan diri dan menjadi kerajaan Islam merdeka. Perpecahan ini melemahkan kekuatan teritorial Kerajaan Sunda dan mengurangi jumlah wilayah yang dikuasainya.
3. Kelemahan Militer dan Pertahanan
Kerajaan Sunda dikenal sebagai kerajaan yang cenderung menghindari peperangan dan lebih fokus pada stabilitas internal. Sayangnya, hal ini menjadi kelemahan saat harus menghadapi agresi militer dari kerajaan-kerajaan Islam yang bersifat ekspansionis.
Ketika serangan dari Kesultanan Banten semakin intensif pada pertengahan abad ke-16, pertahanan Kerajaan Sunda tidak cukup kuat untuk menahan laju serangan. Kelemahan strategi dan militer mempercepat keruntuhan kerajaan.
4. Keterlambatan Adaptasi terhadap Perubahan Sosial-Religius
Sementara kerajaan-kerajaan Islam di pesisir utara Jawa berhasil menarik simpati rakyat dengan ajaran Islam yang egaliter dan mudah diterima, Kerajaan Sunda tetap mempertahankan struktur sosial Hindu-Buddha yang feodal.
Kegagalan untuk mengakomodasi perubahan kepercayaan dan sistem sosial menyebabkan masyarakat beralih kesetiaan pada kekuatan baru, terutama di wilayah-wilayah perbatasan.
5. Kehilangan Legitimasi dan Pengaruh Raja
Setelah wafatnya tokoh besar seperti Prabu Siliwangi, para penerusnya tidak mampu mempertahankan pengaruh dan wibawa politik yang sama. Kelemahan dalam kepemimpinan memperburuk kondisi internal kerajaan, termasuk munculnya konflik internal di antara bangsawan.
Kronologi Keruntuhan Kerajaan Sunda
Berikut adalah kronologi singkat menuju keruntuhan Kerajaan Sunda:
- 1522: Perjanjian Sunda–Portugal ditandatangani, Raja Sunda meminta bantuan Portugis untuk melindungi Sunda Kalapa dari ancaman Demak.
- 1527: Pasukan Fatahillah dari Demak dan Cirebon menyerang dan merebut Sunda Kalapa, yang kemudian diberi nama Jayakarta.
- 1579: Pasukan Kesultanan Banten, di bawah pimpinan Maulana Yusuf, menyerang dan merebut ibu kota Pakuan Pajajaran. Ini menandai keruntuhan resmi Kerajaan Sunda sebagai entitas politik dan militer.
Baca juga: Pengaruh Hukum Kolonial Belanda terhadap Sistem Hukum Indonesia Saat Ini
