Kedatangan bangsa Belanda ke Nusantara pada akhir abad ke-16 menandai babak baru dalam sejarah Indonesia. Diawali dengan misi dagang, Belanda perlahan berubah menjadi kekuatan kolonial yang berupaya menguasai wilayah dan sumber daya lokal. Namun, kedatangan mereka tidak diterima begitu saja oleh masyarakat maupun penguasa lokal. Banyak kerajaan di Nusantara melakukan perlawanan terhadap dominasi Belanda, baik secara diplomatis maupun militer.
Artikel ini akan membahas latar belakang perlawanan, berbagai bentuk perjuangan yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara, dan bagaimana perjuangan tersebut menjadi bagian penting dalam sejarah nasional Indonesia.
Latar Belakang Perlawanan terhadap Belanda
1. Monopoli Dagang VOC
VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) sebagai wakil Belanda di Asia Tenggara, menerapkan sistem monopoli yang merugikan penguasa dan pedagang lokal. Rempah-rempah seperti pala, cengkeh, dan lada hanya boleh dijual kepada VOC dengan harga yang ditentukan sepihak.
2. Intervensi Politik
VOC dan kemudian pemerintah kolonial Belanda sering terlibat dalam urusan politik kerajaan-kerajaan lokal. Mereka memanfaatkan konflik internal antar kerajaan untuk memperluas kekuasaan, bahkan menjatuhkan raja yang menolak tunduk.
3. Eksploitasi dan Penindasan
Selain perdagangan yang tidak adil, rakyat Nusantara juga dipaksa bekerja tanpa upah atau dengan upah sangat rendah melalui sistem kerja paksa seperti rodi dan tanam paksa di kemudian hari. Hal ini memicu kemarahan dan perlawanan di berbagai daerah.
Perlawanan dari Berbagai Kerajaan di Nusantara
1. Kesultanan Banten
Kesultanan Banten adalah salah satu kerajaan besar di pesisir barat Pulau Jawa. Awalnya menjalin hubungan dagang dengan Belanda, tetapi hubungan itu memburuk ketika VOC mulai mencampuri urusan dalam negeri.
Pada tahun 1682, VOC berhasil menguasai Banten melalui intervensi militer dan politik. Namun, sepanjang abad ke-17, Banten beberapa kali melakukan perlawanan terhadap tekanan Belanda. Meskipun akhirnya kalah, semangat anti-kolonialisme tetap hidup di masyarakat Banten.
2. Kesultanan Mataram
Kesultanan Mataram di Jawa Tengah di bawah pimpinan Sultan Agung merupakan salah satu kekuatan yang menolak dominasi Belanda. Sultan Agung memandang VOC sebagai ancaman terhadap kedaulatan dan agama Islam.
Pada tahun 1628 dan 1629, Mataram melancarkan serangan besar-besaran ke Batavia, pusat kekuasaan VOC. Meski serangan tersebut gagal, usaha Sultan Agung mencerminkan upaya serius untuk mengusir Belanda dari Jawa.
3. Kesultanan Gowa
Kesultanan Gowa di Sulawesi Selatan juga menentang kehadiran Belanda. Raja Gowa, Sultan Hasanuddin, menjadi tokoh penting dalam melawan VOC yang ingin menguasai perdagangan rempah-rempah di wilayah timur.
Perlawanan ini mencapai puncaknya dalam Perjanjian Bongaya (1667) setelah kekalahan Gowa. Meski kalah, Sultan Hasanuddin dikenang sebagai “Ayam Jantan dari Timur” karena keberaniannya.
4. Perlawanan di Maluku
Wilayah Maluku menjadi perhatian utama Belanda karena sumber rempah-rempah yang sangat berharga. Di sana, rakyat dan bangsawan lokal seperti Kapitan Pattimura (Thomas Matulessy) memimpin perlawanan.
Perlawanan Pattimura pada tahun 1817 di Saparua, Maluku, berhasil membunuh Residen Belanda, namun akhirnya ditumpas dengan kekuatan militer besar. Meski demikian, perjuangan Pattimura menjadi simbol nasionalisme Maluku.
5. Kerajaan Aceh
Aceh adalah kerajaan yang kuat dan independen. Selama abad ke-17 dan ke-18, Aceh menjalin hubungan diplomatik dengan berbagai negara termasuk Turki Utsmani dan Inggris.
Ketika Belanda mencoba menguasai wilayah Aceh pada akhir abad ke-19, pecahlah Perang Aceh (1873–1904) yang menjadi salah satu perang terlama dan paling berdarah dalam sejarah perlawanan kolonial di Indonesia. Tokoh-tokoh seperti Cut Nyak Dhien, Teuku Umar, dan Panglima Polim tampil sebagai pahlawan nasional.
Strategi Perlawanan
Perlawanan terhadap Belanda tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga diplomatis dan kultural. Beberapa strategi yang digunakan antara lain:
- Koalisi antarkerajaan untuk melawan kekuatan kolonial.
- Gerilya di medan-medan yang sulit dijangkau seperti hutan dan pegunungan.
- Perang terbuka seperti yang dilakukan Sultan Agung dan Sultan Hasanuddin.
- Diplomasi internasional, seperti upaya Aceh mencari dukungan dari Turki dan Inggris.
Faktor Kegagalan Perlawanan
Walaupun penuh semangat, sebagian besar perlawanan kerajaan Nusantara terhadap Belanda berakhir dengan kekalahan. Beberapa faktor penyebabnya antara lain:
- Persenjataan yang tidak seimbang. Belanda memiliki teknologi militer yang lebih maju.
- Kurangnya persatuan. Banyak kerajaan lebih memilih bersaing daripada bersatu melawan Belanda.
- Strategi adu domba Belanda. Belanda sering memanfaatkan konflik internal untuk memperkuat posisinya.
- Ketergantungan ekonomi. Beberapa kerajaan akhirnya tunduk karena kebutuhan ekonomi dan politik.
Warisan dan Dampak Perlawanan
Meskipun secara militer banyak yang kalah, perlawanan ini meninggalkan warisan semangat perjuangan yang menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Nama-nama seperti Sultan Agung, Pattimura, Hasanuddin, dan Cut Nyak Dhien kini diabadikan sebagai pahlawan nasional dan menjadi simbol keberanian rakyat Indonesia melawan penjajahan.
Baca juga: Perlawanan Menentang Praktek Imperialisme dan Kolonialisme
Kesimpulan
Perlawanan kerajaan-kerajaan Nusantara terhadap kedatangan dan kekuasaan Belanda menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki semangat juang yang tinggi dan tidak menerima penjajahan begitu saja. Meskipun banyak yang mengalami kekalahan, semangat anti-penjajahan terus diwariskan dan menjadi modal penting dalam perjuangan kemerdekaan di abad ke-20.
Mempelajari perjuangan ini penting untuk memahami akar sejarah nasionalisme Indonesia dan mengapresiasi nilai-nilai keberanian, kedaulatan, dan cinta tanah air.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Mengapa kerajaan-kerajaan di Nusantara menolak kehadiran Belanda?
Karena Belanda menerapkan monopoli dagang, mencampuri urusan politik lokal, dan menindas rakyat melalui kerja paksa dan eksploitasi.
2. Siapa saja tokoh penting dalam perlawanan terhadap Belanda?
Beberapa tokoh penting antara lain Sultan Agung (Mataram), Sultan Hasanuddin (Gowa), Pattimura (Maluku), dan Cut Nyak Dhien (Aceh).
3. Apa bentuk perlawanan yang dilakukan kerajaan Nusantara?
Bentuk perlawanan meliputi perang terbuka, gerilya, diplomasi internasional, serta koalisi antarkerajaan.
4. Mengapa banyak perlawanan terhadap Belanda berakhir dengan kegagalan?
Karena persenjataan yang kalah, kurangnya persatuan, dan taktik adu domba Belanda yang efektif.
5. Apa dampak dari perlawanan kerajaan-kerajaan terhadap Belanda?
Walaupun banyak yang gagal secara militer, perlawanan tersebut menumbuhkan semangat nasionalisme dan menjadi bagian penting dari sejarah perjuangan Indonesia.
Referensi
- Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: Serambi, 2008.
- Tarling, Nicholas (ed). The Cambridge History of Southeast Asia. Cambridge University Press, 1992.
- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI – https://kebudayaan.kemdikbud.go.id
- Ensiklopedia Britannica – https://www.britannica.com
- Historia.id – https://historia.id