Home » Sejarah » Orde Lama dan Hubungan Luar Negeri: Politik Konfrontasi vs Politik Non-Blok
Posted in

Orde Lama dan Hubungan Luar Negeri: Politik Konfrontasi vs Politik Non-Blok

Orde Lama dan Hubungan Luar Negeri: Politik Konfrontasi vs Politik Non-Blok (ft/istimewa)
Orde Lama dan Hubungan Luar Negeri: Politik Konfrontasi vs Politik Non-Blok (ft/istimewa)

Masa Orde Lama di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno (1945–1966) ditandai dengan kebijakan luar negeri yang dinamis dan penuh dengan tantangan. Dua pendekatan utama yang diambil oleh Indonesia dalam hubungan internasional pada periode ini adalah politik konfrontasi dan politik non-blok. Politik konfrontasi dijalankan terhadap negara-negara yang dianggap mengancam kedaulatan Indonesia, sedangkan politik non-blok menunjukkan upaya Indonesia untuk menjaga kemandirian dalam politik global tanpa berpihak pada blok Barat atau Timur. Artikel Orde Lama dan Hubungan Luar Negeri akan membahas kedua kebijakan tersebut, dampaknya terhadap posisi Indonesia di dunia, serta faktor-faktor yang memengaruhi arah kebijakan luar negeri Orde Lama.

Latar Belakang Kebijakan Luar Negeri Orde Lama

Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, negara ini menghadapi tantangan besar dalam menjaga kedaulatan dan memperjuangkan posisinya dalam tatanan dunia. Soekarno sebagai pemimpin yang karismatik memiliki visi besar untuk menjadikan Indonesia sebagai kekuatan global yang bebas dari pengaruh imperialisme dan kolonialisme.

Dua prinsip utama yang menjadi landasan kebijakan luar negeri Orde Lama adalah:

  1. Bebas Aktif – Indonesia tidak memihak blok Barat (kapitalis) maupun blok Timur (komunis) dalam Perang Dingin, tetapi tetap aktif dalam urusan internasional.
  2. Anti-Kolonialisme dan Imperialisme – Indonesia menolak segala bentuk penjajahan dan dominasi asing di negara-negara berkembang.

Namun, dalam perjalanannya, kebijakan luar negeri Indonesia mengalami perubahan dari pendekatan yang lebih netral menjadi lebih konfrontatif terhadap negara-negara tertentu.

Politik Non-Blok: Membangun Solidaritas Global

1. Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955

Salah satu tonggak utama politik non-blok Indonesia adalah Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955. Konferensi ini mempertemukan negara-negara yang baru merdeka untuk bersatu melawan imperialisme dan neokolonialisme. Hasil dari KAA ini menjadi dasar terbentuknya Gerakan Non-Blok (GNB) pada tahun 1961.

2. Gerakan Non-Blok (GNB)

Indonesia menjadi salah satu pendiri Gerakan Non-Blok, bersama dengan Yugoslavia, India, Mesir, dan Ghana. GNB bertujuan untuk menjaga keseimbangan global dengan tidak memihak Uni Soviet maupun Amerika Serikat.

Melalui GNB, Indonesia berupaya memperjuangkan hak-hak negara berkembang, menguatkan solidaritas Selatan-Selatan, dan menghindari keterlibatan dalam konflik ideologi global.

3. Hubungan dengan Negara-Negara Sosialis dan Kapitalis

Meskipun Indonesia mengusung politik non-blok, Soekarno cenderung lebih dekat dengan negara-negara sosialis seperti Uni Soviet dan Tiongkok. Bantuan ekonomi dan militer dari Uni Soviet membantu Indonesia memperkuat pertahanan dan infrastrukturnya, sementara hubungan dengan Tiongkok semakin erat dengan meningkatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI). Namun, Soekarno tetap berusaha menjaga hubungan diplomatik dengan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, meskipun sering terjadi ketegangan akibat perbedaan ideologi.

Politik Konfrontasi: Menentang Ancaman Kolonialisme

Di sisi lain, kebijakan luar negeri Indonesia pada masa Orde Lama juga diwarnai oleh sikap konfrontatif terhadap negara-negara yang dianggap mengancam kepentingan nasional. Terdapat dua peristiwa besar yang mencerminkan politik konfrontasi Indonesia:

1. Konfrontasi dengan Belanda: Perebutan Irian Barat

Pada awal kemerdekaan, Irian Barat (sekarang Papua) masih berada di bawah kendali Belanda. Indonesia memperjuangkan integrasi wilayah ini melalui jalur diplomasi, tetapi Belanda menolak menyerahkan wilayah tersebut.

Pada tahun 1961, Soekarno meluncurkan Trikora (Tiga Komando Rakyat) yang berisi:

  1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua oleh Belanda.
  2. Kibarkan bendera Merah Putih di Irian Barat.
  3. Bersiap untuk mobilisasi umum guna mempertahankan persatuan Indonesia.

Melalui tekanan militer dan diplomasi internasional, akhirnya Belanda menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia pada tahun 1963 melalui Perjanjian New York.

Baca juga: Siapa Tokoh yang Paling Menginspirasimu dalam Belajar? Apa yang Bisa Kamu Pelajari dari Mereka?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.