MUNGGAHAN MENYAMBUT BULAN RAMADHAN?
- A. Apa tujuan munggahan?
- B. Apa hukumnya munggahan menurut islam?
- C. Kapan munggahan dilakukan?
- D. Apakah munggahan termasuk kearifan lokal?
Munggahan menyamput bulan Ramadhan? “Munggah” bukanlah kata yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia. Namun, jika kata ini merujuk pada kata dalam bahasa Jawa, maka “munggah” memiliki arti naik atau mendaki.
Kata “munggah” sering digunakan dalam konteks aktivitas fisik, seperti mendaki gunung, menaiki tangga, atau memanjat tebing. Namun, kata ini juga bisa digunakan dalam konteks yang lebih abstrak, misalnya naik pangkat dalam pekerjaan, naik kelas dalam pendidikan, atau naik status sosial dalam masyarakat.
Sementara itu, jika “munggah” merujuk pada kata dalam bahasa lain, maka artinya bisa berbeda tergantung pada konteks dan bahasa yang dimaksud.
A. Apa tujuan munggahan?
“Munggahan” adalah salah satu tradisi atau acara yang sering dilakukan oleh masyarakat Jawa. Secara umum, tujuan dari munggahan adalah untuk mempererat hubungan antara sesama anggota keluarga atau antara orang-orang yang memiliki hubungan emosional yang dekat.
Munggahan biasanya dilakukan dengan mengundang keluarga atau teman-teman yang dianggap dekat, kemudian disediakan hidangan atau makanan khas Jawa, seperti nasi tumpeng, sate, atau gudeg. Selain itu, dalam acara munggahan juga biasanya dilakukan doa bersama dan sesi tukar pikiran atau perbincangan santai.
Dalam konteks budaya Jawa, munggahan juga dianggap sebagai salah satu bentuk syukuran atau ungkapan rasa terima kasih atas keberhasilan atau rezeki yang diterima. Maka dari itu, munggahan sering dilakukan pada acara-acara penting seperti pernikahan, kelahiran anak, atau saat merayakan kesuksesan dalam karier atau usaha.
Secara keseluruhan, tujuan dari munggahan adalah untuk memperkuat silaturahmi dan hubungan antara sesama, serta sebagai bentuk ungkapan syukur atas nikmat yang diterima.
B. Apa hukumnya munggahan menurut islam?
Munggahan adalah salah satu tradisi atau acara yang berasal dari budaya Jawa, dan dalam Islam, tradisi ini tidak memiliki hukum atau aturan yang khusus. Namun, dalam melaksanakan acara munggahan, umat Islam diharapkan untuk tetap memperhatikan nilai-nilai agama dan moral yang baik.
Dalam Islam, menjalin silaturahmi dan hubungan baik dengan sesama merupakan tindakan yang dianjurkan dan sangat ditekankan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang artinya, “Barang siapa yang ingin diluaskan rizkinya, dipanjangkan usianya, dan disegerakan ajalnya, hendaklah ia memperbaiki silaturahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Selain itu, dalam Islam juga dianjurkan untuk bersyukur atas nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Syukur dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan melakukan amalan-amalan yang baik dan bermanfaat bagi orang lain.
Dalam hal ini, munggahan dapat dijadikan sebagai bentuk syukur dan tindakan menjalin silaturahmi dengan orang-orang yang dekat atau memiliki hubungan emosional yang baik. Namun, dalam melaksanakan munggahan, perlu dihindari hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai agama atau moral yang baik, seperti hal-hal yang melanggar aturan syariat, membuang-buang harta, atau menyebabkan kerugian bagi orang lain.
C. Kapan munggahan dilakukan?
Munggahan adalah salah satu tradisi atau acara yang berasal dari budaya Jawa dan umumnya dilakukan pada momen-momen tertentu yang dianggap penting dan meriah.
Beberapa momen atau acara di mana munggahan sering dilakukan antara lain:
- Pernikahan: Munggahan sering dilakukan sebagai bentuk syukuran dan perayaan atas pernikahan. Biasanya dilakukan setelah akad nikah atau pada malam sebelum resepsi.
- Kelahiran anak: Munggahan juga dilakukan sebagai bentuk syukuran atas kelahiran anak. Acara ini biasanya diadakan beberapa hari setelah kelahiran anak.
- Khitanan: Munggahan juga sering dilakukan saat acara khitanan, sebagai bentuk perayaan dan syukuran atas tahapan penting dalam kehidupan seorang anak.
- Tasyakuran: Munggahan sering diadakan pada momen-momen tertentu yang dianggap penting seperti tasyakuran dalam berbagai kesempatan seperti kelulusan, merayakan usaha baru, atau kesembuhan dari sakit.
- Acara adat: Munggahan sering diadakan dalam acara adat seperti slametan atau selamatan, sebagai bentuk syukuran dan menjalin silaturahmi dengan keluarga, tetangga, atau kerabat.
Namun, perlu diingat bahwa pelaksanaan munggahan tidak dibatasi oleh momen atau acara tertentu saja, melainkan bisa dilakukan kapan saja untuk mempererat hubungan sosial dan silaturahmi dengan orang-orang yang dekat atau memiliki hubungan emosional yang baik.
D. Apakah munggahan termasuk kearifan lokal?
Munggahan merupakan salah satu bentuk kearifan lokal atau budaya lokal yang berasal dari masyarakat Jawa. Kearifan lokal adalah warisan budaya dari nenek moyang yang terus dilestarikan dan diwariskan secara turun temurun kepada generasi berikutnya.
Kearifan lokal mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti nilai-nilai, adat istiadat, seni, tradisi, dan cara hidup yang khas dari suatu daerah atau masyarakat.
Munggahan merupakan salah satu bentuk tradisi yang sangat kental dengan budaya Jawa, yang dilakukan sebagai bentuk syukuran dan perayaan atas momen-momen penting dalam kehidupan, seperti pernikahan, kelahiran anak, khitanan, dan lain sebagainya. Tradisi ini terus dilestarikan dan diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat Jawa sebagai salah satu bagian dari kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestarikan.
Meskipun munggahan berasal dari budaya lokal, namun dalam pelaksanaannya umat Islam diharapkan tetap memperhatikan nilai-nilai agama dan moral yang baik, sehingga acara ini bisa menjadi bentuk syukur yang baik dan bermanfaat bagi orang lain.