Jepang melakukan pertemuan dengan para Guru dan Kiai. Pada bulan Oktober 1942 suatu pertemuan para pimpinan daerah pendudukan di Tokyo diberitahu bahwa, dengan terhentinya kemajuan militer, mobilisasi rakyat di wilayah-wilayah pendudukan harus diberi prioritas.
Kolonel Horie Choso, Kepala Kantor Urusan Agama di Jakarta, melakukan perjalanan keliling Jawa pada akhir tahun itu, mengadakan pertemuan dengan para guru agama (kyai) pedesaan yang sekolah pesantrennya tampaknya menjadi alat yang ideal untuk memobilisasi dan mengindoktrinasi para pemuda.
Desember 1942 Jepang mengundang Kyai Ke Jakarta
Jepang melakukan pertemuan, pada bulan Desember 1942 Horie mengatur agar tiga puluh dua orang kyai diterima di Jakarta oleh Gunseikan, suatu kehormatan yang tidak mungkin terjadi pada zaman Belanda. Pihak Jepang kini menemukan suatu saluran untuk mobilisasi.
Pada bulan Desember mereka membuka yang lain di depan suatu pertemuan rakyat Jakarta dengan menjanjikan bahwa sebuah partai politik baru akan segera didirikan.
Pada awal tahun 1943 pihak Jepang mulai usaha mobilisasi. Gerakan-gerakan pemuda yang baru diberi prioritas tinggi dan di bawah pengawasan ketat pihak Jepang.
Pelatihan bagi para pejabar dan guru
Pada bulan Agustus 1942 sekolah-sekolah latihan bagi para pejabat dan guru baru sudah dibuka di Jakarta dan Singapura, sehingga organisasi-organisasi pemuda berkembang secara jauh lebih luas. Korps Pemuda yang bersifat semi militer (Seinendan) dibentuk pada bulan April 1943 untuk pemuda yang berusia antara 14 tahun dan 25 tahun (kemudian 22 tahun).
Korps tersebut mempunyai cabangnya sampai ke desa-desa yang besar, tetapi terutama aktif di daerah-daerah perkotaan. Untuk para pemuda yang berusia 25 tahun sampai 35 tahun dibentuklah Korps Kewaspadaan (Keibodan) sebagai organisasi polisi, kebakaran, dan serangan udara pembantu.
Baca juga Perlawanan di Kalimantan terhadap praktek imperialisme
Pada pertengahan tahun 1943 dibentuklah Heiho (pasukan pembantu) sebagai bagian dari angkatan darat dan angkatan laut Jepang. Berbagai organisasi lainnya juga dibentuk. Pada semua organisasi itu terdapat indoktrinasi yang intensif dan disiplin yang keras. Konon lebih dari dua juta pemuda Indonesia berada dalam organisasi-organisasi semacam itu, kira-kira 60 persen di antaranya dalam Keibodan.