Soeharto, Presiden kedua Republik Indonesia, memimpin selama 32 tahun dari 1966 hingga 1998, pada masa ketika dunia masih dalam cengkeraman ketegangan ideologis antara Blok Barat (Amerika Serikat dan sekutunya) dan Blok Timur (Uni Soviet dan Tiongkok) yang dikenal sebagai Perang Dingin. Dalam konteks geopolitik global tersebut, posisi Indonesia sangat strategis — sebagai negara kepulauan terbesar, anggota Gerakan Non-Blok, dan pemimpin di Asia Tenggara. Bagaimana Hubungan Soeharto dengan Dunia Internasional?
Kebijakan luar negeri Soeharto berbeda tajam dari pendahulunya, Presiden Soekarno, yang lebih konfrontatif terhadap Barat. Di bawah kepemimpinan Soeharto, Indonesia menjalankan politik luar negeri yang pragmatis, menjaga jarak dengan kekuatan besar namun tetap menjalin kerja sama erat demi pembangunan ekonomi nasional.
Artikel ini akan membahas bagaimana Soeharto menavigasi hubungan luar negeri Indonesia selama Perang Dingin: dari diplomasi ekonomi hingga posisi strategis di kawasan Asia Tenggara.
Perubahan Arah Politik Luar Negeri Setelah Soekarno
Setelah kejatuhan Soekarno dan lahirnya Orde Baru, Soeharto mengambil sikap yang lebih moderat dan bersahabat terhadap negara-negara Barat. Jika pada masa Soekarno Indonesia condong ke poros Beijing–Moskow dan keluar dari PBB, maka Soeharto justru membawa Indonesia kembali ke kancah internasional dengan pendekatan ekonomi-politik yang realistis.
Kebijakan luar negeri Indonesia di era Soeharto tetap berlandaskan pada prinsip bebas dan aktif, namun pelaksanaannya lebih mengarah pada stabilitas domestik dan pertumbuhan ekonomi. Soeharto melihat diplomasi internasional sebagai sarana untuk mendatangkan investasi, bantuan luar negeri, dan pengakuan global terhadap stabilitas Indonesia.
Hubungan dengan Amerika Serikat dan Sekutu Barat
1. Dukungan Awal AS terhadap Soeharto
Amerika Serikat menyambut positif jatuhnya Soekarno dan naiknya Soeharto ke tampuk kekuasaan, terutama karena Soeharto dianggap sebagai benteng terhadap komunisme. CIA bahkan memberikan dukungan diam-diam terhadap konsolidasi militer Indonesia setelah peristiwa G30S/PKI 1965. Ini menjadi fondasi hubungan hangat antara Washington dan Jakarta.
2. Kerja Sama Ekonomi dan Bantuan Luar Negeri
AS dan negara-negara donor lain tergabung dalam IGGI (Inter-Governmental Group on Indonesia) memberikan bantuan ekonomi besar-besaran kepada Indonesia. Bantuan ini digunakan untuk membiayai pembangunan nasional dan program Repelita.
3. Kunjungan Diplomatik Tingkat Tinggi
Soeharto beberapa kali mengunjungi Amerika Serikat dan bertemu langsung dengan Presiden AS seperti Richard Nixon, Ronald Reagan, dan George H.W. Bush. Ini menandai kedekatan kedua negara secara diplomatik dan strategis.
Hubungan dengan Blok Timur: Uni Soviet dan Tiongkok
1. Menjaga Jarak dengan Komunisme
Sebagai antitesis dari era Soekarno, Soeharto mengambil sikap hati-hati terhadap negara-negara komunis. Hubungan diplomatik dengan Tiongkok sempat dibekukan selama lebih dari dua dekade karena keterlibatan PKI dan kecurigaan atas peran Tiongkok dalam peristiwa 1965.
2. Pemulihan Hubungan Secara Bertahap
Baru pada 1990-an, hubungan diplomatik dengan Tiongkok dipulihkan, mencerminkan fleksibilitas Soeharto terhadap realitas geopolitik baru setelah Perang Dingin usai dan ekonomi Tiongkok mulai terbuka ke dunia.
Peran Indonesia dalam Gerakan Non-Blok dan ASEAN
1. Aktivis Gerakan Non-Blok
Meskipun bersahabat dengan Barat, Indonesia tetap aktif dalam Gerakan Non-Blok (GNB). Soeharto menekankan pentingnya menjaga kedaulatan dan tidak memihak secara mutlak pada salah satu kekuatan besar dunia.
2. Pendirian ASEAN dan Peran Kepemimpinan
Salah satu pencapaian terbesar diplomasi Soeharto adalah peran kunci Indonesia dalam pendirian ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) pada 1967. Organisasi ini menjadi platform regional yang penting untuk stabilitas kawasan dan kerja sama ekonomi.
Indonesia, di bawah kepemimpinan Soeharto, menjadi pemimpin informal ASEAN dalam mengatur diplomasi regional, menyelesaikan konflik seperti Kamboja, dan mempromosikan kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan damai dan netral selama Perang Dingin.
Baca juga: Strategi Soeharto dalam Mempertahankan Kekuasaan Selama 32 Tahun
Kebijakan Internasional dalam Isu Timor Timur
Salah satu aspek kontroversial dalam diplomasi internasional Soeharto adalah aneksasi Timor Timur (sekarang Timor-Leste) pada tahun 1975. Soeharto memanfaatkan kekosongan kekuasaan di wilayah bekas koloni Portugis itu untuk mengintegrasikannya ke dalam wilayah Indonesia.
Meskipun mendapat dukungan diam-diam dari negara Barat (terutama AS dan Australia), langkah ini memicu kritik internasional, terutama dari kelompok HAM dan PBB. Indonesia menghadapi tekanan diplomatik dan sorotan global hingga akhirnya Timor Timur memisahkan diri pada 1999, setahun setelah kejatuhan Soeharto.
Diplomasi Ekonomi dan Kerja Sama Selatan-Selatan
Soeharto juga aktif menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara berkembang lain melalui forum seperti Konferensi Asia-Afrika, GNB, dan Kerja Sama Selatan-Selatan. Pendekatan ini dilakukan untuk memperluas pengaruh Indonesia dan membuka peluang kerja sama perdagangan serta teknologi antar negara berkembang.
Salah satu contoh adalah hubungan erat Indonesia dengan negara-negara Afrika seperti Nigeria dan Mesir, serta kerja sama teknologi dengan Korea Selatan dan Jepang.
Akhir Era Perang Dingin dan Posisi Indonesia
Menjelang akhir Perang Dingin pada akhir 1980-an, Indonesia di bawah Soeharto menikmati posisi strategis yang diakui dunia. Namun, masuknya arus globalisasi dan meningkatnya tuntutan demokratisasi mulai menggerus legitimasi pemerintahan Soeharto yang otoriter.
Meski Indonesia berhasil menjaga hubungan internasional yang relatif stabil, di dalam negeri mulai muncul ketegangan akibat pembungkaman oposisi, korupsi, dan ketimpangan sosial — yang akhirnya memuncak dalam krisis 1998.
Kesimpulan
Hubungan Soeharto dengan dunia internasional selama Perang Dingin mencerminkan strategi diplomasi pragmatis yang berfokus pada stabilitas domestik dan pembangunan ekonomi. Indonesia menjadi negara non-blok yang disegani, berperan penting dalam pendirian ASEAN, dan menjalin kerja sama strategis dengan negara-negara besar.
Namun, sejumlah kebijakan luar negeri juga menuai kontroversi, seperti isu Timor Timur dan pembatasan terhadap Tiongkok. Warisan diplomasi Soeharto masih berpengaruh hingga kini, terutama dalam peran Indonesia di ASEAN dan hubungan ekonomi global.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Apa kebijakan luar negeri utama Soeharto selama Perang Dingin?
Soeharto menerapkan kebijakan luar negeri bebas aktif dengan pendekatan pragmatis, menjalin kerja sama dengan negara Barat sambil tetap aktif dalam Gerakan Non-Blok dan ASEAN.
2. Mengapa hubungan Indonesia dan Tiongkok memburuk di era Soeharto?
Karena kecurigaan terhadap peran Tiongkok dalam mendukung PKI dan peristiwa G30S/PKI, hubungan diplomatik dibekukan hingga tahun 1990-an.
3. Apa peran Soeharto dalam pembentukan ASEAN?
Soeharto adalah salah satu tokoh kunci dalam pembentukan ASEAN tahun 1967, yang bertujuan menciptakan stabilitas kawasan Asia Tenggara.
4. Bagaimana hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat di masa Soeharto?
Hubungan cukup erat, terutama dalam kerja sama ekonomi dan keamanan, karena Indonesia dianggap sebagai benteng antikomunisme di Asia Tenggara.
5. Mengapa aneksasi Timor Timur menjadi isu internasional?
Karena dianggap melanggar hak penentuan nasib sendiri, dan banyak laporan pelanggaran HAM selama masa integrasi dengan Indonesia.
Referensi
- Ricklefs, M.C. A History of Modern Indonesia Since c.1200.
- Schwarz, Adam. A Nation in Waiting: Indonesia’s Search for Stability.
- CIA Declassified Archives on Indonesia, 1965–1968.
- Kompas.com – https://www.kompas.com
- Tirto.id – https://www.tirto.id
- Historia.id – https://www.historia.id
- ASEAN.org – https://asean.org