Abdurrahman Wahid dan Megawati sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Abdurrahman Wahid dan Megawati sebagai Presiden dan Wakil Presiden, dalam sidang umum MPR 1999 memberi harapan yang besar bagi bangsa Indonesia.
Harapan besar itu pada umumnya bersumber dari keinginan kolektif agar kehidupan sosial, ekonomi, dan politik nasional segera pulih kembali setelah selama lebih dari 2 tahun bangsa Indonesia terpuruk di landa krisis ekonomi dan politik yang begitu dahsyat.
Kabinet Persatuan Nasional
Abdurrahman Wahid dan Megawati, Setelah menjadi Presiden, K. H. Abdurahman Wahid membentuk Kabinet yang disebut Persatuan Nasional, ini adalah kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik antara lain PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK), non partisan dan juga TNI juga ada dalam cabinet tersebut.
Kebijakan-Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid
Kebijakan awal pemerintahan Abdurrahman Wahid adalah membubarkan Departemen Penerangan.
Dimasa Orde Baru Departemen penerangan merupakan alat bagi Presiden Soeharto untuk mengekang kebebasan pers, dengan dibubarkannya Departemen tersebut maka kebebasan pers di Indonesia semakin terjamin.
Kemudian ada juga kebijakan untuk mencabut TAP MPR-RI tentang larangan terhadap Partai Komunis, ajaran Marxisme, Leninisme, dan Komunisme.
Persoalan Konflik di Daerah
Setelah dilantik menjadi Presiden, Gus Dur dihadapi pada persoalan konflik dibeberapa daerah di Indonesia. Menghadapi hal itu, setelah pengangkatan dirinya sebagai Presiden, Abdurahman Wahid. melakukan pendekatan yang lunak terhadap daerah-daerah yang berkecamuk.
Terhadap Aceh, Abdurahman Wahid. memberikan opsi referendum otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dilakukan Abdurahman Wahid. Dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut.
Netralisasi Irian Jaya, dilakukan Abdurahman Wahid. pada 30 Desember 1999 dengan mengunjungi ibukota Irian Jaya. Selama kunjungannya, Presiden Abdurahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin- pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.
Saudara dapat menyaksikan video berikut ini sebagai suplemen pengetahuan mengenai kepemimpinan Gus Dur:
Memorandum DPR
Selama berkuasa Presiden Gus Dur dinilai gagal menjalankan pemerintahannya. Gus dur melakukan pemecatan anggota kabinetnya secara sepihak tanpa sepengetahuan wakil presiden, adanya kasus buloggate dan bruneigate, yang secara tidak langsung melibatkan presiden Gus Dur,kasus ini menimbulkan memorandum I dan II oleh anggota DPR yang tidak diperhatikan oleh Presiden Gus Dur.
Gus Dur pada saat itu memberhentikan Susilo Bambang Yudhoyono yang menjadi Menkopolam, karena tidak mau mengumumkan keadaan darurat. Amien Rais yang saat itu menjadi ketua MPR mengatakan bahwa siding istimewa MPR dapat dipercepat dari 1 Agustus menjadi 23 Juli 2001.
Dekrit 23 Juli 2001
Sebagai bentuk perlawanan kepada DPR, Presiden Gus Dur mengeluarkan Dekrit pada tanggal 23 Juli 2001,yang isinya antara lain:
- membekukan MPR RI dan DPR RI,
- mengembalikan kedaulatan kepada rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan-badan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilu dalam waktu satu tahun,
- Membubarkan Partai Golkar karena dianggap warisan orde baru.
Akan tetapi dekrit ini ditolak oleh DPR melalui mekanisme votting dalam Sidang Istimewa MPR, karena dianggap melanggar haluan negara.
Saudara dapat menyaksikan video berikut ini mengenai penjelasan Gus Dur saat dilengserkan dari posisi Presiden Indonesia:
Fatwa Mahkamah Agung juga mengganggap dekrit tersebut tidak konstitusional, dimana kedudukan MPR dan DPR tidak dapat dibubarkan oleh Presiden.
Baca juga B.J. Habibie Menggantikan Soeharto Sebagai Presiden RI Ketiga
Kemudian, berdasarkan hasil sidang istimewa MPR pada tanggal 23 Juli 2001, Presiden Gus dur dilengserkan dari jabatan Presiden yang kemudian digantikan oleh Megawati Soekarno Putri.