Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 di Bandung menjadi tonggak penting dalam sejarah hubungan internasional pasca-Perang Dunia II. Dalam konferensi ini, Ir. Soekarno tampil sebagai pemimpin negara berkembang yang berpengaruh, menyuarakan aspirasi negara-negara yang baru merdeka untuk tidak terjebak dalam blok Barat atau Timur. Peristiwa ini tidak hanya memperkuat solidaritas Asia-Afrika, tetapi juga menjadi fondasi lahirnya Gerakan Non-Blok (GNB) pada awal 1960-an.
Artikel ini mengulas secara mendalam peran Soekarno dalam Konferensi Asia-Afrika dan kontribusinya terhadap terbentuknya Gerakan Non-Blok, serta relevansi semangat Bandung dalam konteks dunia modern.
Latar Belakang Konferensi Asia-Afrika
Setelah Perang Dunia II, banyak negara di Asia dan Afrika mulai meraih kemerdekaannya. Namun, dunia saat itu tengah berada dalam ketegangan Perang Dingin antara dua blok besar: Blok Barat (AS dan sekutunya) dan Blok Timur (Uni Soviet dan sekutunya). Negara-negara baru ini menghadapi dilema geopolitik—terjebak dalam tarik-menarik kepentingan dua kekuatan besar.
Dalam situasi inilah, lima negara pencetus—Indonesia, India, Pakistan, Burma (Myanmar), dan Sri Lanka—menginisiasi Konferensi Asia-Afrika sebagai upaya membangun kerja sama dan solidaritas di antara negara-negara berkembang.
Konferensi Asia-Afrika di Bandung (18–24 April 1955)
Konferensi ini berlangsung di Gedung Merdeka, Bandung, dan dihadiri oleh 29 negara dari dua benua. Negara-negara peserta mewakili lebih dari separuh populasi dunia. Mereka hadir untuk mendiskusikan isu kolonialisme, perdamaian dunia, hak asasi manusia, ekonomi, dan kerja sama internasional.
Konferensi ini menghasilkan Dasasila Bandung—sebuah deklarasi berisi sepuluh prinsip yang menegaskan semangat antikolonialisme, perdamaian, dan kerja sama internasional yang adil.
Peran Soekarno dalam Konferensi Asia-Afrika
1. Inisiator dan Tuan Rumah
Soekarno bukan hanya presiden Indonesia saat itu, tetapi juga tokoh utama di balik terselenggaranya Konferensi Asia-Afrika. Ia memprakarsai ide ini bersama dengan Jawaharlal Nehru (India), U Nu (Burma), Mohammed Ali (Pakistan), dan Sir John Kotelawala (Sri Lanka).
Sebagai tuan rumah, Soekarno mempersiapkan konferensi ini dengan sangat serius. Bandung dipilih karena lokasinya yang strategis, suasana damai, dan simbol perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Soekarno juga menginstruksikan renovasi Gedung Concordia (kemudian menjadi Gedung Merdeka) sebagai lokasi utama konferensi.
2. Orator Pembuka Konferensi
Pidato pembukaan Soekarno pada 18 April 1955 menjadi sorotan dunia. Dalam pidato itu, Soekarno menyampaikan pentingnya kemerdekaan dan persatuan di antara negara-negara Asia-Afrika. Ia menekankan bahwa dunia harus dibebaskan dari kolonialisme dalam segala bentuknya—fisik maupun ekonomi.
Salah satu kutipan terkenalnya adalah:
“Let a new Asia and a new Africa be born!”
Pidato ini menggugah semangat solidaritas dan perjuangan dari negara-negara yang hadir, serta mengokohkan posisi Indonesia di panggung internasional.
3. Pendorong Prinsip Non-Blok
Soekarno adalah salah satu pemikir awal konsep non-blok. Dalam forum tersebut, ia menegaskan pentingnya menjaga kemandirian politik dan tidak memihak kepada blok Barat maupun Timur. Konferensi ini menjadi fondasi awal Gerakan Non-Blok yang secara resmi terbentuk dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Beograd pada tahun 1961.
Isi Dasasila Bandung
Deklarasi Dasasila Bandung mencakup 10 prinsip dasar hubungan internasional yang damai, antara lain:
- Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan serta asas-asas Piagam PBB.
- Menghormati kedaulatan dan integritas wilayah semua negara.
- Mengakui persamaan semua ras dan bangsa.
- Tidak melakukan campur tangan dalam urusan dalam negeri negara lain.
- Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri.
- Tidak menggunakan peraturan pertahanan kolektif untuk kepentingan kekuatan besar.
- Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.
- Menyelesaikan konflik internasional dengan cara damai.
- Meningkatkan kepentingan bersama dan kerja sama.
- Menghormati keadilan dan kewajiban internasional.
Prinsip-prinsip ini kelak menjadi pijakan moral bagi hubungan internasional yang lebih adil dan setara.
Kontribusi terhadap Gerakan Non-Blok
Konferensi Asia-Afrika menjadi langkah awal penting menuju pembentukan Gerakan Non-Blok. Enam tahun kemudian, pada tahun 1961, KTT pertama Gerakan Non-Blok diselenggarakan di Beograd, Yugoslavia, dengan lima tokoh pendiri: Soekarno (Indonesia), Nehru (India), Nasser (Mesir), Tito (Yugoslavia), dan Kwame Nkrumah (Ghana).
Gerakan ini bertujuan untuk:
- Menghindari keterlibatan dalam aliansi militer antara Blok Barat dan Blok Timur.
- Menjaga kedaulatan dan independensi politik negara anggota.
- Mendorong perdamaian dan pembangunan di negara-negara berkembang.
Soekarno menganggap Non-Blok bukan sekadar netralitas, melainkan sikap aktif dalam menciptakan dunia yang lebih adil dan bebas dari dominasi kekuatan besar.
Baca juga: Gerakan Mahasiswa dan Peran Rakyat dalam Jatuhnya Orde Lama
Dampak Jangka Panjang
Konferensi Asia-Afrika tidak hanya berpengaruh pada masa itu, tetapi juga meninggalkan warisan penting dalam hubungan internasional:
- Mendorong dekolonisasi di berbagai negara Afrika dan Asia.
- Menguatkan suara negara-negara Selatan dalam forum internasional seperti PBB.
- Menjadi dasar pembentukan ASEAN dan organisasi kerja sama regional lainnya.
- Menjadi inspirasi dalam pembangunan tatanan dunia multipolar.
Semangat Bandung masih terus digaungkan, bahkan dalam Konferensi Asia-Afrika ke-60 tahun 2015 yang juga diselenggarakan di Indonesia.
Soekarno: Simbol Pemimpin Dunia Ketiga
Peran Soekarno dalam Konferensi Asia-Afrika menjadikannya simbol pemimpin dunia ketiga yang berani, visioner, dan antikolonial. Ia berhasil menyatukan negara-negara yang berbeda ideologi, ras, dan latar belakang sejarah untuk satu tujuan: perdamaian dan kemerdekaan.
Soekarno membuktikan bahwa pemimpin dari negara berkembang pun dapat memainkan peran penting di panggung global jika didasarkan pada moral, prinsip, dan keberanian.
Kesimpulan
Konferensi Asia-Afrika 1955 dan peran Soekarno di dalamnya merupakan momen kunci dalam sejarah internasional. Dalam masa yang penuh ketegangan geopolitik, Soekarno mampu menyuarakan nilai-nilai kemerdekaan, kedaulatan, dan solidaritas global.
Gerakan Non-Blok yang lahir dari semangat Bandung masih relevan hingga kini, terutama dalam menghadapi tantangan global seperti ketimpangan ekonomi, ketidakadilan global, dan ancaman terhadap kedaulatan negara berkembang.
Semangat dan visi Soekarno patut terus dikenang dan dijadikan inspirasi dalam membangun dunia yang damai, adil, dan setara.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Apa tujuan utama Konferensi Asia-Afrika 1955?
Tujuan utamanya adalah memperkuat solidaritas negara-negara Asia dan Afrika, menolak kolonialisme, serta mendorong kerja sama dalam berbagai bidang tanpa harus berpihak pada blok politik manapun.
2. Apa isi dari Dasasila Bandung?
Dasasila Bandung berisi 10 prinsip dasar hubungan internasional seperti penghormatan terhadap kedaulatan negara, tidak campur tangan, penyelesaian damai konflik, dan kerja sama antarbangsa.
3. Apa hubungan Konferensi Asia-Afrika dengan Gerakan Non-Blok?
Konferensi ini menjadi landasan awal lahirnya Gerakan Non-Blok yang secara resmi dibentuk pada 1961 untuk menolak keterlibatan dalam blok Barat atau Timur.
4. Siapa tokoh penting dalam Konferensi Asia-Afrika?
Selain Soekarno, tokoh penting lainnya termasuk Jawaharlal Nehru (India), Gamal Abdel Nasser (Mesir), dan U Nu (Burma).
5. Di mana Konferensi Asia-Afrika 1955 diselenggarakan?
Konferensi berlangsung di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia.
Referensi
- Indonesia.go.id: https://www.indonesia.go.id
- Arsip Nasional Republik Indonesia: https://anri.go.id
- Perpusnas RI: https://www.perpusnas.go.id
- Sekretariat Negara RI: https://www.setneg.go.id
- Buku “Soekarno: Penyambung Lidah Rakyat” oleh Cindy Adams
- UN Non-Aligned Movement Resources: https://www.un.org