Sebelum Indonesia menjadi jajahan Belanda selama lebih dari tiga abad, wilayah Nusantara terlebih dahulu menjadi ajang perebutan pengaruh antara kekuatan maritim Eropa, terutama Portugis, Spanyol, dan kemudian Belanda. Persaingan ini tidak semata tentang rempah-rempah, tetapi juga berkaitan dengan kekuasaan, agama, dan dominasi ekonomi global pada masa penjelajahan samudra abad ke-15 hingga ke-17. Bagaimana Persaingan Belanda dengan Portugis dan Spanyol dalam Menguasai Nusantara?
Artikel ini membahas bagaimana Persaingan Belanda dengan Portugis dan Spanyol dalam Menguasai Nusantara, strategi masing-masing bangsa Eropa, serta dampaknya terhadap kerajaan-kerajaan lokal dan masyarakat Indonesia.
Kedatangan Portugis di Nusantara
Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang berhasil mencapai wilayah Nusantara melalui jalur laut. Pada tahun 1511, Portugis di bawah pimpinan Afonso de Albuquerque berhasil merebut Malaka, yang saat itu merupakan pusat perdagangan penting di Asia Tenggara.
Setelah menguasai Malaka, Portugis mulai melakukan ekspedisi ke wilayah timur untuk mencari rempah-rempah, terutama cengkeh dan pala yang banyak ditemukan di Maluku. Pada tahun 1512, Antonio de Abreu dan Francisco Serrão berhasil mencapai Maluku dan menjalin hubungan dagang dengan Kerajaan Ternate.
Portugis kemudian membangun benteng di Ternate dan memaksakan monopoli perdagangan rempah-rempah. Namun, dominasi mereka mulai memicu konflik dengan kerajaan lokal, terutama karena pendekatan mereka yang sering disertai pemaksaan agama dan kekerasan militer.
Keterlibatan Spanyol di Nusantara
Spanyol, sebagai rival utama Portugis, juga mencoba menguasai wilayah Asia. Namun, karena perjanjian Tordesillas (1494) antara Portugis dan Spanyol yang membagi dunia menjadi dua wilayah pengaruh, Spanyol lebih fokus ke arah barat, termasuk Filipina.
Namun, pada awal abad ke-16, Spanyol tetap mencoba menjangkau Maluku. Pada tahun 1521, armada yang dipimpin oleh Juan Sebastián Elcano (melanjutkan ekspedisi Ferdinand Magellan) mencapai Tidore dan menjalin hubungan dengan kerajaan lokal yang menjadi saingan Ternate. Ini menandai dimulainya konflik antara Portugis dan Spanyol di Maluku.
Ketegangan ini berlangsung selama beberapa dekade hingga akhirnya diselesaikan melalui Perjanjian Zaragoza (1529), yang menetapkan Maluku sebagai wilayah pengaruh Portugis dan Spanyol fokus ke Filipina.
Masuknya Belanda ke Nusantara
Belanda baru memasuki persaingan ini di akhir abad ke-16, setelah berhasil memerdekakan diri dari penjajahan Spanyol. Motivasi utama Belanda adalah mengambil alih kendali perdagangan rempah-rempah yang sebelumnya dikuasai Portugis dan Spanyol.
Pada 1596, ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman tiba di Banten. Meskipun tidak langsung sukses secara ekonomi, ekspedisi ini membuka jalan bagi kedatangan Belanda berikutnya dengan misi dagang yang lebih terorganisir.
Tahun 1602, Belanda membentuk VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), kongsi dagang yang mendapat hak monopoli dari pemerintah Belanda untuk berdagang dan membentuk kekuatan militer di Asia. Dengan kekuatan inilah, Belanda mulai menyingkirkan Portugis dan Spanyol satu per satu dari Nusantara.
Strategi dan Persaingan Dagang
Portugis: Agama dan Benteng
Portugis menggunakan pendekatan kombinasi antara perdagangan dan misi keagamaan. Mereka membangun benteng di wilayah strategis seperti Malaka dan Ternate, dan juga menyebarkan agama Katolik melalui para misionaris.
Namun, pendekatan Portugis yang keras dan sering mengabaikan kepentingan lokal membuat mereka ditentang oleh kerajaan-kerajaan Nusantara. Hal ini menjadi celah yang dimanfaatkan oleh kekuatan Eropa lainnya.
Spanyol: Dukungan terhadap Kerajaan Saingan
Spanyol memanfaatkan persaingan antar kerajaan lokal, misalnya mendukung Tidore yang merupakan rival Ternate. Meskipun pengaruhnya tidak sebesar Portugis di Nusantara, Spanyol cukup aktif di Maluku hingga awal abad ke-17 sebelum akhirnya fokus ke Filipina.
Belanda: Koalisi dan Politik Adu Domba
Belanda tidak hanya datang dengan senjata dan kapal dagang, tetapi juga dengan strategi politik adu domba. Mereka menjalin hubungan dengan kerajaan lokal yang ingin membebaskan diri dari dominasi Portugis dan Spanyol.
Contohnya adalah bagaimana Belanda bersekutu dengan Ternate untuk mengusir Portugis dari Ambon dan Banda. Kemudian, mereka juga menaklukkan Malaka dari tangan Portugis pada tahun 1641, yang menjadi titik penting dalam dominasi Belanda di Asia Tenggara.
Konflik dan Perebutan Wilayah
Selama lebih dari satu abad, Nusantara menjadi medan konflik terbuka antara kekuatan Eropa. Berikut beberapa momen penting:
- Pertempuran Malaka (1641): VOC dan Kesultanan Johor bersatu melawan Portugis. Belanda akhirnya berhasil merebut Malaka.
- Pertempuran di Ambon dan Banda: Belanda memaksa masyarakat lokal menjual rempah-rempah hanya kepada VOC. Yang menolak, seperti di Banda, mengalami pembantaian (1621).
- Pengusiran Portugis dari Timor Timur (akhir abad ke-18): Meskipun Portugis tetap bertahan di Timor Timur, pengaruh mereka di sebagian besar wilayah Nusantara memudar.
Dampak Bagi Masyarakat dan Kerajaan Lokal
1. Kehilangan Kedaulatan
Kerajaan-kerajaan lokal menjadi semakin tergantung pada kekuatan asing. Banyak penguasa lokal yang kehilangan kekuasaan setelah menjalin kerja sama dengan pihak Eropa.
2. Kerusakan Sosial dan Budaya
Intervensi asing memicu konflik internal, disintegrasi politik, dan pergeseran sistem sosial yang sebelumnya harmonis.
3. Dominasi Ekonomi Eropa
Masyarakat lokal tidak lagi bebas berdagang. Mereka harus mengikuti sistem monopoli, dipaksa menjual hasil bumi dengan harga murah, dan sering mengalami kerja paksa.