Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret 1966 adalah titik balik dalam sejarah politik Indonesia. Peristiwa ini menjadi awal mula peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Jenderal Soeharto, yang kemudian melahirkan era Orde Baru. Artikel ini akan membahas peran Soeharto dalam Supersemar, bagaimana ia memanfaatkan surat perintah tersebut, dan dampaknya terhadap perjalanan bangsa Indonesia.
Latar Belakang Supersemar
Pada pertengahan 1960-an, Indonesia berada dalam krisis politik dan ekonomi yang serius. Beberapa faktor utama yang menyebabkan instabilitas ini antara lain:
- Dominasi PKI dalam Politik Nasional – Partai Komunis Indonesia (PKI) semakin berpengaruh di bawah kepemimpinan D.N. Aidit dan mendapat dukungan dari Soekarno.
- Gerakan 30 September 1965 (G30S) – Peristiwa ini menyebabkan terbunuhnya enam jenderal Angkatan Darat dan memicu konflik antara PKI dan militer.
- Krisis Ekonomi – Inflasi yang tinggi dan kesulitan ekonomi menambah keresahan di masyarakat.
- Demonstrasi Mahasiswa – Kelompok mahasiswa menuntut pembubaran PKI, perbaikan ekonomi, dan stabilitas nasional.
Dalam situasi yang semakin genting, Presiden Soekarno menghadapi tekanan besar dari berbagai pihak, terutama militer dan mahasiswa. Inilah yang menjadi latar belakang dikeluarkannya Supersemar.
Peran Soeharto dalam Supersemar
1. Menerima dan Menafsirkan Supersemar
Pada 11 Maret 1966, tiga jenderal utusan Soeharto, yaitu Jenderal Basuki Rahmat, Jenderal M. Yusuf, dan Jenderal Amirmachmud, bertemu dengan Presiden Soekarno di Istana Bogor. Mereka membawa surat perintah yang kemudian dikenal sebagai Supersemar. Surat ini memberikan wewenang kepada Soeharto untuk mengambil tindakan guna mengendalikan keamanan dan stabilitas nasional.
Setelah menerima Supersemar, Soeharto segera menafsirkan bahwa ia memiliki kuasa penuh untuk mengambil langkah-langkah besar dalam pemerintahan. Hal ini menjadi titik awal dari dominasi Soeharto dalam politik Indonesia.
2. Pembubaran PKI dan Penangkapan Tokoh-Tokohnya
Salah satu langkah pertama yang diambil Soeharto setelah mendapatkan Supersemar adalah mengeluarkan keputusan pembubaran PKI. Dalam waktu singkat, ribuan anggota PKI ditangkap, dan banyak yang dieksekusi tanpa melalui proses hukum yang jelas.
Langkah ini memperkuat posisi Soeharto, karena ia berhasil mendapatkan dukungan dari militer dan kelompok anti-komunis.
Baca juga: Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948)