Empat elemen pribadi manusia yang patut dikembangkan sesuai protensi. Pertama adalah Idea, kedua adalah nafsu sufiyah, ketiga adalah ego atau nafsu lawwamah dan keempat adalah nafsu mutmainnah atau nafsu Ilahiah (Rahardjo, 2007).
Empat Elemen pribadi Manusia
Gagasan (Idea) adalah dorongan-dorongan atau insting jasmaniah yang memberi kekuatan untuk hidup sebagai manusia basariah atau manusia jasmaniah.
Nafsu Sufiyah ini menyebabkan sikap agresif manusia yang mengaggap manusia lainnya sebagai saingannya. Nafsu sufiyah adalah nafsu yang melahirkan cinta, simpati dan empati kepada manusia yang lain. Jika nafsu jasmaniah menimbulkan ketagangan, nafsu sufiyah menimbulkan relaksasi.
Ego adalah bagian kepribadian manusia yang kritis karena ego adalah bagian kepribadian yang berfikir atau rasional.
Sedangkan nafsu mutmainnah atau Ilahiah adalah bagian kepribadian yang menampung nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh keluarga dan masyarakat. Dari empat bagian itu, kombinasi ego dan nafsu sufiyah berperan sebagai pengendali dan penyeimbang.
Empat elemen pribadi manusia, jika Idea mendorong kepada kejahatan, maka nafsu Ilahiah mendorong kepada kebaikan dan idealitas. Perkembangan yang berlebihan pada Id maupun nafsu mutmainnah menimbulkan neurosis atau sakit jiwa.
Karena itu, maka kedua kutub kepribadian tersebut harus bisa diharmonisasikan oleh Ego dan nafsu sufiyah. Namun kesemuan nafsu itu bersama-sama membentuk kebudayaan. Ketertinggalan pada salah satu nafsu akan menimbulkan masalah, penyelewengan atau ekses dalam kebudayaan.
Kecenderungan penyimpangan
Kecenderungan penyimpangan itu ada empat macam: reifikasi, manupulasi, fragmentasi dan individualisasi (Rahardjo, 2007). Masingmasing kecenderungan itu menyimpangkan manusia dari tujuan kebudayaan yang sesungguhnya, walaupun hal itu sering tidak disadari oleh manusia.
Reifikasi
Reifikasi adalah kecenderungan untuk mewujudkan segala kebudayaan dalam bentuk-bentuk, angka-angka atau kuantitas dan bentuk lahiriah. Kepuasan pekerjaan diukur dari segi material, tingkah laku lahiriah, rupa, suara dan bahasa yang bisa ditangkap oleh pancaindera.
Hal ini tampak pada laporan pembangunan yang memperlihatkan keberhasilan-keberhasilan dengan angka, dalam kuantitas dan statistik perkembangan (time-series). Kecenderungan ini seringkali berlebihan misalnya dengan mengukur perasaan cinta, kesenangan, keindahan atau kebahagiaan. Karena itu yang bersifat mental atau rohaniah tidak tampak dan dirasakan.
Di sinilah terjadinya pendangkalan pemaknaan kebudayaan. Sukses kesenian umpamanya, diukur dengan nilai komersial suatu pertunjukan. Ekses yang tampak adalah produksi massal dan komersialisasi barang-barang kesenian, yang menjadikan manusia sebagai alat produksi dan objek pemerasan, atau ritualisasi kegiatan ibadah atau bahkan komersialisasi agama.
Manupulasi
Manipulasi adalah kegiatan yang menyalahgunakan proses dan barang kebudayaan untuk kepentingan yang rendah, misalnya demi keuntungan. Manipulasi ini tampak dalam iklan yang mengelabui orang tentang suatu produk, misalnya melebih-lebihkan khasiat suatu obat atau mengubah informasi dampak negatif suatu barang konsumsi menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Misalnya memperagakan rokok yang sebenarnya menggangu dan merusak kesehatan menjadi simbol kejantanan atau gaya hidup pria yang terhormat. Maksudnya adalah supaya barang itu laku dijual, padahal pengonsumsian atau penggunaannya akan merugikan, tetapi hal itu disembunyikan dengan mengelabui orang dengan video klip atau film-iklan.
Manipulasi itu sering terkesan merupakan pembohongan publik, namun merupakan informasi yang efektif dan mengandung nilai komersial yang tinggi. Di sini yang banyak dimanipulasi adalah hasil karya kesenian atau dakwah keagamaan.
Fragmentasi
Fragmentasi adalah gejala penyekatan yang tampak dari akibat spesialisasi, profesionalisasi dalam kegiatan-kegiatan orang-orang badan kelompok-kelompok masyarakat. Fregmentasi ini menghasilkan suatu bangunan yang parsial dan berdimensi tunggal (one-dimension). Di sini, manusia dihargai dari ketrampilan dan keahliannya yang khusus. Dalam profesionalisme, kedudukan dan jabatan seseorang menjadi penting yang menutupi kualitas-kualitas kemanusiaan yang lain.
Dalam profesionalisme persaingan dalam keahlian merupakan aturan permainan, sehingga hubungan antar-manusia menjadi kaku dan tidak akrab. Memang hubungan antar-manusia menjadi rasional, tetapi hal ini mereduksi hubungan emosional, karena hubungan emosional dianggap destruktif terhadap profesionalisme.
Fragmentasi ini bisa berlanjut menjadi alienasi seseorang dari masyarakat atau benda-benda sekelilingnya, bahkan yang dibuatnya sendiri. Dalam fragmentasi ini, kehidupan manusia dikotak-kotakkan dalam profesi, spesialisasi, kedudukan dan jabatan yang bersifat hierarkis. Fragmantasi merupakan represi dalam kehidupan kebudayaan karena orang terlalu dikuasai oleh disiplin yang didorong oleh persaingan.
Individualisasi
Individualisasi adalah kecenderungan memecah masyarakat menjadi individu-individu yang dikemudikan oleh kepentingan pribadi (self-interest) yang sempit. Sebenarnya dampak individualisasi itu perlu dibedakan antara individualisme dan egoisme. Individualisme adalah paham yang menghargai individu dan menghormati diri pribadi seseorang yang otonom yang memiliki hak-hak asasi dalam suatu negara atau masyarakat. Individualisme itu melahirkan penghargaan pada diri sendiri, tetapi harus juga menghargai individu yang lain.
Individualisme adalah juga penghargaan pada hak-hak pribadi, misalnya hak milik dan kebebasan. Tetapi hak milik dan kebebasan seseorang itu dibatasi oleh hak milik dan kebebasan orang lain. Karena itu, maka individualisme menghasilkan kebebasan dan otonomi individu tetapi juga sekaligus kewajiban-kewajiban asasi individu terhadap masyarakat.
Dampak lain individualisasi adalah egoisme, yaitu sikap yang mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan kepentingan orang lain. Egoisme ini adalah penyimpangan dari tujuan kebudayaan, sedangkan individualisme, jika dipahami dan dipraktekkan secara benar, masih berada dalam ruang lingkup kebudayaan, karena individualisme memberikan penghargaan dan pemuliaan kepada manusia sebagai individu.
Namun individualisme ini bisa kebablasan menjadi egoisme karena melepaskan dirinya dari masyarakat. Karena itu maka individualisme harus diimbangi dengan prinsip-prinsip komunitarian karena individu itu tidak mungkin ada atau berfungsi tanpa komunitas.
Kombinasi
Kombinasi antara individualisme dan komunitarianisme, yang merupakan harmonisasi, jalan tengah dan moderasi itulah yang membentuk kebudayaan.
Baca juga Dimensi-dimensi Pendidikan Multikultural
Individualisme sebenarnya merupakan peringatan untuk waspada terhadap kemungkinan berkembang kepada otoritarianisme, karena otoritarianisme menimbulkan penindasan kepada hak-hak asasi manusia.
Otoritarianisme itu di masa lalu lahir dari persekutuan antara otoritas keagamaan dan otoritas politik atau kekuasaan. Kemudian pada abad ke 20, otoritarianisme lahir dari persekutuan antara ideologi dan kekuasaan, sehingga dalam suatu negara otoriter, hegemoni dipertahankan dengan aparatur negara dan aparatur ideologi.