Strategi pengelolaan konflik yang lebih efektif

Strategi pengelolaan konflik yang lebih efektif

Strategi pengelolaan konflik yang lebih efektif, strategi yang dipandang lebih efektif dalam pengelolaan konflik meliputi:

  1. koesistensi damai, yaitu mengendalikan konflik dengan cara tidak saling mengganggu dan saling merugikan, dengan menetapkan peraturan yang mengacu pada perdamaian serta diterapkan secara ketat dan konsekuen;
  2. dengan mediasi (perantaraan). Jika penyelesaian konflik menemui jalan buntu, masing-masing pihak bisa menunjuk pihak ketiga untuk menjadi perantara yang berperan secara jujur dan adil serta tidak memihak.

Sedangkan strategi yang dipandang paling efektif, antara lain: (1) tujuan sekutu besar, yaitu dengan melibatkan pihak-pihak yang berkonflik ke arah tujuan yang lebih besar dan kompleks. Misalnya denga cara membangun sebuah kesadaran nasional yang lebih mantap; (2) tawar-menawar integratif, yaitu dengan menggiring pihak-pihak yang berkonflik, untuk lebih berkonsentrasi pada kepentingan yang luas, dan tidak hanya berkisar pada kepentingan sempit, misalnya kepentingan individu, kelompok, golongan atau suku bangsa tertentu.

Konflik bertentangan dengan integrasi.

Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.  

Pengendalian konflik dengan cara konsiliasi, terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan di antara pihak-pihak yang berkonflik. Lembaga yang dimaksud diharapkan berfungsi secara efektif, yang sedikitnya memenuhi empat hal:

  1. harus mampu mengambil keputusan secara otonom, tanpa campur tangan dari badan-badan lain;
  2. lembaga harus bersifat monopolistis, dalam arti hanya lembaga itulah yang berfungsi demikian;
  3. lembaga harus mampu mengikat kepentingan bagi pihak-pihak yang berkonflik; dan.
  4. lembaga tersebut harus bersifat demokratis. Tanpa keempat hal tersebut, konflik yang terjadi di antara beberapa kekuatan sosial, akan muncul ke bawah permukaan, yang pada saatnya akan meledak kembali dalam bentuk kekerasan. 

Pengendalian dengan cara mediasi, dengan maksud bahwa pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasihat-nasihat, berkaitan dengan penyelesaian terbaik terhadap konflik yang mereka alami. 

Pengendalian konflik dengan cara perwasitan

Dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menerima pihak ketiga, yang akan berperan untuk memberikan keputusan-keputusan, dalam rangka menyelesaikan yang ada. Berbeda dengan mediasi, cara perwasitan mengharuskan pihak-pihak yang berkonflik untuk menerima keputusan yang diambil oleh pihak wasit. 

Baca juga Konflik muncul diakibatkan salah satunya perebutan sumberdaya

Pola penyelesaian konflik juga bisa dilakukan dengan menggunakan strategi seperti berikut: 

  1. gunakan persaingan dalam penyelesaian konflik, bila tindakan cepat dan tegas itu vital, mengenai isu penting, dimana tindakan tidak populer perlu dilaksanakan;
  2. gunakan kolaborasi untuk menemukan pemecahan masalah integratif bila kedua perangkat kepentingan terlalu penting untuk dikompromikan;
  3. gunakan penghindaran bila ada isyu sepele, atau ada isu lebih penting yang mendesak; bila kita melihat tidak adanya peluang bagi terpuaskannya kepentingan anda;
  4. gunakan akomodasi bila diketahui kita keliru dan untuk memungkinkan pendirian yang lebih baik didengar, untuk belajar, dan untuk menunjukkan kewajaran; dan
  5. gunakan kompromis bila tujuan penting, tetapi tidak layak mendapatkan upaya pendekatan-pendekatan yang lebih tegas disertai kemungkinan gangguan. 
Pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menerima pihak ketiga sebagai penengah (perwasitan) (ilustrasi foto/Enterpreneur Camp)

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.