Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) adalah kongsi dagang Belanda yang menguasai perdagangan dan pemerintahan di Nusantara selama lebih dari dua abad. Namun, korupsi, utang yang membengkak, serta perlawanan rakyat menyebabkan VOC bangkrut pada akhir abad ke-18. Pada tahun 1799, VOC resmi dibubarkan, dan wilayah-wilayah yang dikuasainya diambil alih oleh pemerintah Belanda. Perubahan ini membawa dampak besar terhadap sistem pemerintahan di Hindia Belanda, dengan kolonialisme yang semakin tersentralisasi di bawah kendali langsung pemerintah Belanda.
Latar Belakang Kebangkrutan VOC
VOC mengalami berbagai masalah yang akhirnya menyebabkan kehancurannya:
- Korupsi di dalam organisasi – Banyak pejabat VOC yang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi.
- Beban utang yang besar – VOC mengalami kesulitan finansial akibat biaya perang dan operasional yang tinggi.
- Persaingan dengan negara lain – Inggris dan Perancis mulai menyaingi dominasi VOC di Asia Tenggara.
- Perlawanan dari rakyat Nusantara – Banyak kerajaan dan masyarakat setempat yang memberontak terhadap sistem monopoli dan penindasan VOC.
Setelah VOC dibubarkan, seluruh aset dan wilayahnya diserahkan kepada pemerintah Belanda. Dengan demikian, sistem pemerintahan kolonial berubah dari kendali perusahaan dagang menjadi administrasi langsung oleh negara.
Sistem Pemerintahan Hindia Belanda
Setelah VOC dibubarkan, Belanda mulai membangun sistem pemerintahan yang lebih terstruktur di Nusantara, yang dikenal sebagai Hindia Belanda. Perubahan utama dalam pemerintahan kolonial meliputi:
1. Pemerintahan di Bawah Republik Bataaf (1799-1811)
Ketika Belanda jatuh ke tangan Perancis dan berubah menjadi Republik Bataaf, wilayah Nusantara masih dikelola oleh pemerintah Belanda. Namun, pada tahun 1808, Herman Willem Daendels diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda dengan tugas utama mempertahankan wilayah ini dari ancaman Inggris. Beberapa kebijakan penting Daendels meliputi:
- Pembangunan Jalan Raya Pos (Grote Postweg) dari Anyer hingga Panarukan untuk mempercepat mobilisasi militer.
- Militerisasi pemerintahan guna mempertahankan wilayah dari serangan Inggris.
- Eksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja melalui kerja paksa (rodi).
2. Pendudukan Inggris di Hindia Belanda (1811-1816)
Pada tahun 1811, Inggris berhasil merebut Hindia Belanda dan mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur. Pemerintahan Inggris di Nusantara berlangsung singkat tetapi membawa beberapa perubahan penting:
- Penghapusan sistem tanam paksa dan kerja rodi.
- Reformasi pemerintahan dan administrasi yang lebih efisien.
- Pembukaan perdagangan bebas yang mengurangi monopoli Belanda.
Namun, pada tahun 1816, Belanda kembali menguasai Hindia Belanda setelah kekalahan Napoleon di Eropa.
3. Kembalinya Pemerintahan Kolonial Belanda (1816-1942)
Setelah Inggris menyerahkan kembali Hindia Belanda kepada Belanda, pemerintahan kolonial diatur ulang dengan sistem yang lebih tersentralisasi. Beberapa perubahan utama meliputi:
- Sistem tanam paksa (Cultuurstelsel) yang diperkenalkan oleh Johannes van den Bosch pada 1830 untuk mengisi kas Belanda yang kosong.
- Pemisahan kekuasaan antara gubernur jenderal dan residen untuk meningkatkan efisiensi administrasi.
- Pembangunan infrastruktur dan ekspansi wilayah kolonial guna memperkuat kontrol Belanda atas Nusantara.
Dampak Perubahan Sistem Pemerintahan
Perubahan dari VOC ke pemerintahan Hindia Belanda membawa dampak besar terhadap rakyat dan wilayah Nusantara:
1. Eksploitasi yang Lebih Sistematis
Sistem tanam paksa yang diperkenalkan setelah VOC bangkrut menyebabkan penderitaan rakyat karena mereka diwajibkan menanam komoditas ekspor seperti kopi, teh, dan gula.
Baca juga: Pihak yang Bertanggung Jawab atas Terjadinya Peristiwa G30S/PKI