IPS Kelas 8Sejarah

Proses Terbentuknya Kesadaran Nasional dan Perkembangan Pergerakan

Proses Terbentuknya Kesadaran Nasional dan Perkembangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Kesadaran nasional adalah suatu sikap yang dimiliki suatu bangsa berkaitan dengan tanggung jawab hak dan kewajibannya. Kesadaran nasional ini tumbuh setelah memahami sejarah bangsanya.

Dengan adanya kesadaran nasional akan mampu menumbuhkan semangat untuk bertindak menentang penjajahan. Salah satu wujud adanya kesadaran itu adalah pertumbuhan organisasi pergerakan nasional seperti BU, SI, Insulinde, Indische Partij, dan sebagainya. 

Disamping itu juga muncul strstegi perjuangan seperti melalui cara kooperasi, non koperasi. Bangsa Indonesia memperingati hari Kebangkitan Nasionalnya setiap tanggal 20 Mei. Hal ini mengingatkan kita akan lahirnya Budi Utomo pada tanggal 20 Mai 1908.

Dari uraian berikut ini, kamu akan dapat memahami terbentuknya kesadaran nasional, identitas Indonesia dan perkembangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia.

1. Lahirnya kelompok intelektual

Sistem diskriminasi rasial terjadi dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan. Sistem yang dikembangkan tersebut dikenal dengan Stelsel Kolonial. Masyarakat terbelah dalam beberapa strata yaitu orang Belanda asli/totok, Belanda Campuran, Timur Asing dan Bumi Putra (pribumi). Masyarakat pribumi ini masih memiliki tingkatan-tingkatan seperti golongan bangsawan, priyayi dan rakyat biasa.

Dalam masalah pendidikanpun juga terjadi diskriminasi, karena sekolah untuk masyarakat Eropa, Timur Asing dan kelompok bangsawan berbeda dengan sekolah untuk golongan pribumi. Untuk pribumi adalah sekolah kelas dua, yang hanya untuk kemampuan membaca dan menulis. Dengan demikian golongan pribumi akan tertinggal dalam bidang intelektual.

Salah satu ciri masyarakat terjajah, adalah terbatasnya kaum cerdik pandai (intelektual). Jika ingin merubah semua itu tentunya bagaimana rakyat dapat memperoleh kesempatan belajar yang selama ini terjadi diskriminasi antara orang Belanda dengan kaum Bumi Putra. Dalam rangka mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran ternyata masih ada sekelompok masyarakat di Belanda yang peduli akan nasib rakyat Indonesia itu.

Pada tahun 1898, dalam majalah de Gids, dia menulis artikel berjudul Een Ereschuld (Hutang Kehormatan atau Hutang Budi). Dijelaskannya bahwa Belanda banyak menyengsarakan rakyat Indonesia. Telah begitu besar kekayaan Indonesia mengalir ke Belanda (politik batig slof). Untuk itu, perlu ada pengembalian kepada bangsa Indonesia oleh pemerintah Belanda, karena itu merupakan suatu hutang.

Keterbatasan kaum cerdik pandai

Terbatasnya kaum cerdik pandai oleh karena bidang pendidikan bukan menjadi prioritas Belanda. Pada masa VOC keinginan Belanda adalah bagaimana memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya. Itulah sebabnya diambil kebijakan monopoli perdagangan. Sistem Tanam Paksa yang dilakukan oleh Belanda ternyata membawa kesengsaraan yang luar biasa bagi rakyat Indonesia. Pelaksanaan sistem tanam paksa telah mengakibatkan rakyat Indonesia menderita. 

Namun karena desakan dari berbagai pihak terutama dari kalangan kaum liberal di negeri Belanda lahir kemudian politik etis. Kebijaksanaan yang diambil sebagai balas budi adalah dengan menerima konsep Th. C. Van Deventer yang dituangkan dalam trilogi, yang meliputi irigasi, emigrasi, dan edukasi.

Baca juga Lahirnya Nasionalisme dan Kesadaran Nasional Menjadi Awal Pergerakan

Di atas telah disebutkan, bahwa sistem pendidikan kolonial bersifat diskriminatif. Pada mulanya, diperkenalkan Sekolah Kelas Dua untuk anak-anak pribumi dan Sekolah Kelas Satu untuk anak-anak pegawai negeri, orang-orang yang punya kedudukan dalam masyarakat, dan masyarakat golongan “berpunya”. Bagi golongan Eropa dan para bangsawan disediakan Sekolah Rendah. Sejak Abad ke-20 dibuka sistem sekolah desa atau Volksschool yang lamanya tiga tahun. Bagi yang akan melanjutkan, disediakan sekolah sambungan (Vervolgschool) selama dua tahun.

13a. Sekolah pada Jaman Belanda dibagi menjadi 2 Kelompok, Kelas Dua untuk anak-anak pribumi dan sekolah kelas Satu untuk anak-anak pengawai negeri golongan orang kaya. dan Bagi golongan Eropa dan bangsawan disediakan sekolah Rendah. (foto/kompas)

Perkembangan sistem pendidikan itu sebenarnya menjadi bumerang bagi Belanda di Indonesia. Walaupun sistem pendidikan Barat memperkenalkan sistem nilai Barat, akan tetapi rasa kebangsaan rakyat Indonesia tidaklah luntur. Hal itu terlihat dari munculnya semangat kebangsaan, yang kemudian menjadi sebuah gerakan.

Muncul tokoh-tokoh pergerakan

Muncullah tokoh-tokoh pergerakan nasional, seperti dr. Sutomo, dr. Wahidin Sudirohusodo, dan Surjadi Suryaningrat, tidak dapat dilepaskan dari adanya kemajuan dalam bidang pendidikan tersebut. Melalui ilmu yang diperoleh di bangku sekolah, kesadaran mereka justru tumbuh subur untuk menyusun kekuatan, yang kemudian menjelma menjadi organisasi modern. Semua itu tidak terlepas dari munculnya para intelektual yang akhirnya menjadi pelopor pergerakan nasional.

Baca juga Organisasi Pergerakan Nasional Upaya Melepaskan Diri dari Penjajahan

Untuk mendukung pelaksanaan Politik Etis, pemerintah Belanda mencanangkan Politik Asosiasi dengan semboyan unifikasi. Politik Asosiasi berkaitan dengan sikap damai dan menciptakan hubungan harmonis antara Barat (Belanda) dan Timur (Rakyat pribumi). Dengan Politik Asosiasi dan semboyan unifikasi, akan terjadi suatu proses pembelandaan terhadap rakyat Indonesia.

Namun demikian ternyata cara yang dilakukan Belanda ini tidak memperoleh sambutan dari rakyat Indonesia sehingga kebijakan ini tidak membawa hasil. Mereka berpandangan bahwa bangsa Belanda merasa superior, lebih kuat dan unggul, sehingga politik Asosiasi justru menimbulkan hubungan yang paternalistik. Belanda berperan sebagai Bapak dan Indonesia sebagai anak yang masih harus dibina. 

Politik Etis

Setelah dilaksanakannya Politik Etis sebagai salah satu kebijakan pemerintah Hindia Belanda, banyak lembaga pendidikan mulai berdiri. Namun demikian ternyata diskriminasi rasial menjadi salah satu hambatan masuk sekolah. Sistem pendidikan juga dikembangkan disesuaikan dengan status sosial masyarakat (Eropa, Timur Asing dan Bumiputra). Untuk kelompok bumiputra masih diwarnai oleh status keturunan yang terdiri dari kelompok bangsawan kaum priyayi dn rakyat jelata.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka struktur pendidikan terdiri dari pendidikan dasar yang didalamnya ada ELS (Europese Legerschool) dan HIS (Holandsch Inlandschool) untuk keturunan Indonesia asli yang berada pada golongan atas. Sedangkan untuk golongan Indonesia asli dari kelas bawah disediakan Sekolah Kelas Dua.

Baca juga Pengertian Identitas nasional yang menjadi ciri khas suatu bangsa

Dalam pendidikan tingkat menengah ada HBS (Hogere Burger School) MULO (Meer Uitegbreit Ondewijs), AMS (Algemene Middelbare Aschool). Disamping itu juga ada beberapa sekolah kejuruan/keguruan seperti Kweek School, Normaal School.

Untuk pendidikan tinggi, ada Pendidikan Tinggi Teknik (Koninklijk Instituut voor Hoger Technisch Ondewijs in Nederlandsch Indie), Sekolah Tinggi Hukum (Rechschool), dan Sekolah Tinggi Kedokteran yang berkembang sejak dari Sekolah Dokter Jawa, STOVIA, NIAS dan GHS (Geneeskundige Hogeschool).

Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan (kedokteran tersebut di atas) yang sejak 2 Januari 1849 semula lahir sebagai Sekolah Dokter Jawa, kemudian pada tahun 1875 diubah menjadi Ahli Kesehatan Bumiputra (Inlandsch Geneeskundige). Dalam perkembangannya pada tahun 1902 menjadi dokter Bumiputra (Inlandsch Arts). Sekolah ini diberi nama STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) yang kemudian pada tahun 1913 diubah menjadi NIAS (Nederlandsch Indische Artsenschool).

Di atas telah dikatakan bahwa munculnya sistem pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan politik etis. Dari sinilah mulai adanya perhatian terhadap perkembangan pendidikan mengingat salah satu dari Trilogi van Deventer secara eksplisit menyebutkan mengenai edukasi.

Proses Terbentuknya Kesadaran Nasional, Jika dikaitkan dengan lahirnya pergerkan nasional, peranan lulusan sekolah Belanda memiliki posisi yang sangat penting. Hal ini terbukti dengan kehadirannya sebagai pelopor dalam pergerakan nasional dengan mendirikan organisasi seperti studie Fond maupun Budi Utomo.

2. Peranan Pers Dalam Pergerakan Nasional

Salah satu hal mendasar yang dialami oleh para pejuang, khususnya pada masa pergerakan nasional adalah bagaimana mengkomunikasikan perjuangan itu pada pihak lain. Kurangnya komunikasi ini dapat memberikan dampak negatif dalam sebuah perjuangan. Komunikasi sangat bermanfaat dalam upaya mengkoordinasikan perjuangan. Salah satu sarana yang dapat dipergunakan untuk mengkomunikasikan perjuangan itu adalah melalui pers. Ketajaman “pena” pers itu dapat memberikan motivasi pada para pejuang, sebab bagaimanapun sebuah terbitan pasti memiliki “warna” dan nuansa yang subjektif.

Baca juga Peranan Berbagai Golongan dalam Menumbuhkembangkan Nasionalisme

Secara umum, pers harus mampu memeperjuangkan objektivitas, menjadi alat pendidikan, alat penyalur aspirasi, sebagai lembaga pengawasan dan juga sebagai upaya untuk penggalangan opini umum. Dengan demikian, pers dapat berfungsi sebgai alat perjuangan bangsa. Bagi bangsa Indonesia pada masa pergerakan nasional itu, pers dapat berfungsi sebagai alat propaganda demi kepentingan bangsa Indonesia.

Proses Terbentuknya Kesadaran Nasional, Oleh karena itu kedudukan pers amat penting. Pers yang berbahasa Melayu, dalam perjuangan bangsa Indonesia, amat penting karena dapat menarik pembaca dari kelompok Bumi Putra. Keberadaan pers yang berbahasa Melayu merupakan ancaman bagi pers Belanda atau pers Tionghoa. Oleh karena itu, dalam usaha untuk menarik pembaca, pemerintah Belanda juga menerbitkan pers berbahasa Melayu.

Pers mampu memberikan kesadaran bangsa

Proses Terbentuknya Kesadaran Nasional, Pers mampu memberikan sumbangan terhadap timbulnya kesadaran bangsa Indonesia. Sebagai contoh, setelah Budi Utomo didirikan pada tanggal 20 Mei 1908, surat edaran yang berkaitan dengan pendirian BU itu dimuat dalam Surat Khabar De Locomotif dan Bataviaasch Nieuwsblad. Hal yang sama juga dilakukan oleh majalah Jong Indie. Pemuatan surat edaran pendirian Budi Utomo itu memberikan nilai positif karena masyarakat segera tahu sesuatu telah terjadi.

Baca juga Organisasi Pergerakan Nasional Indonesia awal abad kedua puluh

Memperingati 100 tahun bebasnya negara ini dari kekuasaan Perancis mendapatkan reaksi yang amat keras. Hal itu terlihat dari pemuatan tulisan Suwardi Surjaningrat dalam surat kabar de’ Express (surat kabar yang dimiliki Indische Partij). Peranan pers tidak terbatas pada terbitan di Hindia Belanda. Di luar negeri pun (negeri Belanda) Perhimpunan Indonesia menerbitkan Indonesia Merdeka. Penerbitan tersebut memberikan sumbangan besar dalam mengkomunikasikan perjuangan bangsa Indonesia di luar negeri. Ini terbukti dari seringnya Perhimpunan Indonesia mengikuti pertemuan internasional. 

Salah satu Surat Kabar yang berperan pada masa penjajahan Belanda yaitu De Locomotif dan Bataviaasch Nieuwsblad. (foto/historia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button