Perlawanan Sultan Hasanuddin, yang dikenal sebagai “Ayam Jantan dari Timur,” adalah salah satu tokoh pahlawan nasional Indonesia yang terkenal karena perjuangannya melawan penjajahan Belanda. Sultan yang memimpin Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan ini berperang tidak hanya untuk mempertahankan wilayah kerajaannya, tetapi juga untuk menjaga kedaulatan tanah air dari cengkeraman penjajah yang semakin mengancam. Perjuangannya melawan Belanda menjadi salah satu babak penting dalam sejarah Indonesia dan menjadi simbol keberanian serta semangat perlawanan terhadap kolonialisme.
Dalam artikel ini, kita akan mengulas perlawanan Sultan Hasanuddin, latar belakang sejarahnya, serta dampak dari perjuangannya yang tidak hanya penting bagi rakyat Makassar, tetapi juga bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Latar Belakang Sultan Hasanuddin dan Kerajaan Gowa
Sultan Hasanuddin lahir pada tahun 1631 di Kerajaan Gowa, sebuah kerajaan yang terletak di Sulawesi Selatan. Kerajaan Gowa merupakan salah satu kerajaan terbesar di wilayah timur Indonesia yang memiliki pengaruh besar dalam perdagangan rempah-rempah, serta hubungan politik dengan berbagai kerajaan dan bangsa di Nusantara, termasuk dengan kerajaan-kerajaan Melayu, Bugis, dan Portugis.
Pada masa pemerintahannya, Sultan Hasanuddin menjadi penguasa yang cerdas, berani, dan sangat memperhatikan perkembangan kesejahteraan rakyatnya. Ia juga dikenal sebagai pemimpin yang kuat dalam menguatkan kerjasama antara Kerajaan Gowa dengan kerajaan-kerajaan lainnya di Sulawesi, seperti Tallo dan Bone, untuk membangun aliansi yang solid.
Namun, pada awal abad ke-17, Belanda mulai memperluas pengaruhnya di wilayah Indonesia, termasuk di Makassar. Kehadiran Belanda yang dimulai dengan perdagangan rempah-rempah dan berdirinya VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Perusahaan Hindia Timur, membawa dampak besar bagi kerajaan-kerajaan di Indonesia, termasuk Kerajaan Gowa. Belanda berusaha menguasai jalur perdagangan rempah-rempah dan menjajah wilayah-wilayah strategis, termasuk Sulawesi Selatan.
Awal Ketegangan antara Sultan Hasanuddin dan Belanda
Ketegangan antara Sultan Hasanuddin dan Belanda dimulai ketika VOC mulai berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah di wilayah Sulawesi Selatan. VOC yang didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1602 memiliki tujuan utama untuk mengontrol jalur perdagangan internasional, khususnya yang berkaitan dengan rempah-rempah yang sangat bernilai. Pada awalnya, VOC mencoba untuk menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan di Indonesia, termasuk dengan Sultan Hasanuddin.
Namun, Sultan Hasanuddin menyadari bahwa Belanda bukan hanya ingin berdagang, tetapi juga berniat untuk menguasai wilayah dan memperluas kekuasaannya. Belanda mulai menerapkan kebijakan monopoli perdagangan yang sangat merugikan kerajaan-kerajaan lokal, termasuk Gowa. Mereka membatasi perdagangan dan memaksa kerajaan-kerajaan lokal untuk menjual rempah-rempah hanya kepada VOC, yang pada akhirnya merugikan ekonomi lokal.
Belanda juga berusaha mengintervensi urusan internal kerajaan, termasuk politik dan pemerintahan Gowa, dengan cara-cara yang tidak menguntungkan. Sultan Hasanuddin yang sadar akan bahaya ini, memilih untuk melawan invasi Belanda demi mempertahankan kedaulatan kerajaannya.
Perlawanan Sultan Hasanuddin terhadap Belanda
Pada tahun 1666, ketegangan antara Sultan Hasanuddin dan Belanda mencapai puncaknya. Sultan Hasanuddin memutuskan untuk melancarkan perlawanan terhadap VOC yang semakin mengancam kedaulatan Kerajaan Gowa. Pada saat itu, Sultan Hasanuddin sudah mempersiapkan pasukan yang kuat dan terlatih, serta beraliansi dengan kerajaan-kerajaan di sekitarnya untuk menghadapi Belanda.
Perlawanan Sultan Hasanuddin dimulai dengan serangan-serangan terhadap benteng-benteng VOC yang ada di wilayah Sulawesi Selatan. Salah satu benteng utama yang menjadi sasaran adalah benteng VOC di Makassar, yang merupakan pusat kekuasaan Belanda di kawasan tersebut. Sultan Hasanuddin memimpin pasukannya dalam pertempuran besar yang melibatkan pasukan Gowa dan sekutunya melawan pasukan Belanda yang dilengkapi dengan senjata dan teknologi modern.
Perang Makassar (1666–1669)
Perlawanan yang paling terkenal dan menentukan dalam perjuangan Sultan Hasanuddin melawan Belanda adalah Perang Makassar, yang berlangsung dari tahun 1666 hingga 1669. Perang ini dimulai dengan serangan besar-besaran yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin, yang berusaha merebut kembali kontrol atas kota Makassar yang dikuasai oleh Belanda. Perang ini berlangsung sengit, dengan kedua belah pihak saling menyerang dengan kekuatan penuh.
Pasukan Sultan Hasanuddin menggunakan taktik pertempuran yang cerdik, seperti menyerang secara gerilya dan mengepung benteng-benteng Belanda. Meskipun pasukan Sultan Hasanuddin berhasil beberapa kali memukul mundur pasukan Belanda, kekuatan Belanda yang didukung oleh armada laut yang besar dan persenjataan modern akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Gowa. Salah satu momen penting dalam perang ini adalah ketika Sultan Hasanuddin terpaksa menarik mundur pasukannya setelah beberapa pertempuran besar.
Namun, meskipun kalah dalam beberapa pertempuran besar, perlawanan Sultan Hasanuddin dan pasukannya terus berlanjut. Sultan Hasanuddin juga mencoba untuk mendapatkan dukungan dari kerajaan-kerajaan lain di luar Sulawesi Selatan, seperti Kerajaan Bone dan Buton, serta kerajaan-kerajaan Melayu lainnya.
Pengkhianatan dan Kekalahan
Perang Makassar berakhir pada tahun 1669 dengan penandatanganan perjanjian damai yang sangat merugikan Kerajaan Gowa. Dalam perjanjian tersebut, Sultan Hasanuddin dipaksa untuk menyerah kepada Belanda dan mengakui kekuasaan VOC di wilayah Makassar. Sultan Hasanuddin terpaksa menerima kenyataan pahit ini meskipun perjuangannya belum sepenuhnya selesai.
Pada akhirnya, Sultan Hasanuddin dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit. Untuk menyelamatkan rakyatnya dari kehancuran lebih lanjut, Sultan Hasanuddin harus mengakui kekuasaan Belanda di wilayahnya dan mengakhiri perlawanan. Meskipun perlawanan Gowa terhadap Belanda kalah, Sultan Hasanuddin tetap menjadi simbol perjuangan dan ketahanan rakyat Makassar.
Baca juga: Dampak Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Dampak Perlawanan Sultan Hasanuddin terhadap Sejarah Indonesia
Perlawanan Sultan Hasanuddin terhadap Belanda memberikan dampak yang sangat besar bagi sejarah Indonesia. Meskipun pada akhirnya Kerajaan Gowa jatuh ke tangan Belanda, perjuangan Sultan Hasanuddin tetap menginspirasi perjuangan rakyat Indonesia untuk meraih kemerdekaan.
Sultan Hasanuddin dikenang sebagai pahlawan yang gigih dalam mempertahankan kedaulatan tanah air. Perjuangannya menjadi simbol semangat nasionalisme dan keberanian melawan penjajah. Sultan Hasanuddin juga mengajarkan kepada generasi berikutnya tentang pentingnya persatuan dan keberanian dalam menghadapi ketidakadilan, serta bagaimana pentingnya mempertahankan identitas dan kemerdekaan bangsa.
Selain itu, perlawanan Sultan Hasanuddin juga memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya memperhatikan kebijakan luar negeri yang bijaksana dan memperkuat hubungan antara kerajaan-kerajaan lokal dalam melawan ancaman kolonialisme.
Baca juga: Persamaan dan Perbedaan Kolonialisme dan Imperialisme
Kesimpulan
Perlawanan Sultan Hasanuddin terhadap Belanda adalah salah satu peristiwa bersejarah yang sangat penting dalam perjuangan Indonesia melawan penjajahan. Meskipun perlawanan tersebut tidak membuahkan kemenangan bagi Kerajaan Gowa, semangat perjuangan Sultan Hasanuddin tetap menjadi simbol keberanian dan ketahanan rakyat Indonesia.
Sultan Hasanuddin, dengan julukan “Ayam Jantan dari Timur,” tetap dikenang sebagai pahlawan yang berani melawan kekuatan kolonial untuk mempertahankan kedaulatan tanah air. Perjuangan Sultan Hasanuddin menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah bangsa Indonesia, yang terus menginspirasi semangat perjuangan generasi penerus dalam meraih kemerdekaan dan menjaga kedaulatan negara.