Sejarah Indonesia
Sudah membaca
Tidak membaca
Peristiwa Menjelang Proklamasi 17 Agustus 1945
Peristiwa Menjelang Proklamasi 17 Agustus 1945. Kalian tentu sudah mengetahui bahwa pada 6 Agustus 1945 Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima. Nagasaki juga dibom pada 9 Agustus 1945.
Kedua bom atom tersebut mengakibatkan korban jiwa yang sangat besar. Berbagai fasilitas juga hancur. Pemerintah Jepang benar-benar dalam kesulitan. Akhirnya, pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.
Berita kekalahan Jepang kepada Sekutu segera sampai pada kaum pergerakan kemerdekaan Indonesia. Terdapat dua pendapat dalam menyikapi kekalahan Jepang pada Sekutu.
Kelompok pertama segera menginginkan bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Mereka terkenal dengan golongan muda. Golongan tua menginginkan proklamasi dilakukan sesuai kesepakatan dengan tentara Jepang.
Setelah melalui proses panjang dan melelahkan, akhirnya golongan tua mengikuti kemauan golongan muda agar proklamasi kemerdekaan segera dikumandangkan. Bagaimana proses detik-detik perjuangan kemerdekaan Indonesia? Mari kita simak uraian berikut ini!
1. Titik Tolak Berbagai Peristiwa Penting Menjelang Tahun 1945
a. Dalam Sidang Istimewa Teikoku Ginkai (Parlemen Jepang) ke-85 pada 7 September 1944 di Tokyo, Perdana Menteri Koiso mengumumkan bahwa daerah Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan untuk merdeka kelak di kemudian hari. Hal ini dilatarbelakangi oleh semakin terdesaknya Angkatan Perang Jepang oleh pasukan Amerika, terlebih dengan jatuhnya Kepulauan Saipan ke tangan Amerika.
b. Pada 1 Maret 1945, Letnan Jenderal Kumakici Harada mengumumkan pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Panitia Kemerdekaan. Tindakan ini merupakan langkah konkret pertama bagi pelaksanaan janji Koiso. Dr. Radjiman Wediodiningrat terpilih sebagai Kaico atau ketua.
c. Pada 7 Agustus 1945, Panglima Tentara Umum Selatan Jenderal Terauchi meresmikan pembentukan Dokuritsu Junbi Linkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada saat ini pula, Dokuritsu Junbi Cosakai dinyatakan bubar. Ir. Soekarno terpilih sebagai ketua dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketua.
d. Pada 6 dan 9 Agustus 1945, pasukan udara Sekutu menjatuhkan bom masing-masing di kota Nagasaki dan Hiroshima. Hal ini mendorong Jepang untuk segera mengambil keputusan penting
e. Pada 12 Agustus 1945, Jenderal Besar Terauci menyampaikan kepada tokoh pergerakan yang diundang, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat bahwa pemerintah kemaharajaan telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia pada 24 Agustus 1945. Pelaksanaannya akan dilakukan oleh PPKI.
f. Pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu akibat dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
2. Peristiwa Rengasdengklok
Penyerahan Jepang kepada Sekutu menyebabkan reaksi yang berbeda di antara para tokoh pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Para anggota PPKI, seperti Soekarno dan Hatta tetap menginginkan proklamasi dilakukan sesuai mekanisme PPKI. Alasannya kekuasaan Jepang di Indonesia belum diambil alih.
Tetapi, golongan muda, seperti Tan Malaka dan Sukarni menginginkan proklamasi kemerdekaan dilaksanakan sesegera mungkin. Para pemuda mendesak agar Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan secepatnya. Alasan mereka adalah Indonesia dalam keadaan vakum atau kekosongan kekuasaan.
Pertentangan pendapat antara golongan tua dan golongan muda inilah yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa Rengasdengklok. Bagaimana jalannya peristiwa Rengasdengklok? Di mana lokasi peristiwa Rengasdengklok? Mari kita simak uraian di bawah ini!
A. Golongan Tua
Mereka yang dicap sebagai golongan tua adalah para anggota PPKI yang diwakili oleh Soekarno dan Hatta. Mereka adalah kelompok konservatif yang menghendaki pelaksanaan proklamasi harus melalui PPKI sesuai dengan prosedur maklumat Jepang pada 24 Agustus 1945.
Alasan mereka adalah meskipun Jepang telah kalah, kekuatan militernya di Indonesia harus diperhitungkan demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Kembalinya Tentara Belanda ke Indonesia dianggap lebih berbahaya daripada sekadar masalah waktu pelaksanaan proklamasi itu sendiri.
B. Golongan Muda
Menanggapi sikap konservatif golongan tua, golongan muda yang diwakili oleh para anggota PETA dan mahasiswa merasa kecewa. Mereka tidak setuju terhadap sikap golongan tua dan menganggap bahwa PPKI adalah bentukan Jepang. Oleh karena itu, mereka menolak jika proklamasi dilaksanakan melalui PPKI.
Sebaliknya, mereka menghendaki terlaksananya proklamasi kemerdekaan dengan kekuatan sendiri, terbebas dari pengaruh Jepang. Sutan Syahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Sikap golongan muda secara resmi diputuskan dalam rapat yang diselenggarakan di Pegangsaan Timur Jakarta pada 15 Agustus 1945. Hadir dalam rapat ini Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Armansyah, dan Wikana. Rapat yang dipimpin Chairul Saleh ini memutuskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan masalah rakyat Indonesia sendiri, bukan menggantungkan kepada pihak lain.
Keputusan rapat kemudian disampaikan oleh Darwis dan Wikana pada Soekarno dan Hatta di Pegangsaan Timur No.56 Jakarta. Mereka mendesak agar Proklamasi Kemerdekaan segera dikumandangkan pada 16 Agustus 1945.
Jika tidak diumumkan pada tanggal tersebut, golongan pemuda menyatakan bahwa akan terjadi pertumpahan darah. Namun, Soekarno tetap bersikap keras pada pendiriannya bahwa proklamasi harus dilaksanakan melalui PPKI. Oleh karena itu, PPKI harus segera menyelenggarakan rapat. Pro kontra yang mencapai titik puncak inilah yang telah mengantarkan terjadinya peristiwa Rengasdengklok.
C. Membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok
Peristiwa Menjelang Proklamasi 17 Agustus 1945. Di tengah suasana pro dan kontra, golongan pemuda memutuskan untuk membawa Soekarno dan Hatta ke luar Jakarta. Pilihan ini diambil berdasarkan kesepakatan rapat terakhir golongan pemuda pada 16 Agustus 1945 di Asrama Baperpi, Cikini, Jakarta. Tujuannya untuk menjauhkan Soekarno Hatta dari pengaruh Jepang.
Peristiwa Menjelang Proklamasi 17 Agustus 1945. Untuk melaksanakan pengamanan Soekarno dan Hatta, golongan pemuda memilih Shodanco Singgih, guna menghindari kecurigaan dan tindakan militer Jepang. Untuk memuluskan jalan, proses ini dibantu berupa perlengkapan Tentara PETA dari Cudanco Latief Hendraningrat. Soekarno dan Hatta kemudian dibawa ke Rengasdengklok. Ketika anggota PETA Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta mengadakan latihan bersama, terjalin hubungan yang baik di antara mereka.
Di Jakarta, dialog antara golongan muda yang diwakili oleh Wikana dan golongan tua Ahmad Subardjo mencapai kata sepakat. Proklamasi Kemerdekaan harus dilaksanakan di Jakarta dan diumumkan pada 17 Agustus 1945. Golongan pemuda kemudian mengutus Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Subardjo ke Rengasdengklok dalam rangka menjemput Soekarno dan Hatta.
Ahmad Subardjo memberi jaminan pada golongan pemuda bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan jaminan itu, Cudanco Subeno (Komandan Kompi PETA Rengasdengklok) bersedia melepaskan Soekarno dan Hatta untuk kembali ke Jakarta dalam rangka mempersiapkan kelengkapan untuk melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan.
3. Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Peristiwa Rengasdengklok telah mengubah jalan pikiran Soekarno Hatta. Mereka telah menyetujui bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus segera dikumandangkan. Soekarno dan Hatta tiba di Jakarta pada pukul 23.00. Setelah singgah di rumah masing-masing, mereka langsung menuju rumah kediaman Laksamada Maeda.
Peristiwa Menjelang Proklamasi 17 Agustus 1945. Hal ini dilakukan karena pertemuan Soekarno dengan Mayjen Nishimura dalam rangka membahas Proklamasi Kemerdekaan yang akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1945 tidak membuahkan hasil. Soekarno baru sadar bahwa berbicara dengan penjajah tidak ada gunanya. Nishimura melarang Soekarno dan Hatta untuk melaksanakan rapat PPKI dalam rangka melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan.
Pertemuan di rumah Laksamana Maeda dianggap tempat yang aman dari ancaman tindakan militer Jepang karena Maeda adalah Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut di daerah kekuasaan Angkatan Darat. Di kediaman Maeda itulah rumusan teks proklamasi disusun.
Hadir dalam pertemuan itu Sukarni, Mbah Diro, dan B.M.Diah dari golongan pemuda yang menyaksikan perumusan teks proklamasi. Semula golongan pemuda menyodorkan teks proklamasi yang keras nadanya dan karena itu rapat tidak menyetujui.
Berdasarkan pembicaraan antara Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo, diperoleh rumusan teks proklamasi yang ditulis tangan oleh Soekarno yang berbunyi:
Setelah teks proklamasi selesai disusun, muncul permasalahan tentang siapa yang harus menandatangani teks tersebut. Hatta mengusulkan agar teks proklamasi itu ditandatangani oleh seluruh yang hadir sebagai wakil bangsa Indonesia.
Baca juga Peta Pergerakan Tentara Jepang Ketika Masuk ke Indonesia
Penandatanganan Teks Proklamasi
Atas kesepakatan antara golongan Tua dan Muda, golongan muda Sukarni mengajukan usul bahwa teks proklamasi tidak perlu ditandatangani oleh semua yang hadir, tetapi cukup oleh Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Soekarno yang nantinya membacakan teks proklamasi tersebut.
Usul tersebut didasari bahwa Soekarno dan Hatta merupakan dwitunggal yang pengaruhnya cukup besar di mata rakyat Indonesia. Usul Sukarni kemudian diterima dan Soekarno meminta kepada Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi tersebut, disertai perubahan-perubahan yang disetujui bersama.
Terdapat tiga perubahan pada naskah tersebut dari yang semula berupa tulisan tangan Soekarno, dengan naskah yang telah diketik oleh Sayuti Melik. Perubahan-perubahan itu adalah sebagai berikut.
- Kata “tempoh” diubah menjadi “tempo”.
- Konsep “wakil-wakil bangsa Indonesia” diubah menjadi “atas nama bangsa Indonesia”.
- Tulisan “Djakarta 17-08-‘05”, diubah menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 Tahoen ‘05”.
- Setelah selesai diketik, naskah teks proklamasi tersebut ditandatangani oleh Soekarno-Hatta, dengan bunyi berikut ini.