Dalam dunia pendidikan, pendekatan pembelajaran menjadi kunci penting dalam menentukan seberapa efektif siswa memahami, mengolah, dan mengaplikasikan pengetahuan yang mereka peroleh. Dua pendekatan yang sering dibandingkan dalam kajian pedagogi modern adalah deep learning (pembelajaran mendalam) dan surface learning (pembelajaran permukaan). Apa Perbedaan Pendekatan Deep Learning dan Surface Learning?
Kedua pendekatan ini memiliki karakteristik, tujuan, dan dampak yang sangat berbeda terhadap proses belajar siswa. Memahami perbedaan keduanya tidak hanya penting bagi guru dan pendidik, tetapi juga bagi siswa, orang tua, dan pengambil kebijakan pendidikan dalam membentuk sistem pembelajaran yang berkualitas dan bermakna.
Artikel Perbedaan Pendekatan Deep Learning dan Surface Learning ini akan membahas secara mendalam mengenai pengertian, karakteristik, kelebihan, kekurangan, serta contoh dari kedua pendekatan tersebut. Selain itu, artikel ini akan memberikan panduan bagaimana mengarahkan proses pembelajaran dari surface learning menuju deep learning, sejalan dengan semangat Kurikulum Merdeka yang sedang diterapkan di Indonesia.
Apa Itu Surface Learning dan Deep Learning?
Surface Learning (Pembelajaran Permukaan)
Surface learning adalah pendekatan belajar yang berfokus pada menghafal informasi secara literal tanpa memahami maknanya secara mendalam. Siswa yang menggunakan pendekatan ini cenderung belajar hanya untuk memenuhi tuntutan tugas atau ujian, bukan karena mereka ingin memahami suatu konsep secara menyeluruh.
Deep Learning (Pembelajaran Mendalam)
Sebaliknya, deep learning adalah pendekatan belajar yang menekankan pada pemahaman konseptual yang mendalam, keterhubungan antar konsep, dan kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan dalam konteks yang berbeda. Tujuan utamanya bukan hanya untuk mengingat, tetapi memahami dan mengembangkan makna dari apa yang dipelajari.
Perbedaan Utama antara Surface Learning dan Deep Learning
Aspek | Surface Learning | Deep Learning |
Tujuan Belajar | Untuk lulus ujian, menyelesaikan tugas | Untuk memahami konsep dan membangun makna |
Motivasi | Eksternal (nilai, tekanan guru/orang tua) | Internal (keingintahuan, minat) |
Strategi | Menghafal, menyalin, mengulang | Menjelaskan, menghubungkan, menerapkan |
Hasil Belajar | Pengetahuan jangka pendek, cepat lupa | Pemahaman jangka panjang, dapat diaplikasikan |
Keterlibatan | Pasif | Aktif, reflektif, eksploratif |
Contoh Aktivitas | Menghafal rumus tanpa tahu maknanya | Menggunakan rumus untuk menyelesaikan masalah nyata |
Ciri-Ciri Siswa Surface Learning vs Deep Learning
Siswa Surface Learning:
- Belajar hanya saat akan ulangan.
- Tidak tertarik untuk bertanya atau berdiskusi.
- Menghafal informasi tanpa tahu konteks.
- Mudah lupa setelah ujian selesai.
Siswa Deep Learning:
- Aktif bertanya dan berdiskusi.
- Mencari tahu lebih dalam dari apa yang diajarkan.
- Mampu menjelaskan konsep dengan kata-kata sendiri.
- Mampu menghubungkan antara pelajaran dan kehidupan nyata.
Kapan Surface Learning Bisa Berguna?
Meskipun surface learning sering dianggap negatif, dalam konteks tertentu, pendekatan ini masih relevan. Misalnya:
- Saat siswa perlu menghafal istilah baru di awal pembelajaran.
- Dalam situasi darurat waktu, seperti persiapan ujian mendadak.
- Sebagai tahapan awal sebelum menuju pemahaman yang lebih dalam.
Namun, jika digunakan secara terus-menerus tanpa penguatan konsep, maka surface learning bisa menjadi penghambat pembelajaran jangka panjang.
Mengapa Deep Learning Lebih Disarankan di Era Kurikulum Merdeka?
Kurikulum Merdeka mendorong siswa menjadi pembelajar aktif, kritis, kreatif, dan kolaboratif. Ini sangat sejalan dengan prinsip deep learning, yang:
- Mendorong pembelajaran kontekstual dan bermakna.
- Menumbuhkan motivasi intrinsik siswa untuk belajar.
- Mengembangkan keterampilan abad ke-21 (critical thinking, problem solving, collaboration).
- Memfasilitasi transfer pengetahuan ke berbagai situasi.
Contoh Praktik Surface Learning vs Deep Learning di Kelas
Mata Pelajaran | Surface Learning | Deep Learning |
Bahasa Indonesia | Menghafal struktur teks tanpa menulis | Menulis teks narasi berdasarkan pengalaman pribadi |
IPA | Menghafal bagian sel hewan | Mengamati sel melalui mikroskop dan menjelaskan fungsinya |
Matematika | Menghafal rumus luas segitiga | Mengukur dan menghitung luas segitiga dari benda nyata |
IPS | Menghafal tanggal peristiwa sejarah | Menganalisis dampak peristiwa sejarah terhadap kehidupan modern |
Strategi Mengarahkan Pembelajaran dari Surface ke Deep Learning
1. Gunakan Pertanyaan Terbuka
Ajukan pertanyaan yang menantang siswa untuk berpikir mendalam, seperti:
- “Mengapa peristiwa ini penting?”
- “Apa yang akan terjadi jika…?”
- “Bagaimana cara mengatasi masalah ini?”
2. Berikan Aktivitas Berbasis Masalah atau Proyek
Libatkan siswa dalam proyek atau studi kasus yang relevan dengan kehidupan mereka. Ini mendorong eksplorasi, diskusi, dan pemecahan masalah.
3. Fasilitasi Refleksi Belajar
Ajak siswa untuk menulis jurnal belajar, merenungkan proses dan hasil belajar, serta bagaimana hal itu berguna bagi mereka.
4. Berikan Umpan Balik Bermakna
Alih-alih hanya memberi nilai, berikan komentar yang membimbing siswa ke arah pemahaman dan perbaikan.
5. Ciptakan Lingkungan Belajar Aman dan Inklusif
Beri ruang bagi siswa untuk bertanya, mencoba, dan melakukan kesalahan tanpa takut dinilai.
Baca juga: Deep Learning dalam Dunia Pendidikan Indonesia: Antara Tren dan Transformasi Kurikulum Merdeka
Kelebihan dan Kekurangan Kedua Pendekatan
✅ Kelebihan Deep Learning:
- Meningkatkan kualitas pemahaman.
- Mendorong pembelajaran jangka panjang.
- Mempersiapkan siswa menghadapi dunia nyata.
❌ Kekurangan Deep Learning:
- Membutuhkan waktu dan energi lebih besar.
- Tidak cocok untuk materi hafalan cepat.
- Guru perlu merancang pembelajaran dengan cermat.
✅ Kelebihan Surface Learning:
- Cepat dan praktis untuk tugas hafalan.
- Membantu dalam ujian berbasis fakta.
❌ Kekurangan Surface Learning:
- Mudah dilupakan.
- Tidak mendorong pemahaman konseptual.
- Kurang relevan dengan kebutuhan belajar jangka panjang.
Kesimpulan
Perbedaan antara deep learning dan surface learning dalam proses belajar bukanlah tentang baik atau buruk, melainkan tentang tujuan dan hasil belajar yang ingin dicapai. Jika ingin mencetak generasi pembelajar yang mampu berpikir kritis, kreatif, dan siap menghadapi kompleksitas dunia nyata, maka pendekatan deep learning menjadi pilihan yang lebih tepat.
Sebaliknya, surface learning bisa digunakan sebagai langkah awal, tetapi tidak boleh menjadi satu-satunya pendekatan. Guru, sekolah, dan orang tua perlu bersama-sama menciptakan ekosistem belajar yang mendorong pemahaman mendalam dan pembelajaran yang bermakna.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Apakah deep learning hanya cocok untuk siswa berprestasi tinggi?
Tidak. Semua siswa bisa dilibatkan dalam pendekatan deep learning. Yang penting adalah pendekatan pengajaran yang mendukung dan diferensiasi strategi.
2. Apakah surface learning salah atau tidak baik?
Tidak sepenuhnya. Surface learning tetap berguna untuk menghafal dasar-dasar, tetapi tidak boleh menjadi pendekatan utama.
3. Bagaimana guru bisa mengalihkan siswa dari surface ke deep learning?
Dengan memberikan pertanyaan reflektif, proyek nyata, dan menciptakan pembelajaran yang bermakna dan menantang.
4. Apakah deep learning bisa diterapkan dalam semua mata pelajaran?
Ya. Semua mata pelajaran dapat dirancang untuk mendorong pemahaman mendalam, dengan pendekatan yang disesuaikan.
5. Apa indikator bahwa siswa sudah menerapkan deep learning?
Siswa mampu menjelaskan kembali konsep dengan kata-kata sendiri, menerapkan konsep dalam situasi baru, dan terlibat aktif dalam proses belajar.
Referensi
- Biggs, J., & Tang, C. (2011). Teaching for Quality Learning at University. McGraw-Hill Education.
- Fullan, M., & Langworthy, M. (2014). A Rich Seam: How New Pedagogies Find Deep Learning. Pearson.
- Marton, F., & Säljö, R. (1976). On Qualitative Differences in Learning.
- OECD. (2021). Future of Education and Skills 2030.
- https://kurikulum.kemdikbud.go.id
- https://guru.kemdikbud.go.id
Dengan pemahaman yang tepat mengenai kedua pendekatan ini, kita bisa menciptakan generasi pembelajar yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga tangguh, reflektif, dan siap menghadapi tantangan masa depan.