Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kerawanan bencana tertinggi di dunia. Letaknya yang berada di pertemuan tiga lempeng tektonik — Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik — menjadikan negeri ini rawan terhadap gempa bumi, letusan gunung api, dan tsunami. Selain itu, faktor iklim tropis juga menimbulkan potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Bagaimana Peran Pemerintah dan BNPB dalam Mengurangi Risiko Bencana di Indonesia?
Untuk menghadapi tantangan tersebut, pemerintah Indonesia memiliki peran penting dalam mengurangi risiko bencana melalui berbagai kebijakan dan strategi. Salah satu lembaga kunci yang dibentuk untuk menangani penanggulangan bencana adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
BNPB berfungsi sebagai lembaga yang mengoordinasikan upaya pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, hingga rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-bencana. Peran pemerintah dan BNPB menjadi fondasi utama dalam membangun masyarakat yang tangguh dan siap menghadapi bencana.
Kebijakan Pemerintah dalam Pengurangan Risiko Bencana
1. Kerangka Hukum dan Regulasi
Pemerintah Indonesia telah menetapkan dasar hukum yang kuat dalam penanggulangan bencana melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang ini menegaskan bahwa penanggulangan bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga menerbitkan berbagai peraturan turunan seperti:
- Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
- Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang BNPB
- Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RAN PB) yang diperbarui setiap lima tahun
Regulasi ini menjadi pedoman dalam merencanakan, mengoordinasikan, dan melaksanakan kegiatan pengurangan risiko bencana di seluruh wilayah Indonesia.
2. Pembangunan Berbasis Mitigasi Bencana
Pemerintah menerapkan prinsip mitigasi bencana dalam perencanaan pembangunan. Artinya, setiap proyek infrastruktur, tata ruang, dan perumahan harus mempertimbangkan faktor risiko bencana.
Contohnya, pembangunan permukiman baru di daerah rawan longsor kini diwajibkan memiliki kajian geoteknik, dan pembangunan di daerah pantai harus memperhatikan potensi tsunami.
Program seperti Peta Risiko Bencana Nasional yang dikeluarkan oleh BNPB menjadi dasar bagi pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan pembangunan yang aman bencana (disaster-resilient development).
3. Sistem Peringatan Dini (Early Warning System)
Salah satu fokus utama pemerintah adalah memperkuat sistem peringatan dini untuk berbagai jenis bencana, termasuk gempa bumi, tsunami, dan banjir. Melalui BMKG, PVMBG, dan Badan Informasi Geospasial (BIG), pemerintah mengembangkan teknologi pemantauan berbasis sensor, satelit, dan data real-time.
Contoh nyata:
Setelah tsunami Aceh tahun 2004, Indonesia mengembangkan InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) — sistem peringatan dini tsunami yang diakui dunia. Dengan sistem ini, peringatan dapat disebarkan ke masyarakat dalam waktu kurang dari 5 menit setelah gempa terdeteksi.
4. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah
Pemerintah pusat melalui BNPB juga berperan aktif dalam memperkuat kapasitas pemerintah daerah melalui pembentukan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
BPBD menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan penanggulangan bencana di wilayah masing-masing, mulai dari sosialisasi, simulasi evakuasi, hingga penyaluran bantuan pasca-bencana.
Peran Strategis BNPB dalam Pengurangan Risiko Bencana
1. Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
BNPB berperan sebagai koordinator utama yang menghubungkan kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam satu sistem penanggulangan bencana nasional. Saat terjadi bencana besar, BNPB berfungsi sebagai pusat kendali operasi tanggap darurat nasional.
2. Pemetaan Risiko dan Analisis Bencana
BNPB secara berkala menerbitkan Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) yang mencakup seluruh kabupaten/kota. Peta ini membantu pemerintah dan masyarakat memahami tingkat risiko di setiap daerah berdasarkan potensi bahaya, kerentanan, dan kapasitas.
Contoh nyata:
Berdasarkan IRBI 2023, wilayah dengan risiko tertinggi antara lain Kabupaten Jayapura (Papua) untuk longsor dan Kabupaten Pandeglang (Banten) untuk tsunami. Data ini digunakan untuk menentukan prioritas anggaran mitigasi dan kesiapsiagaan.
Baca juga: Konektivitas Antarruang dalam Meningkatkan Akses Pendidikan
3. Edukasi dan Sosialisasi kepada Masyarakat
BNPB juga memiliki program “Desa Tangguh Bencana” (Destana) yang melibatkan masyarakat dalam kesiapsiagaan dan mitigasi lokal. Dalam program ini, warga dilatih untuk:
- Membuat peta risiko bencana lokal
- Menyusun rencana evakuasi
- Membentuk tim siaga dan logistik
Contoh nyata:
Desa Wisata Pentingsari di Sleman, Yogyakarta, merupakan salah satu Desa Tangguh Bencana terbaik. Masyarakatnya telah dilatih untuk menghadapi letusan Gunung Merapi, dan memiliki sistem evakuasi yang terorganisir dengan baik.
4. Tanggap Darurat dan Pemulihan Pasca-Bencana
Ketika bencana terjadi, BNPB bertanggung jawab atas penanganan tanggap darurat, termasuk:
- Koordinasi evakuasi korban
- Penyaluran bantuan logistik
- Pembangunan tempat pengungsian sementara
- Pemulihan infrastruktur dan ekonomi masyarakat
Contoh nyata:
Dalam gempa bumi di Cianjur tahun 2022, BNPB menyalurkan lebih dari Rp500 miliar untuk pemulihan rumah warga, fasilitas umum, dan sekolah. BNPB juga memimpin operasi pencarian dan evakuasi ribuan korban bersama TNI, Polri, dan relawan.
Tantangan dalam Mengurangi Risiko Bencana
Meskipun berbagai program telah berjalan, masih terdapat sejumlah tantangan, antara lain:
- Keterbatasan anggaran di daerah rawan bencana
- Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesiapsiagaan
- Kerusakan lingkungan akibat deforestasi dan alih fungsi lahan
- Koordinasi lintas lembaga yang belum optimal
Oleh karena itu, pengurangan risiko bencana harus menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, swasta, akademisi, media, dan masyarakat.
Kesimpulan
Peran pemerintah dan BNPB dalam mengurangi risiko bencana di Indonesia sangat krusial. Melalui kebijakan, sistem peringatan dini, edukasi, dan program mitigasi berbasis masyarakat, Indonesia berupaya membangun ketangguhan nasional menghadapi bencana.
Namun, upaya ini tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat agar visi “Indonesia Tangguh Bencana” dapat terwujud. Dengan sinergi dan kesadaran bersama, risiko bencana dapat ditekan dan dampaknya dapat diminimalkan.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Apa peran utama BNPB dalam penanggulangan bencana di Indonesia?
BNPB berfungsi sebagai lembaga nasional yang mengoordinasikan seluruh kegiatan penanggulangan bencana, mulai dari pencegahan hingga pemulihan pasca-bencana.
2. Apa perbedaan antara BNPB dan BPBD?
BNPB bekerja di tingkat nasional, sementara BPBD adalah perpanjangan tangan BNPB di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang fokus pada penanganan lokal.
3. Bagaimana masyarakat bisa ikut serta dalam pengurangan risiko bencana?
Masyarakat dapat bergabung dalam program Desa Tangguh Bencana, mengikuti pelatihan kebencanaan, menjaga lingkungan, dan selalu waspada terhadap peringatan dini dari pemerintah.
4. Apa kebijakan pemerintah terbaru terkait pengurangan risiko bencana?
Salah satunya adalah Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2020–2024 yang menekankan pendekatan berbasis mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
5. Mengapa mitigasi penting dilakukan sebelum bencana terjadi?
Mitigasi membantu mengurangi dampak kerugian, menyelamatkan nyawa, dan mempercepat pemulihan pasca-bencana.
Referensi
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
- BNPB. (2024). Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) 2023.
- BMKG. (2023). Laporan Sistem Peringatan Dini Gempa dan Tsunami Indonesia.
- Kementerian PUPR. (2023). Strategi Nasional Pengurangan Risiko Bencana.
- Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2022). Laporan Tahunan Penanggulangan Bencana di Indonesia.
