Home » Sejarah » Peran Kerajaan Buton dalam Jalur Perdagangan Maritim Nusantara
Posted in

Peran Kerajaan Buton dalam Jalur Perdagangan Maritim Nusantara

Peran Kerajaan Buton dalam Jalur Perdagangan Maritim Nusantara (ft.istimewa)
Peran Kerajaan Buton dalam Jalur Perdagangan Maritim Nusantara (ft.istimewa)
sekolahGHAMA

Kerajaan Buton merupakan salah satu kerajaan maritim yang penting di wilayah timur Indonesia. Terletak di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, kerajaan ini memainkan peran strategis dalam jaringan perdagangan maritim Nusantara, terutama sejak abad ke-14 hingga abad ke-19. Meskipun tidak sepopuler Majapahit atau Ternate-Tidore, kontribusi Kerajaan Buton dalam mengelola pelabuhan, mengamankan jalur pelayaran, dan menjalin hubungan diplomatik menjadikannya simpul penting dalam sejarah ekonomi maritim Indonesia.

Dalam artikel ini, kita akan menelusuri bagaimana Kerajaan Buton membentuk kekuatan maritimnya, berpartisipasi aktif dalam jaringan perdagangan antarpulau, serta mewariskan struktur sosial dan politik yang unik dan masih terasa hingga kini.


Asal-Usul dan Sejarah Kerajaan Buton

Kerajaan Buton (juga dikenal sebagai Kesultanan Buton setelah memeluk Islam) didirikan sekitar abad ke-14. Pada awalnya, kerajaan ini bercorak Hindu-Buddha dan kemudian bertransformasi menjadi kesultanan Islam pada abad ke-16.

Salah satu tokoh penting dalam perubahan ini adalah Sultan Murhum, yang menjadi sultan pertama setelah Islam diadopsi sebagai agama resmi kerajaan. Setelah itu, sistem pemerintahan kerajaan pun disusun ulang dengan mengadopsi struktur kekhalifahan yang unik, lengkap dengan undang-undang tertulis yang disebut Murtabat Tujuh.


Letak Strategis Buton dalam Jalur Perdagangan

Pulau Buton terletak di pertemuan jalur pelayaran antara bagian barat dan timur Nusantara. Letaknya yang menghadap ke Laut Banda menjadikannya pelabuhan penting dalam lintas pelayaran dari Maluku, Nusa Tenggara, ke Sulawesi dan Kalimantan.

Posisi ini memungkinkan Buton untuk menjadi:

  • Pusat transit perdagangan rempah-rempah dari Maluku ke Jawa dan sebaliknya.
  • Tempat persinggahan kapal dagang asing, termasuk pedagang dari Arab, Cina, India, hingga bangsa Eropa.
  • Pusat logistik dan perbekalan kapal-kapal, karena Buton menyediakan bahan makanan, kayu, dan air tawar dalam jumlah besar.

Dengan memanfaatkan posisi geografisnya, Buton menjadi pelabuhan penghubung penting dalam jaringan pelayaran pelaut Bugis, Makassar, dan Mandar, yang dikenal sebagai pelaut ulung di Nusantara.


Sistem Pemerintahan Maritim dan Hukum Laut

Kesultanan Buton terkenal memiliki sistem pemerintahan yang sangat terstruktur dan berlandaskan hukum. Bahkan, salah satu peninggalan penting adalah konstitusi tertulis yang disebut Martabat Tujuh, berisi aturan mengenai tatanan pemerintahan, sosial, dan perdagangan.

Dalam konteks maritim, Buton memiliki struktur pemerintahan khusus untuk mengatur pelabuhan dan armada lautnya, antara lain:

  • Kapitalao: pejabat tinggi yang bertanggung jawab atas armada laut.
  • Amana: kepala pelabuhan yang mengatur keluar-masuk kapal dan aktivitas dagang.
  • Sara: lembaga hukum adat dan keagamaan yang mengawasi ketaatan hukum, termasuk hukum laut.

Dengan adanya struktur ini, Kerajaan Buton mampu menjaga keamanan jalur pelayaran dan melindungi para pedagang dari bajak laut. Bahkan, Buton pernah dikenal sebagai wilayah aman bagi kapal-kapal dagang yang melintasi perairan timur Nusantara.


Hubungan Dagang dan Diplomatik

Kerajaan Buton menjalin hubungan dagang dengan berbagai kerajaan besar di Nusantara seperti:

  • Kerajaan Ternate dan Tidore di Maluku, sebagai mitra dagang rempah-rempah.
  • Kerajaan Gowa-Tallo di Makassar, sebagai pusat distribusi barang ke wilayah barat.
  • Kerajaan Bone dan Wajo dari Sulawesi Selatan, yang sering mengadakan pertukaran komoditas dan budaya.
  • Kesultanan Banten dan Mataram di Jawa, yang menjadi tujuan ekspor hasil bumi dari Buton.

Peran Kerajaan Buton juga menjalin hubungan diplomatik dengan bangsa-bangsa Eropa seperti Portugis dan Belanda. Meski sempat terlibat konflik, Buton lebih sering menggunakan jalur diplomasi untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya.


Komoditas Perdagangan Kerajaan Buton

Sebagai pelabuhan penting, Buton dikenal menghasilkan dan memperdagangkan berbagai komoditas penting, di antaranya:

  • Rotan dan kayu keras: hasil hutan yang menjadi komoditas ekspor utama.
  • Ikan kering dan garam: diolah secara tradisional dan banyak diminati pasar luar.
  • Kapur dan batu bara: digunakan untuk bahan bangunan dan perkapalan.
  • Perak dan kain tenun Buton: sebagai barang dagang yang bernilai tinggi.

Barang-barang ini diperdagangkan tidak hanya di Nusantara, tetapi juga dijual ke pedagang asing yang singgah di pelabuhan Baubau (ibu kota Kesultanan Buton).


Peran dalam Jaringan Islamisasi

Kesultanan Buton juga memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di kawasan timur Indonesia. Sebagai kerajaan Islam yang kuat, Buton mengirim ulama dan da’i ke daerah-daerah sekitar seperti:

  • Pulau Muna dan Kabaena
  • Pulau-pulau di Laut Banda
  • Wilayah pesisir Maluku Tenggara dan Flores

Islamisasi ini dilakukan melalui pendekatan perdagangan, pernikahan politik, dan pendidikan agama. Sultan-sultan Buton juga dikenal mendirikan pesantren dan lembaga pendidikan Islam di dalam wilayah kekuasaannya.

Baca juga: Pengaruh Hukum Kolonial Belanda terhadap Sistem Hukum Indonesia Saat Ini


Keruntuhan dan Warisan Sejarah

Kesultanan Buton bertahan cukup lama, bahkan hingga masa kolonial Belanda. Sistem kesultanan secara formal dibubarkan pada awal abad ke-20, seiring dengan integrasi wilayah Buton ke dalam Hindia Belanda dan kemudian Republik Indonesia.

Namun warisan budaya dan struktur sosial Buton tetap lestari. Hingga kini, masyarakat Buton masih menghormati struktur adat dan nilai-nilai hukum yang diwariskan dari masa kesultanan. Beberapa warisan penting yang masih ada:

  • Benteng Keraton Buton di Baubau, salah satu benteng terluas di dunia.
  • Naskah-naskah hukum dan adat Buton yang tersimpan di museum lokal.
  • Tradisi pelayaran dan dagang yang masih hidup di kalangan masyarakat pesisir.

Kesimpulan

Peran Kerajaan Buton merupakan simpul penting dalam jaringan perdagangan maritim Nusantara. Dengan letak strategis, sistem pemerintahan yang tertata, dan hubungan diplomatik yang luas, Buton menjadi pusat perniagaan, Islamisasi, dan kekuatan maritim yang disegani.

Meskipun kini tidak lagi berbentuk kesultanan, warisan Buton tetap hidup dalam budaya, hukum adat, dan sejarah maritim Indonesia. Oleh karena itu, mempelajari peran Kerajaan Buton adalah bagian penting dari memahami sejarah maritim Nusantara secara utuh.


FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)

1. Di mana letak Kerajaan Buton?
Kerajaan Buton terletak di Pulau Buton, yang kini termasuk dalam wilayah Sulawesi Tenggara, Indonesia.

2. Apa yang membuat Kerajaan Buton penting dalam perdagangan Nusantara?
Letak geografisnya yang strategis di jalur pelayaran timur-barat serta sistem pemerintahan maritim yang kuat menjadikan Buton sebagai pelabuhan transit dan pusat perdagangan penting.

3. Apakah Kerajaan Buton pernah menjadi kesultanan Islam?
Ya. Pada abad ke-16, Kerajaan Buton berubah menjadi Kesultanan Buton setelah Islam menjadi agama resmi kerajaan.

4. Apa peninggalan penting dari Kerajaan Buton?
Salah satu peninggalan terpenting adalah Benteng Keraton Buton, konstitusi Martabat Tujuh, serta sistem hukum dan pemerintahan adat yang masih dihormati hingga kini.

5. Apakah Kerajaan Buton masih ada sekarang?
Secara politis tidak, tetapi secara adat dan budaya, Kesultanan Buton masih dilestarikan dalam bentuk simbolik dan kegiatan adat masyarakat setempat.


Referensi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.