Home » Sejarah » Pengaruh Agama Buddha dalam Pemerintahan dan Budaya Sriwijaya
Posted in

Pengaruh Agama Buddha dalam Pemerintahan dan Budaya Sriwijaya

Pengaruh Agama Buddha dalam Pemerintahan dan Budaya Sriwijaya (ft.istimewa)
Pengaruh Agama Buddha dalam Pemerintahan dan Budaya Sriwijaya (ft.istimewa)
sekolahGHAMA

Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritim besar yang berkembang di wilayah Sumatra bagian selatan sejak abad ke-7 hingga ke-13 Masehi. Selain dikenal sebagai pusat perdagangan internasional, Sriwijaya juga terkenal sebagai pusat pembelajaran dan penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara. Agama Buddha memainkan peran penting dalam membentuk struktur pemerintahan, sistem sosial, serta kebudayaan masyarakat Sriwijaya. Artikel Pengaruh Agama Buddha dalam Pemerintahan dan Budaya Sriwijaya akan mengulas secara mendalam bagaimana pengaruh agama Buddha meresap ke dalam sendi-sendi kehidupan Sriwijaya dan memberikan dampak besar dalam sejarah peradaban Nusantara.

1. Masuk dan Berkembangnya Agama Buddha di Sriwijaya

a. Akar Budaya dan Kepercayaan Lokal

Sebelum Buddha masuk secara dominan, masyarakat Nusantara sudah menganut animisme dan dinamisme, serta mengenal kepercayaan lokal terhadap roh leluhur dan kekuatan alam. Namun, interaksi dagang dengan India membawa pengaruh besar, termasuk penyebaran agama Hindu dan Buddha. Sriwijaya memilih Buddha Mahayana sebagai identitas spiritual dan politiknya.

b. Peran Jalur Maritim

Letak strategis Sriwijaya di jalur perdagangan India–Tiongkok memudahkan pertukaran ide dan agama. Biksu-biksu dari India maupun Tiongkok menjadikan Sriwijaya sebagai tempat persinggahan maupun pusat belajar. Hal ini mendorong penyebaran ajaran Buddha secara luas, tidak hanya dalam aspek keagamaan, tetapi juga dalam tatanan kehidupan sosial dan pemerintahan.

2. Pengaruh Buddha dalam Pemerintahan Sriwijaya

a. Raja sebagai Pelindung Agama (Dharmaraja)

Raja Sriwijaya tidak hanya berperan sebagai pemimpin politik, tetapi juga sebagai pelindung agama atau Dharmaraja. Konsep ini berasal dari ajaran Buddha Mahayana, yang menganggap pemimpin ideal sebagai penguasa yang menegakkan Dharma (kebenaran dan keadilan). Pemerintahan Raja Sriwijaya bersifat teokratik, yakni memadukan kekuasaan politik dengan otoritas spiritual.

Contoh penerapan konsep ini dapat ditemukan dalam prasasti-prasasti seperti Prasasti Kedukan Bukit (683 M) dan Prasasti Talang Tuwo, yang menunjukkan bahwa raja memerintah demi kesejahteraan rakyat dan menjalankan kebajikan sesuai prinsip Dharma.

b. Hubungan Diplomatik Berbasis Keagamaan

Pemerintah Sriwijaya menjalin hubungan erat dengan kerajaan Buddha lainnya, seperti Nalanda di India dan dinasti Tang serta Song di Tiongkok. Raja Sriwijaya mengirim utusan dan pelajar ke Nalanda, serta menyambut biksu asing seperti I-Tsing dari Tiongkok. Hubungan diplomatik ini didorong oleh kepentingan keagamaan dan intelektual, yang sekaligus memperkuat posisi politik Sriwijaya di mata dunia.

c. Institusi Pendidikan Buddha

Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat pendidikan dan studi agama Buddha Mahayana di Asia Tenggara. Para biksu dan pelajar dari berbagai negara datang untuk belajar bahasa Sansekerta, teks-teks suci, dan filsafat Buddha. Lembaga pendidikan seperti vihara (biara) dibangun dengan dukungan kerajaan.

3. Pengaruh Buddha dalam Kebudayaan dan Seni

a. Arsitektur dan Seni Rupa

Agama Buddha meninggalkan jejak kuat dalam bidang arsitektur dan seni. Banyak bangunan keagamaan seperti stupa, candi, dan vihara dibangun di wilayah Sriwijaya. Contoh terkenal adalah:

  • Candi Muara Takus di Riau, yang menunjukkan gaya arsitektur Buddha dengan pengaruh India.
  • Struktur bangunan di Palembang yang menunjukkan pola pemujaan dan tata ruang keagamaan.

Seni ukir, relief, dan patung-patung Buddha juga menjadi bagian dari ekspresi budaya Sriwijaya. Gaya seni ini menampilkan ciri khas perpaduan lokal dan India, yang menunjukkan akulturasi budaya.

b. Bahasa dan Sastra

Bahasa Sansekerta dan aksara Pallawa digunakan secara luas dalam prasasti Sriwijaya. Ini menunjukkan pengaruh kuat India dalam sastra dan pendidikan keagamaan. Selain itu, bahasa Melayu Kuno juga berkembang dengan pengaruh Buddhis, menjadi bahasa komunikasi resmi yang digunakan dalam kehidupan administratif dan budaya.

c. Upacara dan Kehidupan Keagamaan

Ritual-ritual Buddhis dilakukan secara berkala oleh masyarakat, terutama saat perayaan besar keagamaan. Kehidupan sehari-hari masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai Buddhisme seperti kasih sayang (karuna), kebijaksanaan (prajna), dan tanpa kekerasan (ahimsa).

4. Peran Biksu dan Cendekiawan dalam Peradaban Sriwijaya

a. Biksu I-Tsing

Biksu I-Tsing dari Tiongkok mencatat bahwa ia tinggal di Sriwijaya selama lebih dari 6 bulan untuk belajar bahasa Sansekerta dan mempersiapkan perjalanan ke India. Dalam catatannya, I-Tsing menyebut Sriwijaya sebagai pusat studi agama Buddha yang terkenal, dengan sistem pendidikan yang sangat terorganisir.

b. Dukungan pada Ilmu Pengetahuan

Para biksu tidak hanya mengajarkan ajaran agama, tetapi juga memperkenalkan ilmu pengetahuan seperti astronomi, pengobatan, logika, dan linguistik. Ini menjadikan Sriwijaya sebagai pusat pembelajaran yang dihormati di dunia Buddhis.

5. Akulturasi Budaya: Warisan Buddhis dalam Tradisi Lokal

Agama Buddha tidak menghapus budaya lokal, tetapi justru berbaur dalam bentuk akulturasi. Beberapa contoh akulturasi:

  • Simbol-simbol Buddha ditemukan dalam motif batik dan ukiran kayu di Sumatra.
  • Kepercayaan lokal tentang roh nenek moyang diselaraskan dengan ajaran Buddhis tentang reinkarnasi dan karma.
  • Struktur sosial masyarakat tetap mempertahankan adat setempat tetapi disesuaikan dengan nilai Buddhis seperti gotong royong dan toleransi.

6. Kemunduran Pengaruh Buddha di Sriwijaya

Mulai abad ke-12, pengaruh Buddha di Sriwijaya mulai meredup akibat beberapa faktor:

  • Serangan dari Kerajaan Chola (India) pada tahun 1025 M yang melemahkan pusat-pusat keagamaan.
  • Bangkitnya Islam di wilayah pesisir Sumatra, yang perlahan menggantikan Buddhisme sebagai agama dominan.
  • Perpindahan pusat perdagangan ke kerajaan-kerajaan di Jawa, seperti Kediri dan Majapahit, yang mengurangi kekuatan Sriwijaya secara politik dan ekonomi.

Meskipun demikian, jejak pengaruh Buddha tetap hidup dalam kebudayaan lokal dan warisan sejarah hingga hari ini.

Baca juga: Revolusi Industri: Transformasi Global yang Mengubah Dunia


Kesimpulan

Agama Buddha memainkan peran sentral dalam kehidupan Kerajaan Sriwijaya, tidak hanya sebagai sistem kepercayaan, tetapi juga sebagai dasar pemerintahan, pendidikan, dan kebudayaan. Konsep raja sebagai Dharmaraja, pengaruh diplomasi antarnegara Buddhis, dan berkembangnya pusat studi agama menjadikan Sriwijaya sebagai mercusuar peradaban Buddhis di Asia Tenggara. Warisan ini menjadi bukti penting betapa spiritualitas dan kekuasaan dapat berjalan seiring dalam membentuk sebuah kerajaan yang agung.


FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)

1. Apa agama resmi yang dianut oleh Kerajaan Sriwijaya?
Kerajaan Sriwijaya menganut agama Buddha, khususnya aliran Mahayana, sebagai agama resmi yang juga menjadi dasar pemerintahan dan budaya.

2. Bagaimana pengaruh agama Buddha terhadap pemerintahan Sriwijaya?
Raja dianggap sebagai Dharmaraja, pelindung agama dan rakyat, yang memerintah berdasarkan ajaran Buddha seperti keadilan, kebijaksanaan, dan kasih sayang.

3. Apakah Sriwijaya memiliki hubungan keagamaan dengan negara lain?
Ya, Sriwijaya menjalin hubungan erat dengan pusat agama Buddha di India (Nalanda) dan Tiongkok, serta menjadi tujuan para biksu dari berbagai negara.

4. Apa saja peninggalan Buddhis dari masa Sriwijaya yang masih ada?
Beberapa peninggalan Buddhis yang masih ditemukan adalah Candi Muara Takus, prasasti-prasasti berbahasa Sansekerta, dan patung-patung Buddha yang tersebar di wilayah Sumatra.

5. Mengapa pengaruh agama Buddha di Sriwijaya menurun?
Pengaruh agama Buddha menurun karena faktor politik (serangan Chola), ekonomi (pergeseran pusat dagang), dan keagamaan (masuknya Islam ke wilayah Nusantara).


Referensi

  • Coedes, George. The Indianized States of Southeast Asia. University of Hawaii Press, 1968.
  • Miksic, John N. Ancient Southeast Asia. Routledge, 2016.
  • I-Tsing. A Record of the Buddhist Religion as Practised in India and the Malay Archipelago. Translated by Takakusu Junjiro, 1896.
  • Kemdikbud RI – Cagar Budaya Sriwijaya
  • Perpustakaan Nasional RI – Koleksi Sejarah Sriwijaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.