Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto selama lebih dari tiga dekade (1966–1998) dikenal sebagai era pembangunan. Dengan jargon “Pembangunan Nasional”, Soeharto menitikberatkan kebijakan negara pada stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi. Melalui program jangka panjang seperti Pelita (Pembangunan Lima Tahun), Soeharto berambisi membawa Indonesia keluar dari kemiskinan dan menuju kesejahteraan.
Namun, di balik capaian ekonomi dan pembangunan infrastruktur yang sering dipuji, terdapat pula sisi gelap yang tidak bisa diabaikan: otoritarianisme, ketimpangan sosial, eksploitasi sumber daya alam, hingga korupsi yang merajalela.
Artikel ini mengulas secara komprehensif keberhasilan dan kontroversi pembangunan nasional di era Soeharto, serta dampaknya terhadap masyarakat Indonesia.
Latar Belakang Kebijakan Pembangunan Orde Baru
Setelah peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto, Indonesia berada dalam kondisi ekonomi yang sangat lemah: inflasi menembus 600%, utang luar negeri membengkak, dan aktivitas ekonomi nyaris lumpuh. Dalam kondisi inilah Soeharto bersama teknokrat yang dikenal sebagai “Mafia Berkeley” menyusun strategi pembangunan berlandaskan ekonomi pasar dan keterlibatan asing.
Pada 1969, pemerintah mulai menjalankan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang menjadi kerangka kerja pembangunan ekonomi nasional. Hingga akhir masa kekuasaan Soeharto, Indonesia telah menjalankan enam Repelita, dengan fokus utama pada pertumbuhan ekonomi, peningkatan produksi pangan, pengurangan kemiskinan, dan pembangunan infrastruktur.
Keberhasilan Pembangunan di Era Soeharto
1. Swasembada Pangan
Pada 1984, Indonesia mencapai tonggak penting sebagai negara swasembada beras, dan Soeharto bahkan menerima penghargaan dari FAO. Ini dicapai melalui program intensifikasi pertanian, penggunaan pupuk dan pestisida bersubsidi, irigasi, dan penyuluhan pertanian.
2. Pertumbuhan Ekonomi Stabil
Selama dua dekade (1970–1990-an), Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% per tahun. Stabilitas makroekonomi dan inflasi yang rendah menjadikan Indonesia sebagai negara berkembang yang diperhitungkan.
3. Pembangunan Infrastruktur
Pemerintah membangun berbagai infrastruktur penting: jalan raya, bendungan, pelabuhan, sekolah, dan fasilitas kesehatan. Proyek-proyek besar seperti Jalan Tol Jagorawi, Pelabuhan Tanjung Priok, dan PLTA Saguling menjadi bukti nyata pembangunan fisik era Soeharto.
4. Peningkatan Kesejahteraan dan Pendidikan
Angka kemiskinan berhasil ditekan dari 60% (1970-an) menjadi 11% pada awal 1990-an. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meningkat, angka melek huruf membaik, dan layanan kesehatan lebih terjangkau.
5. Stabilisasi Politik
Dengan kendali militer yang kuat dan struktur pemerintahan yang terpusat, pemerintahan Soeharto berhasil menciptakan stabilitas politik yang kondusif bagi investor dan pembangunan.
Kontroversi dan Dampak Negatif Pembangunan Soeharto
1. Ketimpangan Sosial dan Ekonomi
Meskipun ekonomi tumbuh, distribusi kekayaan tidak merata. Kekayaan hanya dinikmati oleh elite politik dan kroni-kroni Soeharto, termasuk keluarga Cendana. Ketimpangan antara desa dan kota serta antara Jawa dan luar Jawa semakin mencolok.
2. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)
Pembangunan di era Soeharto sangat sarat KKN. Banyak proyek infrastruktur dan swasta dikuasai oleh anak-anak dan kroni Soeharto, seperti bisnis Cendana dalam perbankan, perkebunan, dan media. Transparansi dan akuntabilitas hampir tidak ada.
3. Kerusakan Lingkungan
Pembangunan industri dan eksploitasi sumber daya alam dilakukan tanpa memperhatikan aspek lingkungan. Deforestasi masif, pencemaran sungai, dan kerusakan lahan gambut menjadi warisan pembangunan yang tidak lestari.
4. Rezim Otoriter
Pembangunan di era Soeharto tidak disertai demokratisasi. Kebebasan pers ditekan, oposisi dibungkam, dan militer digunakan untuk menjaga kekuasaan. Program pembangunan menjadi alat legitimasi kekuasaan Orde Baru.
5. Ketergantungan pada Utang Luar Negeri
Untuk membiayai pembangunan, Soeharto banyak mengandalkan utang dari lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia. Hal ini membuat Indonesia sangat rentan terhadap gejolak global, yang terbukti saat krisis moneter 1997–1998.
Baca juga: Krisis Ekonomi 1997-1998 dan Kejatuhan Orde Baru
Krisis 1998: Titik Balik Pembangunan Orde Baru
Meski pembangunan tampak gemilang, ekonomi Indonesia terbukti rapuh ketika diterpa krisis moneter Asia pada 1997. Nilai rupiah anjlok, perbankan runtuh, PHK massal terjadi, dan kemiskinan meningkat drastis.
Pemerintahan Soeharto gagal menangani krisis ini. Rakyat kehilangan kepercayaan, demonstrasi meluas, dan akhirnya Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998. Krisis ini menandai akhir dari pembangunan ala Orde Baru yang sentralistik dan tertutup.
Warisan Pembangunan Orde Baru
Warisan pembangunan era Soeharto masih terasa hingga kini, baik dalam bentuk infrastruktur fisik maupun pola kebijakan pembangunan.
Positif:
- Infrastruktur dasar masih digunakan hingga kini.
- Lembaga negara dan perencanaan pembangunan telah tertata.
Negatif:
- Ketimpangan wilayah dan sosial masih sulit diatasi.
- Budaya birokrasi yang tidak efisien dan rawan korupsi tetap ada.
- Mentalitas pembangunan top-down masih memengaruhi pengambilan kebijakan.
Kesimpulan
Pembangunan nasional di era Soeharto adalah pisau bermata dua. Di satu sisi, era ini membawa transformasi besar dalam ekonomi dan infrastruktur Indonesia. Di sisi lain, keberhasilan itu dibayangi oleh kontrol kekuasaan yang represif, ketimpangan sosial, dan praktik korupsi sistemik.
Masyarakat Indonesia perlu memahami sejarah ini secara utuh: tidak hanya memuji prestasi pembangunan, tetapi juga belajar dari kegagalannya agar pembangunan masa kini dan masa depan lebih berkeadilan, partisipatif, dan berkelanjutan.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Apa yang dimaksud dengan pembangunan nasional era Soeharto?
Pembangunan nasional era Soeharto adalah kebijakan yang menekankan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi melalui Repelita, pembangunan infrastruktur, dan pengentasan kemiskinan.
2. Apa saja keberhasilan utama pembangunan Orde Baru?
Keberhasilan utamanya meliputi swasembada pangan, pertumbuhan ekonomi tinggi, pembangunan infrastruktur, dan pengurangan kemiskinan.
3. Mengapa pembangunan di era Soeharto dikritik?
Karena disertai korupsi, ketimpangan sosial, eksploitasi lingkungan, dan otoritarianisme yang membungkam kebebasan sipil.
4. Apa hubungan antara krisis moneter 1998 dan pembangunan Orde Baru?
Krisis 1998 mengungkap kelemahan fundamental ekonomi Orde Baru yang terlalu bergantung pada utang dan tidak transparan, sehingga memicu runtuhnya Soeharto.
5. Apakah pembangunan era Soeharto masih berpengaruh sekarang?
Ya, banyak infrastruktur dasar dan sistem perencanaan yang masih digunakan, tetapi juga meninggalkan masalah seperti ketimpangan dan budaya korupsi.
Referensi
- Crouch, Harold. The Army and Politics in Indonesia, Cornell University Press.
- Hill, Hal. The Indonesian Economy, Cambridge University Press.
- Booth, Anne. The Indonesian Economy in the Nineteenth and Twentieth Centuries, Macmillan.
- Kompas.com – https://www.kompas.com
- Tirto.id – https://www.tirto.id
- Historia.id – https://www.historia.id
- Bappenas.go.id – https://www.bappenas.go.id