Home » Sejarah » Mengapa Masa Jabatan B.J. Habibie sebagai Presiden Hanya Singkat?
Posted in

Mengapa Masa Jabatan B.J. Habibie sebagai Presiden Hanya Singkat?

Mengapa Masa Jabatan B.J. Habibie sebagai Presiden Hanya Singkat? (ft.istimewa)
Mengapa Masa Jabatan B.J. Habibie sebagai Presiden Hanya Singkat? (ft.istimewa)
sekolahGHAMA

Bacharuddin Jusuf Habibie, atau yang lebih dikenal sebagai B.J. Habibie, merupakan Presiden Republik Indonesia ke-3 yang menjabat dalam periode krusial: masa transisi dari rezim otoriter Orde Baru menuju era reformasi. Ia menjabat dari 21 Mei 1998 hingga 20 Oktober 1999, atau sekitar 17 bulan saja. Masa jabatan yang singkat ini menjadi topik menarik dalam sejarah politik Indonesia. Mengapa Masa Jabatan B.J. Habibie sebagai Presiden Hanya Singkat?

Meski singkat, masa pemerintahan Habibie memiliki pengaruh yang besar. Ia membuka keran demokrasi, meletakkan dasar reformasi politik, dan mengambil keputusan penting seperti pelaksanaan referendum di Timor Timur. Namun, mengapa seorang tokoh visioner seperti Habibie hanya memimpin dalam waktu yang begitu pendek? Artikel ini akan membahas secara mendalam berbagai faktor politik, sosial, dan historis yang menyebabkan masa jabatan B.J. Habibie sebagai presiden hanya berlangsung singkat.


1. Naik ke Tampuk Kekuasaan dalam Situasi Krisis

B.J. Habibie menjadi Presiden bukan melalui pemilihan umum, melainkan melanjutkan kekuasaan dari Presiden Soeharto yang mengundurkan diri pada 21 Mei 1998. Saat itu, Indonesia sedang mengalami:

  • Krisis moneter dan ekonomi yang parah
  • Keretakan sosial dan kerusuhan massal Mei 1998
  • Desakan reformasi dari mahasiswa dan masyarakat sipil
  • Tekanan internasional terhadap pelanggaran HAM dan ketertutupan politik

Sebagai Wakil Presiden saat itu, Habibie secara konstitusional naik menjadi presiden, namun tanpa legitimasi langsung dari rakyat atau lembaga legislatif hasil pemilu demokratis.


2. Pemerintahan Transisi, Bukan Pemimpin Jangka Panjang

Ketika menjabat, B.J. Habibie mendeklarasikan dirinya sebagai pemimpin transisi, bukan tokoh yang akan bertahan lama. Ia menyadari bahwa kewenangannya bersifat sementara untuk:

  • Memulihkan stabilitas nasional
  • Menyiapkan pemilu yang demokratis
  • Mendorong reformasi kelembagaan
  • Mengembalikan kepercayaan rakyat dan dunia internasional

Dalam pidato awalnya, Habibie berkomitmen tidak mempertahankan kekuasaan dan akan menyerahkan mandat kepada presiden yang dipilih secara demokratis.


3. Kebijakan yang Kontroversial: Referendum Timor Timur

Salah satu keputusan paling bersejarah (dan kontroversial) dari B.J. Habibie adalah menawarkan opsi referendum kepada rakyat Timor Timur. Pada Januari 1999, Habibie mengumumkan bahwa rakyat Timor Timur dapat memilih tetap menjadi bagian dari Indonesia dengan status otonomi khusus, atau merdeka.

Hasilnya, dalam referendum yang diawasi oleh PBB, 78,5% rakyat Timor Timur memilih merdeka. Keputusan ini mengundang reaksi keras dari militer Indonesia dan kelompok nasionalis, serta menimbulkan konflik politik internal yang merusak dukungan terhadap Habibie.

Banyak elite politik merasa keputusan Habibie dilakukan terlalu cepat dan tanpa konsultasi yang luas, sehingga dinilai melemahkan posisi Indonesia secara geopolitik.


4. Tidak Mendapat Dukungan Parlemen (MPR)

Setelah pelaksanaan Pemilu 1999, MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) melakukan Sidang Umum untuk mendengarkan pertanggungjawaban presiden. Habibie menyampaikan laporan pertanggungjawaban pada 14 Oktober 1999.

Namun, dalam pemungutan suara, MPR menolak laporan pertanggungjawaban Habibie, dengan hasil:

  • Menyetujui: 279 suara
  • Menolak: 355 suara
  • Abstain: 4 suara

Penolakan ini menjadi indikator bahwa mayoritas fraksi di MPR tidak puas dengan kinerja Habibie, terutama soal Timor Timur, pelanggaran HAM, dan penanganan ekonomi. Akibatnya, Habibie mengundurkan diri dari pencalonan sebagai presiden dalam pemilihan oleh MPR.


5. Lemahnya Basis Politik dan Kaderisasi Partai

Habibie bukan pemimpin partai politik besar. Ia memang terkait dengan Golkar, namun setelah kejatuhan Soeharto, partai ini terpecah dan banyak faksi dalam Golkar tidak mendukung Habibie secara penuh.

Selain itu, Habibie tidak memiliki dukungan massa akar rumput seperti tokoh-tokoh lain seperti Megawati Soekarnoputri atau Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang lebih populer di kalangan rakyat dan memiliki basis partai kuat (PDI-P dan PKB).

Ketiadaan infrastruktur politik yang kokoh membuat Habibie rapuh secara politik, sehingga sulit mempertahankan jabatannya.

Baca juga: Demokrasi Terpimpin vs Demokrasi Liberal: Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia


6. Tumbuhnya Tokoh Alternatif di Era Reformasi

Setelah reformasi dimulai, banyak tokoh baru yang muncul sebagai alternatif pemimpin nasional. Figur seperti:

  • Megawati Soekarnoputri
  • Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
  • Amien Rais

…muncul dengan dukungan partai dan basis massa. Dalam Pemilu 1999, PDI-P memenangkan suara terbanyak, dan Gus Dur terpilih sebagai presiden melalui MPR dengan dukungan koalisi besar. Habibie akhirnya mengundurkan diri dari politik praktis dan kembali ke dunia ilmu pengetahuan.


7. Sikap Legowo dan Kepemimpinan yang Demokratis

Berbeda dari banyak tokoh lain, Habibie tidak memaksakan diri untuk tetap berkuasa. Ia menerima keputusan MPR, tidak mencalonkan diri kembali, dan secara sukarela menyerahkan kekuasaan kepada Gus Dur. Sikap ini membuatnya dikenang sebagai pemimpin yang:

  • Demokratis dan menjunjung konstitusi
  • Tidak ambisius terhadap kekuasaan
  • Mementingkan masa depan bangsa daripada kepentingan pribadi

Kesimpulan: Masa Singkat dengan Warisan Besar

Mengapa Masa Jabatan B.J. Habibie sebagai Presiden Hanya Singkat? Masa jabatan B.J. Habibie sebagai presiden memang singkat, hanya 17 bulan. Namun, singkatnya masa tersebut bukanlah karena kegagalan, melainkan hasil dari kesadaran historis dan komitmen terhadap demokrasi. Habibie menjadi pemimpin transisi yang:

  • Membuka ruang kebebasan pers
  • Mengesahkan undang-undang otonomi daerah
  • Mengantar pemilu demokratis 1999
  • Mengakhiri konflik di Timor Timur secara damai
  • Menyelamatkan ekonomi dari kehancuran total

Habibie memilih mundur secara terhormat, dan membiarkan proses demokrasi berjalan sesuai kehendak rakyat. Warisannya bukan hanya dalam kebijakan, tetapi juga dalam etika dan teladan kenegarawanan.


FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)

1. Berapa lama B.J. Habibie menjabat sebagai Presiden RI?
B.J. Habibie menjabat selama sekitar 17 bulan, dari 21 Mei 1998 hingga 20 Oktober 1999.

2. Mengapa Habibie tidak mencalonkan diri kembali setelah masa jabatannya?
Karena laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR dan ia memilih untuk legowo dan tidak memaksakan diri maju sebagai calon presiden.

3. Apa kebijakan paling kontroversial dari Habibie?
Keputusan untuk mengadakan referendum Timor Timur yang kemudian menyebabkan wilayah tersebut merdeka.

4. Apakah Habibie gagal sebagai presiden?
Tidak. Meskipun menjabat singkat, ia berhasil membuka jalan reformasi, membebaskan pers, dan mengawal pemilu demokratis pertama sejak era Orde Baru.

5. Apa warisan terbesar B.J. Habibie dalam sejarah Indonesia?
Warisan terbesarnya adalah transisi damai menuju demokrasi serta sikap kenegarawanan yang menjunjung tinggi konstitusi dan kehendak rakyat.


Referensi

  • Kompas.com – https://www.kompas.com
  • Tirto.id – https://www.tirto.id
  • The Habibie Center – https://www.habibiecenter.or.id
  • BBC Indonesia – “Habibie dan Transisi Demokrasi Indonesia”
  • Historia.id – “17 Bulan Kepemimpinan Habibie”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.