Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia, Masalah ketenagakerjaan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses berkesinambungan dalam sektor-sektor ekonomi.
Proses ini memungkinkan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang mendorong terciptanya kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan akhirnya taraf hidup masyarakat.
Pembangunan ekonomi Indonesia pada dekade 90-an memang menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hasil ini membuat Indonesia menjadi salah satu dari delapan The East Asean Miracle”disejajarkan dengan Singapura, Malaysia, Thailand, bahkan Jepang.
Namun sayang, prestasi ini hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat Indonesia. Hal ini menggambarkan fondasi perekonomian Indonesia yang lemah. Keroposnya fondasi ini menjadi salah satu sebab utama krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak tahun 1997 lalu.
Periode krisis menjadi potret buram ketenagakerjaan di Indonesia. Banyaknya perusahaan yang bangkrut memicu terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) serta kekacauan politik dan keamanan. Kondisi seperti ini membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia dan pemulangan ribuan TKI dari luar negeri berdampak pada semakin besarnya pengangguran dan setengah pengangguran di Indonesia.
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sebenarnya tidak hanya terkait dengan pengangguran dan setengah pengangguran. Berikut beberapa permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia khususnya.
1. Ketidakseimbangan antara Permintaan dan Penawaran di Pasar Tenaga Kerja
Penawaran tenaga kerja yang melebihi permintaan akan menimbulkan pengangguran ataupun setengah pengangguran yang berkepanjangan.
Pengangguran dan setengah pengangguran yang merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, serta dapat menghambat pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.
2. Rendahnya Posisi Tawar Tenaga Kerja Indonesia, baik di Dalam Negeri maupun Luar Negeri
Akibat lain atas kelebihan penawaran tenaga kerja adalah posisi tawar tenaga kerja yang lemah di hadapan pengguna tenaga kerja. Tidak mengherankan jika di banyak daerah di Indonesia tingkat upah menjadi rendah, bahkan lebih rendah dibandingkan tingkat Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) di Indonesia.
Dapat ditebak, akibat selanjutnya adalah ketidakpuasan pekerja atas hak yang seharusnya ia terima. Bila hal ini terjadi, tidak mengherankan bila kemudian muncul tuntutan akan kenaikan upah dan berbagai komponen kesejahteraan lainnya. Rendahnya posisi tawar tenaga kerja Indonesia di luar negeri tidak hanya menyebabkan rendahnya tingkat upah, tetapi juga rendahnya jaminan keselamatan, kesehatan, dan perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia.
Rendahnya posisi tawar TKI juga tampak dalam bentuk permintaan tenaga kerja di luar negeri untuk pekerjaan-pekerjaan di sektor informal, seperti pembantu rumah tangga, pelayan toko, dan buruh pabrik rendahan.
Sebaliknya, pasar tenaga kerja dalam negeri justru semakin ketat dengan masuknya tenaga-tenaga kerja profesional dari luar negeri. Dengan demikian, ketidakmampuan tenaga kerja Indonesia bersaing dengan tenaga kerja asing tidak hanya terjadi di luar negeri, tetapi juga di dalam negeri.
3. Rendahnya Produktivitas Tenaga Kerja
Masalah produktivitas kerja biasanya dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja yang diukur dengan tingkat pendidikan tenaga kerja. Data yang ada menunjukkan bahwa di Indonesia tenaga kerja berpendidikan tinggi hanya mencapai 5%, berpendidikan menengah 36%, dan 59% berpendidikan rendah.
4. Masalah yang Terkait dengan Interaksi antara Pelaku di Pasar Tenaga Kerja
Pelaku di pasar tenaga kerja terdiri dari masyarakat penyedia tenaga kerja, perusahaan sebagai pengguna jasa tenaga kerja, dan pemerintah sebagai regulator dan stabilisatornya.
Hal yang wajar bila masyarakat penyedia tenaga kerja terus memperjuangkan haknya memperoleh kenaikan upah dan komponen kesejahteraan lainnya (berbagai macam tunjangan, pesangon, cuti, dan sebagainya).
Namun, bila hal ini dilakukan dengan demo dan pemogokan kerja, tentu akan mengganggu proses produksi dan menciptakan kondisi yang tidak mendukung dalam kegiatan produksi.
Sayangnya, tenaga kerja dan pelaku usaha sering kali sulit menemukan titik temu untuk penyesuaian yang diinginkan kedua belah pihak. Terlebih lagi pemerintah belum mampu berperan optimal sebagai penengah kedua pihak yang berkepentingan.
Berbagai masalah yang terkait dengan ketenagakerjaan seperti di atas merupakan “pekerjaan rumah” yang harus dipecahkan semua pihak yang berkepentingan. Bagaimana dengan pemerintah sebagai regulator dan stabilisator perekonomian dalam hal ini? Apa perannya? Bila kalian ingin tahu, pelajari subbab berikut dengan saksama!