Home » Sejarah » Latar Belakang Lahirnya Orde Baru: Dari Supersemar hingga Soeharto Berkuasa
Posted in

Latar Belakang Lahirnya Orde Baru: Dari Supersemar hingga Soeharto Berkuasa

Latar Belakang Lahirnya Orde Baru: Dari Supersemar hingga Soeharto Berkuasa (ft/istimewa)
Latar Belakang Lahirnya Orde Baru: Dari Supersemar hingga Soeharto Berkuasa (ft/istimewa)

Orde Baru adalah periode pemerintahan di Indonesia yang berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998 di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Latar Belakang Lahirnya Orde Baru, rezim ini lahir sebagai reaksi terhadap situasi politik dan ekonomi yang tidak stabil di bawah pemerintahan Soekarno. Salah satu momen paling krusial dalam lahirnya Orde Baru adalah diterbitkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada 11 Maret 1966. Artikel ini akan membahas secara mendalam latar belakang lahirnya Orde Baru, mulai dari ketegangan politik pada era Soekarno hingga pengukuhan Soeharto sebagai Presiden Indonesia.

Situasi Politik dan Ekonomi di Akhir Orde Lama

Pada awal 1960-an, Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang parah. Inflasi yang tinggi, kelangkaan bahan pokok, dan ketidakstabilan politik menyebabkan ketidakpuasan di berbagai lapisan masyarakat. Presiden Soekarno menerapkan sistem Demokrasi Terpimpin, yang mengurangi peran partai politik dan memberikan kekuasaan besar kepada dirinya sendiri. Dalam sistem ini, kebijakan ekonomi banyak berorientasi pada nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing, tetapi tidak diimbangi dengan pengelolaan yang efektif, yang justru memperburuk kondisi ekonomi.

Di sisi lain, hubungan Indonesia dengan negara-negara Barat memburuk akibat kebijakan luar negeri yang agresif, termasuk konfrontasi dengan Malaysia dalam kampanye Ganyang Malaysia. Keputusan Soekarno untuk keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1965 semakin mengisolasi Indonesia dari dunia internasional.

Peristiwa G30S/PKI dan Krisis Politik

Ketegangan politik mencapai puncaknya dengan terjadinya Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI). Gerakan ini menyebabkan terbunuhnya enam jenderal tinggi TNI AD dan seorang perwira lainnya. Pemerintah segera menuduh Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai dalang utama di balik gerakan ini. Pasca peristiwa tersebut, gelombang aksi demonstrasi besar-besaran terjadi di berbagai daerah, menuntut pembubaran PKI dan perombakan pemerintahan.

Pada saat yang sama, Letnan Jenderal Soeharto, yang kala itu menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad), mengambil tindakan cepat untuk mengendalikan situasi. Ia memerintahkan penumpasan terhadap PKI dan menahan tokoh-tokoh yang dianggap terlibat dalam G30S.

Supersemar: Awal Peralihan Kekuasaan

Pada 11 Maret 1966, situasi politik semakin genting. Soekarno yang berada di Istana Bogor menghadapi tekanan dari berbagai pihak, termasuk militer dan mahasiswa yang menuntut perubahan. Pada hari itu, tiga perwira tinggi TNI, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rahmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud, datang menemui Soekarno dan meminta agar ia memberikan mandat kepada Soeharto untuk mengambil langkah-langkah dalam mengendalikan situasi nasional.

Soekarno akhirnya menandatangani Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), yang memberikan kewenangan kepada Soeharto untuk mengambil tindakan yang diperlukan guna mengembalikan ketertiban dan keamanan. Dengan berbekal Supersemar, Soeharto bergerak cepat membubarkan PKI pada 12 Maret 1966 serta menangkap pejabat-pejabat yang dianggap pro-Komunis.

Baca juga: Apa Saja yang Terjadi pada Masa Awal Kemerdekaan?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.