Perang Pattimura, atau sering disebut Perang Saparua, adalah salah satu peristiwa besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan Belanda. Kronologi Perang Pattimura, dipimpin oleh Thomas Matulessy, yang lebih dikenal sebagai Kapitan Pattimura, perang ini menjadi simbol perlawanan rakyat Maluku terhadap penindasan kolonial. Artikel ini akan mengupas secara rinci kronologi perang tersebut, mulai dari latar belakang, jalannya pertempuran, hingga dampaknya.
Latar Belakang Perang Pattimura
Pada awal abad ke-19, Belanda kembali menguasai Maluku setelah sebelumnya wilayah ini berada di bawah kendali Inggris selama Perang Napoleon. Ketika Belanda kembali berkuasa, mereka menerapkan kebijakan yang sangat memberatkan rakyat Maluku, seperti:
- Kerja Paksa dan Sistem Pajak Pemerintah kolonial Belanda memaksakan kerja paksa dan sistem pajak yang berat kepada rakyat Maluku, khususnya di Pulau Saparua. Hal ini menyebabkan penderitaan yang meluas.
- Penyitaan Hak Tanah Belanda juga melakukan penyitaan terhadap tanah-tanah adat yang menjadi sumber kehidupan masyarakat setempat.
- Penutupan Perdagangan Lokal Rakyat Maluku tidak diizinkan berdagang bebas, terutama rempah-rempah, karena Belanda ingin memonopoli perdagangan tersebut.
Kebijakan-kebijakan ini menimbulkan ketidakpuasan yang mendalam di kalangan masyarakat Maluku. Rasa ketidakadilan ini menjadi pemicu utama meletusnya Perang Pattimura.
Kronologi Perang Pattimura
1. Persiapan Perang (1817)
Pada April 1817, rakyat Maluku mulai mengorganisasi perlawanan terhadap Belanda. Thomas Matulessy, seorang bekas tentara Inggris yang memiliki pengalaman militer, diangkat menjadi pemimpin perjuangan. Ia dikenal karena keberanian dan kemampuannya dalam memimpin pasukan.
Rakyat Maluku, terutama dari Saparua, Haria, dan daerah sekitarnya, bersatu untuk melawan penjajahan. Mereka mempersiapkan senjata tradisional, seperti parang, tombak, dan panah, serta membangun strategi gerilya untuk melawan pasukan kolonial.
2. Penyerangan Benteng Duurstede (16 Mei 1817)
Perang dimulai dengan serangan besar-besaran terhadap Benteng Duurstede di Pulau Saparua. Pasukan Pattimura berhasil merebut benteng ini setelah melalui pertempuran sengit. Dalam penyerangan tersebut, Residen Van den Berg, pejabat kolonial Belanda, tewas bersama keluarganya.
Keberhasilan ini menjadi tonggak penting dalam perjuangan rakyat Maluku, sekaligus memberi semangat kepada masyarakat untuk terus melawan.
3. Perlawanan di Berbagai Wilayah
Setelah merebut Benteng Duurstede, perlawanan meluas ke berbagai wilayah Maluku, seperti Ambon, Seram, dan Haruku. Pasukan Pattimura menggunakan strategi gerilya untuk mengacaukan posisi Belanda. Mereka menyerang pos-pos militer dan menghalangi jalur logistik musuh.
Namun, Belanda segera mengirimkan pasukan tambahan dari Batavia (sekarang Jakarta) untuk merebut kembali kendali di Maluku. Mereka juga memanfaatkan taktik “pecah belah” dengan mencoba mempengaruhi tokoh-tokoh lokal agar tidak mendukung Pattimura.
4. Serangan Balasan Belanda (Juli 1817)
Pada bulan Juli 1817, Belanda melancarkan serangan balasan besar-besaran untuk merebut kembali Benteng Duurstede. Dengan persenjataan yang lebih modern dan pasukan yang lebih besar, mereka berhasil mengepung benteng dan memaksa pasukan Pattimura mundur.
Meskipun Benteng Duurstede jatuh ke tangan Belanda, perlawanan rakyat Maluku tidak berhenti. Pattimura dan pasukannya terus melancarkan serangan sporadis di berbagai tempat.
5. Penangkapan Pattimura (November 1817)
Setelah berbulan-bulan pertempuran, pasukan Belanda akhirnya berhasil menangkap Thomas Matulessy pada November 1817. Penangkapan ini terjadi setelah salah satu pengikutnya memberikan informasi tentang keberadaannya kepada pihak Belanda.
Pattimura ditahan dan diadili oleh pemerintah kolonial. Meskipun mendapat tawaran pengampunan jika bersedia bekerja sama dengan Belanda, Pattimura menolak. Ia tetap teguh pada prinsipnya untuk memperjuangkan kemerdekaan rakyat Maluku.
6. Eksekusi Pattimura (16 Desember 1817)
Pada 16 Desember 1817, Thomas Matulessy dihukum gantung di Ambon. Sebelum dieksekusi, ia memberikan pesan terakhir kepada rakyat Maluku untuk tetap bersatu dan melanjutkan perjuangan melawan penjajahan.
Kematian Pattimura tidak mengakhiri semangat perlawanan rakyat Maluku. Ia menjadi simbol keberanian dan tekad untuk melawan ketidakadilan, yang terus dikenang hingga hari ini.
Dampak Perang Pattimura
Perang Pattimura meninggalkan dampak yang besar, baik bagi rakyat Maluku maupun pemerintah kolonial Belanda. Berikut adalah beberapa dampak penting dari perang ini:
- Kerugian Besar bagi Belanda Perang Pattimura menyebabkan kerugian besar bagi pemerintah kolonial, baik dari segi finansial maupun sumber daya manusia. Banyak tentara Belanda yang tewas dalam pertempuran, dan mereka harus mengerahkan pasukan tambahan untuk memadamkan perlawanan.
- Meningkatnya Kesadaran Nasional Perjuangan Pattimura menginspirasi daerah-daerah lain di Indonesia untuk melawan penjajahan. Semangat nasionalisme mulai tumbuh di berbagai wilayah, meskipun perjuangan masih bersifat lokal.
- Pengetatan Kebijakan Kolonial Setelah Perang Pattimura, Belanda memperketat kontrol mereka di Maluku dengan menerapkan kebijakan yang lebih represif. Namun, hal ini justru menimbulkan ketidakpuasan yang terus membara di kalangan rakyat.
Baca juga: 10 November: Mengenang Hari Pahlawan di Indonesia
Warisan Pattimura
Thomas Matulessy atau Kapitan Pattimura diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 1973. Warisannya tidak hanya terletak pada keberaniannya dalam memimpin perang, tetapi juga pada semangatnya untuk melindungi hak-hak rakyat Maluku.
Nama Pattimura diabadikan dalam berbagai bentuk, seperti nama jalan, universitas, dan patung-patung penghormatan. Setiap tahun, rakyat Maluku memperingati perjuangannya sebagai pengingat akan pentingnya persatuan dan keberanian dalam melawan ketidakadilan.
Baca juga: 40 Nama Pahlawan Nasional dan Asalnya
Kesimpulan
Kronologi Perang Pattimura adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah perjuangan Indonesia melawan penjajahan. Dengan keberanian dan kecerdasannya, Thomas Matulessy memimpin rakyat Maluku melawan penindasan kolonial, meskipun harus menghadapi tantangan yang sangat besar.
Semangat perjuangan Pattimura mengajarkan kita untuk selalu melawan ketidakadilan dan memperjuangkan kemerdekaan. Ia tidak hanya seorang pahlawan, tetapi juga simbol perlawanan rakyat yang abadi dalam sejarah Indonesia.