Kerajaan Aceh Darussalam merupakan salah satu kerajaan Islam terkuat dan paling berpengaruh di wilayah barat Nusantara pada abad ke-16 hingga ke-17. Berdiri di ujung utara Pulau Sumatra, kerajaan ini bukan hanya menjadi pusat kekuasaan politik, tetapi juga simbol kekuatan keagamaan dan kebudayaan Islam di Asia Tenggara.
Keberadaan Aceh Darussalam sangat penting dalam sejarah Indonesia, karena memainkan peran besar dalam perlawanan terhadap kolonialisme, perkembangan intelektual Islam, dan integrasi masyarakat Muslim di Sumatra dan wilayah sekitarnya.
Sejarah Berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh Darussalam didirikan pada tahun 1496 M oleh Sultan Ali Mughayat Syah, setelah berhasil mengusir pengaruh Kesultanan Samudra Pasai dan menyatukan berbagai wilayah kecil di utara Sumatra. Nama “Darussalam” yang berarti “Negeri Kedamaian” menunjukkan komitmen kerajaan terhadap nilai-nilai Islam.
Setelah Samudra Pasai mulai melemah akibat invasi Portugis dan konflik internal, muncul kebutuhan akan kekuatan baru yang mampu melindungi wilayah utara Sumatra dari ancaman asing. Aceh Darussalam muncul sebagai kekuatan politik dan militer baru yang tangguh, menggantikan peran Samudra Pasai.
Lokasi Strategis di Jalur Perdagangan
Terletak di kawasan Banda Aceh saat ini, kerajaan ini memiliki posisi strategis di Selat Malaka, jalur perdagangan laut paling penting di dunia pada masa itu. Letaknya memungkinkan Aceh mengontrol arus perdagangan antara India, Timur Tengah, dan Tiongkok.
Sebagai pelabuhan transit utama, Aceh menarik banyak pedagang dari berbagai negara. Komoditas unggulan seperti lada, emas, dan kapur barus menjadi barang ekspor utama yang menjadikan Aceh makmur.
Puncak Kejayaan di Bawah Sultan Iskandar Muda
Puncak kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam terjadi di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607–1636). Ia dikenal sebagai pemimpin militer yang hebat, reformis, dan pelindung ilmu pengetahuan. Di bawah kekuasaannya, Aceh menjadi kerajaan yang sangat kuat, baik dari segi militer, ekonomi, maupun keagamaan.
Beberapa pencapaian penting Sultan Iskandar Muda antara lain:
- Ekspansi wilayah hingga ke sebagian Sumatra, Semenanjung Melayu, dan kepulauan barat Indonesia.
- Membangun angkatan laut yang kuat untuk melawan Portugis di Melaka.
- Mengembangkan sistem hukum berbasis syariat Islam yang tertulis dalam Qanun Aceh.
- Mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan sastra Islam, termasuk mendorong para ulama untuk menulis kitab-kitab penting dalam bahasa Melayu.
Peran Agama dalam Pemerintahan
Aceh Darussalam bukan hanya kerajaan politik, tetapi juga kerajaan Islam yang berkomitmen menjalankan syariat. Ulama memiliki posisi penting dalam struktur pemerintahan dan menjadi penasehat sultan. Pemerintahan yang menggabungkan kekuasaan duniawi dan spiritual menjadikan Aceh sebagai “negeri para ulama.”
Beberapa tokoh ulama besar seperti Syekh Abdurrauf as-Sinkili dan Nuruddin ar-Raniri hidup dan berkarya di Aceh. Karya-karya mereka masih menjadi rujukan dalam kajian Islam hingga kini.
Hubungan Internasional dan Diplomasi
Kerajaan Aceh aktif menjalin hubungan diplomatik dengan kekuatan besar dunia Islam saat itu, seperti:
- Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman) di Turki
- Kesultanan Gujarat di India
- Kekhalifahan Arab di Timur Tengah
Bukti kuat hubungan ini adalah ketika Aceh mengirim utusan ke Turki Utsmani dan mendapatkan bantuan militer dalam bentuk meriam dan pelatih perang untuk melawan Portugis. Aceh juga memiliki hubungan dagang yang erat dengan India dan Timur Tengah, menjadikannya bagian dari jaringan Islam global.
Sistem Pemerintahan dan Kehidupan Sosial
Pemerintahan Aceh bersifat monarki absolut Islam, di mana sultan memegang kekuasaan tertinggi. Namun, struktur pemerintahan dibantu oleh pejabat seperti wakil sultan, panglima perang, dan ulama istana.
Dalam kehidupan sosial, masyarakat dibagi dalam beberapa kelas, tetapi nilai-nilai Islam menjadi dasar utama dalam hubungan antarwarga. Perempuan juga memiliki peran penting dalam budaya dan bahkan pemerintahan, terbukti dengan naiknya beberapa sultanah atau ratu setelah masa kejayaan Iskandar Muda.
Kemunduran dan Keruntuhan
Setelah wafatnya Iskandar Muda, Kerajaan Aceh Darussalam mengalami kemunduran. Beberapa faktor penyebabnya antara lain:
- Konflik internal perebutan kekuasaan.
- Tekanan dari Belanda dan Inggris, yang mulai menguasai wilayah pelabuhan penting di Nusantara.
- Lemahnya kepemimpinan sultan-sultan selanjutnya.
- Perubahan jalur perdagangan global yang mengurangi peran Aceh sebagai pelabuhan transit utama.
Meskipun demikian, Aceh tetap bertahan sebagai kerajaan merdeka hingga abad ke-19, sebelum akhirnya ditaklukkan Belanda dalam Perang Aceh yang berlangsung lama (1873–1904).
Baca juga: Pengaruh Hukum Kolonial Belanda terhadap Sistem Hukum Indonesia Saat Ini
Warisan dan Pengaruh Kerajaan Aceh Darussalam
Warisan dari Kerajaan Aceh Darussalam sangat besar, terutama dalam bidang:
- Keislaman: Aceh tetap dikenal sebagai “Serambi Mekkah” karena kuatnya tradisi Islam.
- Pendidikan Islam: Pesantren dan madrasah yang berdiri sejak masa kerajaan masih berfungsi hingga kini.
- Sastra Islam: Karya-karya ulama Aceh menjadi fondasi literasi Islam berbahasa Melayu di Asia Tenggara.
- Identitas Aceh: Budaya, hukum, dan adat Aceh saat ini masih mencerminkan nilai-nilai dari masa Kerajaan Aceh Darussalam.
Kesimpulan
Kerajaan Aceh Darussalam merupakan simbol kejayaan politik dan spiritual Islam di Indonesia, khususnya di wilayah Sumatra Utara. Sebagai kerajaan Islam yang kuat, Aceh memainkan peran penting dalam menyebarkan ajaran Islam, mempertahankan kedaulatan dari kolonialis, dan mengembangkan peradaban Islam Melayu yang berpengaruh di Asia Tenggara.
Meskipun kini hanya menjadi bagian dari sejarah, semangat perjuangan dan warisan keilmuannya tetap hidup dalam identitas masyarakat Aceh modern.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Siapa pendiri Kerajaan Aceh Darussalam?
Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496 M.
2. Apa masa kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam?
Masa kejayaannya terjadi pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607–1636).
3. Apa saja komoditas dagang utama Kerajaan Aceh?
Komoditas utama adalah lada, emas, kapur barus, dan hasil bumi lainnya.
4. Bagaimana peran ulama dalam Kerajaan Aceh?
Ulama memiliki peran penting sebagai penasehat sultan, penulis kitab, dan pengajar agama. Beberapa ulama besar seperti Nuruddin ar-Raniri dan Abdurrauf as-Sinkili berasal dari Aceh.
5. Mengapa Kerajaan Aceh Darussalam runtuh?
Keruntuhan disebabkan oleh konflik internal, tekanan kolonial, dan melemahnya sistem pemerintahan pasca Iskandar Muda.
Referensi
- Azra, Azyumardi. Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal. Jakarta: Kencana, 2013.
- Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: Serambi, 2008.
- https://kebudayaan.kemdikbud.go.id
- https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id
- https://perpusnas.go.id
- https://encyclopedia.jakarta-tourism.go.id
- Daftar Pustaka Sejarah Aceh, Dinas Kebudayaan Provinsi Aceh