Kehidupan Sosial Pada Zaman perundagian, kehidupan masyarakat yang sudah menetap semakin mengalami perkembangan dan hal inilah yang mendorong masyarakat untuk membentuk keteraturan hidup. Aturan hidup dapat terlaksana dengan baik karena adanya seorang pemimpin yang mereka pilih atas dasar musyawarah.
Pemilihan pemimpin tentunya tidak dapat dipilih dengan sembarangan, seseorang yang dipilih sebagai pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan dengan roh-roh atau arwah nenek moyang demi keselamatan desa setempat, serta keahlian-keahlian yang lebih.
Tatanan Kehidupan
Kehidupan Sosial Pada Zaman perundagian, dalam tata kehidupan yang sudah teratur, berburu binatang liar seperti singa, harimau dan bison merupakan prestige tersendiri jika mampu menaklukkannya. Perburuan tersebut selain sebagai mata pencaharian juga dimaksudkan untuk menanbah strata sosial tersendiri.
Jika orang yang mampu menaklukkan harimau maka mereka telah mampu menunjukkan tingkat keberanian tinggi dan kegagahan dalam suatu lingkungan masyarakat.
Kehidupan masyarakat di zaman perundagian memperlihatkan rasa solidaritas yang kuat. Peranan solidaritas ini tertanam dalam hati setiap orang sebagai warisan yang telah berlaku sejak nenek moyang.
Adat kebiasaan dan kepercayaan merupakan pengikat yang kuat dalam mewujudkan sifat itu. Akibatnya, kebebasan individu agak terbatas karena adanya aturan-atauran yang apabila dilanggar akan membahayakan masyarakat.
Pada masa ini sudah ada kepemimpinan dan pemujaan kepada sesuatu yang suci di luar diri manusia yang tidak mungkin disaingi serta berada diluar batas kemampuan manusia.
Kehidupan berkelompok/golongan
Kehidupan masyarakat mulai dibedakan berdasarkan golongan-golongan tertentu, seperti golongan pengatur upacara-upacara yang berhubungan dengan kepercayaan, petani, pedagang dan pembuat benda-benda dari logam (pandai logam).
Sistem kemasyarakatan terus mengalami perkembangan khususnya pada zaman perunggu, karena pada masa ini kehidupan masyarakat lebih kompleks dan terbagi menjadi kelompok-kelompok sesuai dengan bidang keahliannya.
Ada kelompok petani, kelompok pedagang, kelompok undagi (pengrajin atau tukang). Masing-masing kelompok memiliki aturan sendiri, dan adanya aturan yang umum yang menjamin keharmonisan hubungan masing-masing kelompok.
Aturan yang umum dibuat atas dasar kesepakatan bersama atau musyawarah dalam kehidupan yang demokratis. Dengan demikian sebenarnya sistem kemasyarakatan masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu telah dilandasi dengan musyawarah dan gotong royong.
Kehidupan Budaya
Pada masa perundagian, seni ukir mengalami perkembangan yang pesat. Ukiran di terapkan pada benda-benda nekara perunggu. Seni hias pada benda-benda perunggu menggunakan pola-pola geometris sebagai pola hias utama.
Hal ini terlihat dari temuan di Watuweti (Flores) yang menggambarkan kapak perunggu, perahu dan melukis unsur-unsur dalam kehidupan yang dianggap penting.
Pahatan-pahatan pada perunggu dan batu untuk menggambarkan orang atau binatang menghasilkan bentuk yang bergaya dinamis dan memperlihatkan gerak.
Terdapat pula kecenderungan untuk melukiskan hal-hal yang bersifat simbolis dan abstrak-realistis, seperti yang tampak pada gambar-gambar manusia yang diukir sebagai bulu burung bermata lingkaran pada nekara perunggu.
Baca juga Periodisasi Berdasarkan Arkeologis Pada Zaman Batu Besar (Megalitikum)
Teknologi pembuatan benda-benda logam (khusus perunggu) kemudian mengalami perkembangan yang sangat pesat, di samping membuat perkakas untuk keperluan sehari-hari, misalnya kapak, corong, dan sebagainya.
Mulai dikembangkan pula pembuatan benda-benda yang memiliki nilai estetika dan ekonomis, misalnya nekara, boneka perunggu, gelang, cincin, bandul kalung, dan sebagainya.
Benda-benda tersebut ternyata menjadi salah satu komoditi dalam hubungan perdagangan antara Indonesia dengan wilayah Asia Tenggara lainnya.