Selama ini, Kalimantan sering dikenal sebagai pulau dengan hutan tropis yang lebat dan sumber daya alam yang melimpah. Namun, di balik kekayaan alam tersebut, Kalimantan juga menghadapi ancaman bencana yang semakin nyata, terutama banjir bandang. Banyak yang menganggap Kalimantan aman dari bencana besar seperti gempa bumi atau tsunami, tetapi faktanya, banjir bandang kini menjadi ancaman serius bagi kehidupan masyarakat di wilayah ini. Bagaimana Kalimantan dan Ancaman Banjir Bandang: Potensi Bencana yang Terabaikan?
Dalam beberapa tahun terakhir, curah hujan ekstrem, pembukaan lahan besar-besaran, dan kerusakan hutan menyebabkan meningkatnya risiko banjir di banyak daerah di Kalimantan. Artikel Kalimantan dan Ancaman Banjir Bandang ini akan membahas penyebab, dampak, dan langkah-langkah penanggulangan banjir bandang di Kalimantan serta pentingnya kesadaran masyarakat terhadap potensi bencana ini.
Penyebab Utama Banjir Bandang di Kalimantan
1. Kerusakan Hutan dan Deforestasi
Kalimantan adalah rumah bagi salah satu hutan hujan tropis terbesar di dunia. Namun, aktivitas penebangan hutan untuk perkebunan kelapa sawit, tambang batu bara, dan pemukiman telah merusak kemampuan alam untuk menyerap air hujan. Ketika hutan ditebang, tanah kehilangan daya serapnya dan air hujan langsung mengalir ke sungai, menyebabkan debit air meningkat secara drastis.
Contoh nyata:
Banjir bandang besar di Kalimantan Selatan pada Januari 2021 menenggelamkan lebih dari 10 kabupaten/kota, termasuk Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Banjar. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan bahwa lebih dari 100.000 rumah terendam, dengan penyebab utama karena curah hujan ekstrem dan rusaknya daerah tangkapan air di pegunungan Meratus.
2. Perubahan Iklim
Perubahan iklim global juga memperburuk risiko banjir bandang. Pola cuaca yang tidak menentu menyebabkan musim hujan menjadi lebih intens dan tidak terprediksi. Curah hujan ekstrem dalam waktu singkat bisa menyebabkan sungai-sungai di Kalimantan meluap, terutama di daerah dataran rendah seperti Barito, Mahakam, dan Kapuas.
3. Pendangkalan Sungai dan Drainase Buruk
Aktivitas tambang dan sedimentasi alami menyebabkan pendangkalan sungai di banyak daerah. Akibatnya, aliran air menjadi lambat dan mudah meluap saat hujan lebat. Selain itu, sistem drainase di beberapa kota seperti Banjarmasin dan Samarinda belum memadai untuk menampung volume air hujan besar.
4. Alih Fungsi Lahan
Alih fungsi lahan menjadi kawasan perkotaan dan industri juga mempersempit daerah resapan air. Permukaan tanah yang tertutup aspal dan beton tidak mampu menyerap air, menyebabkan air hujan langsung mengalir ke saluran dan sungai, sehingga meningkatkan risiko banjir bandang.
Dampak Banjir Bandang di Kalimantan
1. Kerugian Ekonomi Besar
Banjir bandang menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur, rumah warga, dan lahan pertanian. Pada peristiwa banjir Kalimantan Selatan 2021, kerugian ekonomi mencapai lebih dari Rp1 triliun, dengan ribuan hektar sawah rusak dan jaringan transportasi lumpuh total.
2. Dampak Sosial dan Kesehatan
Ribuan warga terpaksa mengungsi ke tempat penampungan sementara. Kondisi ini menimbulkan berbagai masalah sosial dan kesehatan, seperti penyakit kulit, diare, dan infeksi saluran pernapasan akibat air kotor dan sanitasi buruk.
3. Kerusakan Ekologis
Air bah membawa lumpur, limbah, dan material tambang yang mencemari sungai dan lahan. Hal ini mengganggu ekosistem perairan serta menurunkan kualitas air dan kesuburan tanah.
Upaya Mitigasi dan Pencegahan Banjir Bandang
1. Reboisasi dan Konservasi Hutan
Langkah utama yang harus dilakukan adalah pemulihan hutan di daerah hulu sungai. Pemerintah bersama masyarakat perlu melaksanakan program reboisasi, khususnya di Pegunungan Meratus dan hulu Sungai Kapuas.
Contoh program nyata:
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah bekerja sama dengan LSM lingkungan melaksanakan Gerakan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk menanam kembali ribuan pohon di area bekas tambang.
2. Pengelolaan Tata Ruang yang Tepat
Pemerintah daerah harus menegakkan aturan tata ruang agar pembangunan tidak dilakukan di zona rawan banjir. Analisis risiko bencana perlu menjadi bagian dari perencanaan pembangunan kota dan kawasan industri.
3. Pembangunan Infrastruktur Hijau
Membangun taman resapan air, sumur biopori, dan embung dapat membantu menahan air hujan sebelum masuk ke sungai. Selain itu, memperluas kawasan hijau di perkotaan menjadi langkah jangka panjang yang efektif.
Baca juga: Digitalisasi UMKM di Pedesaan
4. Sistem Peringatan Dini dan Edukasi Masyarakat
Teknologi modern seperti sensor curah hujan otomatis (AWS) dan sistem peringatan banjir berbasis SMS dapat memberikan informasi dini kepada masyarakat. Edukasi tentang langkah evakuasi juga penting untuk mengurangi korban jiwa saat bencana terjadi.
Contoh nyata:
Kota Samarinda telah memasang sistem pemantauan tinggi muka air sungai secara real-time yang terhubung ke aplikasi BPBD. Warga bisa memantau kondisi banjir dan menerima peringatan dini melalui ponsel.
