Hubungan kepemimpinan dan manajemen. Seorang pemimpin kantor yang diangkat secara resmi memiliki wewenang formal. Tetapi, kalau cuma wewenang formal ini masih belum cukup.
Dia pun harus memiliki bakat kemampuan pribadi perorangan untuk mengendalikan bawahannya, sehingga bawahannya memiliki sifatsifat kepengikutan terhadap dia sebagai atasan (yaitu tunduk dan mau menurut kepadanya).
Pemimpin kantor yang memiliki kemampuan dimaksud akan mendapat pengakuan dari bawahannya sebagai pemimpin, sehingga bawahan itu dengan sepenuh hati mau menerima perintah, petunjuk, pengarahan dan sebagainya.
Secara formal sang anak buah merasa bawahan sekaligus dalam hati mereka merasa sebagai pengikut.
Bawahan yang tidak serasi dengan pimpinannya akan mengakibatkan kepemimpinan itu menjadi kurang efektif karena dalam hati para bawahan tidak ada perasaan sebagai pengikut.
Menurut akhlinya, ada beberapa hal yang bisa menyebabkan seseorang mau dan bersedia menjadi pengikut, yaitu hal-hal sebagai berikut. Antara lain adalah naluri sejak lahir; agama dan hati nurani; tradisi dan adapt; peraturan hokum; dan pikiran sehat.
Sejak lahir manusia sudah mau mengikuti orang tuanya. Kepercayaan agama menyebabkan orang menjadi mau mengikuti apa yang dipercayainya. Ada juga karena adat, orang menjadi mau mengikuti apa yang disebutkan di dalam adapt. Ada lagi karena hokum yang berlaku menyebabkan mau mengikuti.
Terakhir karena pikiran yang sehat menyebabkan orang bisa menentukan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang untung dan mana yang rugi. Dalam hal ini, orang akan mengikuti yang benar, baik dan menguntungkan.
A. Hubungan atasan dan bawahan
Di dalam kantor atau organisasi, hanya boleh ada atasan yang memberi perintah. Atasan atau pimpinan di sini adalah orang yang berkedudukan sebagai pimpinan langsung, dari seorang anggota yang akan menerima perintah atau instruksi dan kepada siapa bawahan itu harus bertanggungjawab.
Dalam keadaan yang mendesak, ada kemungkinan atasan dari seorang atasan langsung (misalnya kepala bagian dari kepala seksi) memberi perintah kepada seorang bawahan.
Dalam hal ini, bawahan itu menerima perintah itu sama dengan perintah dari atasan langsungnya. Akan tetapi, dalam kondisi ini, ada dua langkah tambahan yang perlu ditempuh oleh pihak atasan maupun bawahan.
Dua langkah itu adalah:
- Atasan yang memberi perintah (misalnya kepala bagian) harus segera memberitahukan kepada atasan langsung (misalnya kepala seksi) dari bawahan yang menerima perintah, bahwa dia telah memberi perintah kepada bawahannya bernama Ali. Lalu, atasan yang memberi perintah harus menjelaskan alas an mengapa ia memberi perintah secara langsung. Dalam hal ini, sama sekali tidak boleh ada faktor pribadi yang melatar belakangi pemberian perintah tersebut.
- Bawahan yang menerima perintah harus segera melaporkan kepada atasan langsungnya tentang perintah yang diterima dan tindakan atau langkah atau usaha yang dilakukannya berkenaan dengan perintah tersebut.
Baca juga Etika dan Kepribadian berkomunikasi lisan
Dengan dua langkah tambahan itu, maka sekalipun terjadi pemberian perintah yang bukan berasal dari atasan langsung, tidak akan terjadi kekacauan pada garis koordinasi di dalam kantor. Singkatnya atasan dari seseorang bawahan benar-benar harus satu, sama dengan dalam ketentaraan bahwa komandan pemberi perintah hanya boleh ada satu.
Leave a Reply