Demokrasi Terpimpin alat untuk mengatasi perpecahan politik Indonesia
Demokrasi Terpimpin alat untuk mengatasi perpecahan politik Indonesia, Demokrasi Terpimpin pertama–tama adalah sebagai suatu alat untuk mengatasi perpecahan yang muncul di dataran politik Indonesia dalam kurun waktu pertengahan tahun 1950-an.
Untuk menggantikan pertentangan di parlemen antara partai politik, suatu sistem yang lebih otoriter perlu diciptakan dimana peran utama dimainkan oleh Presiden Sukarno (Harold Crouch 1999;44).
Dalam rangka mengurangi peran kontrol partai politik yang menolak Demokrasi Terpimpin, Presiden Sukarno mengeluarkan Peraturan Presiden No. 7 tahun 1959 yang berisi ketentuan kewajiban partai–partai politik mencantumkan AD/ART (anggaran dasar/anggaran rumah tangga).
Dengan asas dan tujuan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, serta membubarkan partai– partai politik yang terlibat dalam pemberontakan–pemberontakan.
Aturan tersebut mengakibatkan Partai Masyumi dan Partai Sosialis dibubarkan karena dianggap mendukung pemberontakan PRRI/Permesta.
Pada awal pelaksanaan Demokrasi terpimpin, Indonesia cukup berperan aktif dalam menciptakan perdamaian dan hubungan Internasional.
Kebijakan Politik Luar Negeri
Hal ini tampak pada kebijakan-kebijakan presiden dalam politik luar negerinya, antara lain sebagai berikut:
- Ikut ambil bagian dalam upaya perdamaian di Kongo dengan mengirimkan Misi Garuda II yang bergabung dengan pasukan perdamaian PBB yang bernama United Nations Operation of Congo (UNOC).
- Pada tanggal 30 September 1960, presiden Soekarno berpidato dalam sidang umum PBB yang -menguraikan tentang Pancasila, perjuangan merebut Irian Barat, Kolonialisme, meredakan ketegangan dunia Timur dan Barat serta usaha memperbaiki orgianisasi PBB. Pidato presiden Soekarno ini berjudul To Build The World a New ( membangun dunia baru )
- Ikut memprakarsai berdirinya Gerakan Nonblok
- Berhasil menyelenggarakan pesta olah raga bangsa-bangsa Asia (Asian Games IV) di Jakarta 24 4 September 1962.
Akan tetapi hubungan Indonesia dengan negara-negara Barat semakin merenggang setelah Barat bersifat pasif dalam masalah pengembalian Irian Barat kepada Indonesia.
Sebaliknya hubungan dengan negara-negara sosialis komunis erat, karena Uni Soviet bersedia memberi kredit dalam pembelian peralatan militer. Politik luar negeri bebas-aktif diganti dengan politik luar Negeri poros Jakarta – Pnom Pghen-Peking.
Baca juga Pembentukan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
Presiden Soekarno mempertentangkan Nefo – Oldefo Indonesia dengan negara-negara Komunis termasuk dalam Blok Nefo (New Emerging Forces) terdiri dari negara-negara Eropa Barat, Inggris dar Amerika Serikat.
Sebagai bagian terhadap aksi menentang oldefo-Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap membahayakan eksistensi Indonesia dan negara-negara Blok Nefo.