Home » Pedagogi » Berkomunikasi secara Santun dengan Peserta didik
Berkomunikasi secara Santun dengan Peserta didik

Berkomunikasi secara Santun dengan Peserta didik

Berkomunikasi secara santun, berdasarkan Kamus Besar bahasa Indonesia (1990:781), santun memiliki makna halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya); sopan; sabar; dan tenang.

Kesantunan dalam konteks yang lebih luas, tidak merujuk kepada kesantunan berbahasa semata-mata tetapi juga merujuk kepada aspek nonverbal seperti tingkah laku, mimik muka, dan nada suara.

Berdasarkan pengertian di atas, komunikasi santun dapat diartikan sebagai komunikasi yang dilaksanakan dengan halus, baik dan sopan baik menyangkut budi bahasa maupun tingkah laku.

Ketika berkomunikasi dalam proses pembelajaran, guru harus memerhatikan kesantunan baik dalam bentuk sikap maupun bahasa yang digunakan. Bahasa yang digunakan menggunakan bahasa yang baik dan benar serta sesuai dengan norma-norma budaya yang berlaku.

Berkomunikasi secara santun, tatacara berbahasa sangat penting diperhatikan demi kelancaran komunikasi. Oleh karena itu, masalah tatacara berbahasa ini harus mendapatkan perhatian.

Tatacara Berbahasa

Dengan mengetahui tatacara berbahasa diharapkan orang lebih bisa memahami pesan yang disampaikan dalam komunikasi karena tatacara berbahasa bertujuan mengatur serangkaian hal berikut.

  1. Apa yang sebaiknya dikatakan pada waktu dan keadaan tertentu?
  2. Ragam bahasa apa yang sewajarnya dipakai dalam situasi tertentu?
  3. Kapan dan bagaimana giliran berbicara dan pembicaraan dapat diterapkan?
  4. Bagaimana mengatur kenyaringan suara ketika berbicara?
  5. Bagaimana sikap dan gerak-gerik ketika berbicara?
  6. Kapan harus diam dan mengakhiri pembicaraan?

Berikut adalah beberapa contoh komunikasi santun secara verbal dalam proses pembelajaran:

  1. “Pak, mohon izin keluar sebentar, saya mau ke belakang!” Tuturan di atas terasa lebih halus dan sopan daripada menggunakan tuturan: “Pak, mohon izin keluar sebentar, saya mau berak!”
  2. “Sebenarnya, kalian bisa mendapatkan nilai yang lebih bagus dari sekarang, asal kalian belajar lebih giat dan tekun. Jika tidak mengerti kalian bisa bertanya kepada teman atau guru”.

Tuturan di atas merupakan respons guru terhadap hasil belajar siswa yang belum mencapai hasil yang diharapkan. Sebenarnya guru dihadapkan pada keadaan bahwa siswanya menjengkelkan, bodoh, dan malas.

Namun, guru tetap harus dapat menggunakan bahasa yang santun kepada siswanya. Secara psikologis tuturan guru yang tidak santun akan berakibat fatal pada siswa.

Selain unsur verbal, unsur-unsur nonverbal seperti paralinguistik dan kinetik pun perlu diperhatikan dalam berkomunikasi secara santun.

Unsur paralinguistik berkenaan dengan ciri-ciri bunyi seperti suara berbisik, suara meninggi, suara rendah, suara sedang, suara keras, atau pengubahan intonasi yang menyertai unsur verbal dalam berbahasa.

Pahami Unsur-unsur berbicara santun

Penutur harus memahami kapan unsur-unsur ini diterapkan ketika berbicara dengan orang lain kalau ingin dikatakan santun. Misalnya, ketika di kelas siswa mau bertanya kepada guru, jangan berbisik atau dengan suara rendah. Tentu tidak akan didengar guru dan teman-temannya. Sebaiknya menggunakan suara yang sedang.

Juga jangan bersuara keras, karena hal tersebut menunjukkan ketidaksantunan dalam bertutur di kelas. dengan suara rendah. Tentu tidak akan didengar guru dan teman-temannya. Sebaiknya menggunakan suara yang sedang. Juga jangan bersuara keras, karena hal tersebut menunjukkan ketidaksantunan dalam bertutur di kelas.

Ekspresi dan gerakan

Gerak tangan, anggukan kepala, gelengan kepala, kedipan mata, dan ekspresi wajah seperti murung dan senyum merupakan contoh unsur kinestetik yang juga perlu diperhatikan ketika berkomunikasi. Apabila penggunaannya bersamaan dengan unsur verbal dalam berkomunikasi, fungsinya untuk memperjelas unsur verbal.

Misalnya, seorang siswa disuruh guru mengerjakan soal di depan kelas karena tidak menguasai, anak menjawab “Tidak, tidak bisa, Bu. Soalnya susah sekali” (verbal) sambil menggelengkan kepala dan melambaikan tangan (kinestik).

Seharusnya siswa dapat menolak permintaan guru dengan cara yang santun, dengan menjawab, “Maaf ibu saya belum memahami cara mengerjakan soal itu” (verbal).

Guru mendengar jawaban siswa juga harus bisa bijaksana, mungkin dengan cara membujuk dan memotivasi siswa dengan tuturan yang membuat siswa percaya diri dan berani mencoba mengerjakan walaupun tidak yakin jawabannya benar.

Guru sebaiknya bertutur, “Andi, silakan mencoba, Ibu percaya Andi bisa nanti akan ibu bantu”. Tuturan guru tersebut menjadikan hati siswa luluh dan mau mencoba mengerjakan soal yang ada di papan tulis.

Hal lain yang perlu diusahakan adalah menjaga suasana atau situasi komunikasi antara guru dan siswa.

Ketika proses pembelajaran berlangsung, tidaklah sopan guru menggunakan telepon genggam atau menerima telepon dari luar, apalagi dengan suara keras. Kalau terpaksa menggunakan atau menerima telepon, sebaiknya izin kepada siswa.

Baca juga Berkomunikasi secara Empatik dengan siswa dalam Kelas

Beberapa contoh sikap kurang santun siswa selama melaksanakan proses pembelajaran yang dapat menggangu suasana pembelajaran; (1) mendominasi pembicaraan ketika diskusi kelas, (2) berbincang-bincang dengan teman sebelah ketika guru sedang menjelaskan pelajaran, (3) melihat ke arah lain dengan gaya melecehkan guru yang baru menyampaikan materi di kelas, (4) tertawa kecil atau sinis.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to Top