Interaksi sosial adalah fondasi utama dalam pembentukan dinamika kehidupan masyarakat. Setiap individu atau kelompok saling berhubungan, memengaruhi, dan menciptakan pola perilaku tertentu yang beragam. Secara umum, interaksi sosial terbagi menjadi dua bentuk besar, yaitu interaksi sosial asosiatif (yang bersifat membangun dan mempererat hubungan) dan interaksi sosial disosiatif, yaitu bentuk interaksi yang mengarah pada perpecahan, perbedaan pendapat tajam, serta perselisihan.
Dalam dunia nyata, interaksi sosial disosiatif bukanlah sesuatu yang bisa dihindari. Bahkan, ia merupakan bagian alami dari kehidupan sosial manusia. Tiga bentuk utama interaksi disosiatif adalah persaingan (competition), kontravensi (contravention), dan konflik (conflict). Masing-masing memiliki ciri-ciri, penyebab, dan dampak berbeda, dan semuanya dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Artikel ini membahas secara lengkap pengertian serta contoh nyata dari ketiga bentuk interaksi sosial disosiatif tersebut dalam konteks keluarga, sekolah, masyarakat, dan ruang digital modern.
Apa Itu Interaksi Sosial Disosiatif?
Interaksi sosial disosiatif adalah bentuk hubungan sosial yang mengarah pada ketegangan, perbedaan, dan pertentangan. Interaksi ini muncul ketika terdapat perbedaan kepentingan, tujuan, nilai, atau pandangan antara dua pihak atau lebih. Sosiolog Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa interaksi disosiatif merupakan bagian dari proses sosial yang bersifat merenggangkan solidaritas sosial.
Namun, interaksi ini bukan berarti selalu buruk. Dalam taraf tertentu, interaksi disosiatif dapat memacu kreativitas, inovasi, serta penyempurnaan kebijakan atau perbaikan perilaku sosial.
1. Persaingan (Competition)
Persaingan adalah bentuk interaksi disosiatif yang paling ringan dan paling umum terjadi. Dalam persaingan, dua pihak atau lebih berusaha mencapai tujuan yang sama, namun tanpa saling menjatuhkan secara fisik. Persaingan dapat bersifat ekonomi, sosial, politik, ataupun akademik.
Ciri-Ciri Persaingan
- Adanya tujuan yang sama.
- Tidak melibatkan kekerasan langsung.
- Dilakukan secara sportif dan terbuka.
- Sering menjadi pendorong inovasi dan peningkatan kualitas.
Contoh Nyata Persaingan
a. Persaingan di Sekolah
Siswa berlomba menjadi juara kelas atau mendapatkan nilai terbaik dalam ujian. Meski ada ketegangan, persaingan ini mendorong mereka belajar lebih giat.
b. Persaingan Bisnis
Dua toko makanan di lokasi yang sama saling bersaing menawarkan menu terbaik. Mereka berlomba membuat inovasi, memberikan diskon, dan meningkatkan pelayanan.
c. Persaingan di Dunia Kerja
Pelamar kerja bersaing mendapatkan posisi tertentu dengan menunjukkan kemampuan terbaik mereka.
d. Persaingan Politik
Calon anggota legislatif bersaing memperebutkan dukungan masyarakat melalui kampanye yang sehat.
2. Kontravensi (Contravention)
Kontravensi adalah bentuk interaksi sosial disosiatif yang berada di antara persaingan dan konflik. Bentuk ini ditandai dengan sikap tidak suka, penolakan, kekecewaan, atau protes yang tidak langsung. Kontravensi tidak memunculkan pertentangan fisik, namun menunjukkan adanya perasaan negatif dari satu pihak terhadap pihak lain.
Ciri-Ciri Kontravensi
- Adanya perasaan tidak suka atau penolakan.
- Tidak melibatkan perlawanan terbuka.
- Sikap ditunjukkan secara terselubung.
- Berpotensi berkembang menjadi konflik jika tidak diselesaikan.
Contoh Nyata Kontravensi
a. Sindiran di Media Sosial
Dua kelompok fandom saling menyindir melalui postingan tanpa menyebut pihak lawan secara langsung.
b. Ketidaksepahaman Saat Rapat
Anggota rapat yang diam tetapi menunjukkan ketidaksenangan melalui bahasa tubuh, misalnya menggerutu atau memutar mata.
c. Penolakan Terselubung di Lingkungan Keluarga
Misalnya, salah satu anggota keluarga tidak setuju dengan keputusan keluarga namun memilih tidak mengutarakannya secara terbuka.
d. Demonstrasi Damai
Kelompok masyarakat menggelar aksi damai menolak kebijakan pemerintah, tetapi tidak melakukan tindakan provokatif.
