Home ยป Sejarah ยป Perdagangan di Nusantara pada Masa Hindu-Buddha: Hubungan dengan India dan Tiongkok
Posted in

Perdagangan di Nusantara pada Masa Hindu-Buddha: Hubungan dengan India dan Tiongkok

Perdagangan di Nusantara pada Masa Hindu-Buddha: Hubungan dengan India dan Tiongkok (ft.istimewa)
Perdagangan di Nusantara pada Masa Hindu-Buddha: Hubungan dengan India dan Tiongkok (ft.istimewa)

Perdagangan merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan peradaban di Nusantara. Perdagangan di Nusantara pada Masa Hindu-Buddha, sekitar abad ke-1 hingga ke-15 Masehi. Nusantara sudah dikenal sebagai wilayah strategis dalam jalur perdagangan internasional. Hubungan dagang dengan India dan Tiongkok sangat memengaruhi aspek ekonomi, budaya, hingga sistem pemerintahan di wilayah ini.

Artikel ini akan membahas secara lengkap tentang perdagangan di Nusantara pada masa Hindu-Buddha, termasuk jalur perdagangan, komoditas unggulan, dan pengaruh hubungan dagang dengan India dan Tiongkok terhadap perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia.


Jalur Perdagangan Nusantara Masa Hindu-Buddha

Jalur Laut Internasional

Nusantara terletak di titik silang antara jalur perdagangan India dan Tiongkok. Pedagang India yang berlayar dari Teluk Benggala menuju Tiongkok akan melewati Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa. Sebaliknya, pedagang Tiongkok yang menuju India atau Timur Tengah juga melintasi jalur yang sama.

Beberapa pelabuhan penting di Nusantara yang berkembang menjadi pusat perdagangan antara abad ke-5 hingga ke-14 M adalah:

  • Sriwijaya (Sumatra): Menguasai jalur Selat Malaka dan dikenal sebagai pusat perdagangan internasional.
  • Tarumanagara (Jawa Barat): Memiliki pelabuhan di pesisir utara Jawa.
  • Kalingga dan Mataram Kuno (Jawa Tengah): Terhubung ke dunia luar melalui pelabuhan di pesisir utara.
Peran Perantara Nusantara

Kerajaan-kerajaan di Nusantara tidak hanya menjadi tempat singgah, tetapi juga berperan sebagai perantara dagang. Mereka menampung barang dari India dan Tiongkok, lalu menukarnya dengan komoditas lokal. Hal ini memperkuat posisi ekonomi dan politik mereka.


Komoditas Dagang pada Masa Hindu-Buddha

Komoditas Lokal Nusantara

Nusantara memiliki kekayaan alam yang tinggi, sehingga banyak produk lokal yang menjadi komoditas dagang:

  • Rempah-rempah seperti lada, kapulaga, dan pala.
  • Kayu gaharu, cendana, dan kemenyan, digunakan untuk ritual keagamaan di India dan Tiongkok.
  • Emas dan perak, terutama dari Sumatra dan Kalimantan.
  • Beras, garam, dan hasil pertanian dari Pulau Jawa.
  • Rotan dan hasil hutan dari Kalimantan dan Sulawesi.
Barang dari India dan Tiongkok

Dari India dan Tiongkok, para pedagang membawa berbagai barang mewah dan produk budaya:

  • Dari India: kain sutra, kapas, perhiasan emas dan perak, ukiran logam, serta kitab suci Hindu-Buddha.
  • Dari Tiongkok: keramik, porselen, sutra, teh, dan logam mulia.

Pertukaran barang ini tidak hanya memengaruhi ekonomi lokal, tetapi juga membawa nilai-nilai budaya dan teknologi dari kedua wilayah tersebut.


Hubungan Dagang dengan India

Pengaruh India terhadap Nusantara

India memiliki pengaruh besar terhadap Nusantara, tidak hanya dalam perdagangan, tetapi juga dalam bidang budaya, agama, dan pemerintahan. Melalui hubungan dagang:

  • Agama Hindu dan Buddha masuk ke Nusantara, dibawa oleh pendeta dan pedagang India.
  • Bahasa Sansekerta dan aksara Pallawa mulai digunakan di prasasti-prasasti kerajaan seperti Tarumanagara dan Kutai.
  • Sistem kasta dan struktur kerajaan diadopsi oleh para raja di Nusantara.

Pengaruh ini menghasilkan proses “Indianisasi”, yaitu pengadopsian unsur budaya India dalam kehidupan masyarakat Nusantara.

Kerajaan-Kerajaan yang Menjalin Hubungan dengan India
  • Kerajaan Kutai (Kalimantan Timur): Merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia, menunjukkan hubungan awal dengan India.
  • Kerajaan Tarumanagara: Menjalin kontak budaya dan politik dengan India, terlihat dari peninggalan prasasti berbahasa Sansekerta.
  • Kerajaan Sriwijaya: Meskipun beraliran Buddha Mahayana, Sriwijaya juga menjalin hubungan dagang erat dengan India Selatan.

Banyak pendeta India yang singgah dan menetap di Nusantara, seperti Dharmapala dan Sakyakirti, yang membantu menyebarkan ajaran Buddha.

Baca juga: Kesultanan Aceh: Kekuatan Maritim Islam yang Menentang Portugis dan Belanda


Hubungan Dagang dengan Tiongkok

Pengaruh Tiongkok terhadap Perdagangan Nusantara

Hubungan dagang dengan Tiongkok juga sangat penting bagi kerajaan-kerajaan di Nusantara. Tiongkok merupakan pasar besar bagi rempah-rempah dan hasil hutan Nusantara. Sebaliknya, barang-barang dari Tiongkok sangat diminati oleh masyarakat lokal.

Bukti hubungan ini dapat dilihat dari:

  • Penemuan keramik dan porselen Tiongkok di berbagai situs arkeologi di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan.
  • Catatan Dinasti Tang dan Song yang menyebutkan kunjungan utusan dari kerajaan Sriwijaya, Bali, dan Majapahit ke istana kekaisaran Tiongkok.
Diplomasi dan Perdagangan

Hubungan antara Tiongkok dan kerajaan-kerajaan Nusantara tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga diplomatik. Contohnya:

  • Sriwijaya mengirim utusan ke Dinasti Tang pada abad ke-7 hingga ke-10.
  • Majapahit menjalin hubungan dagang dan diplomatik dengan Dinasti Yuan dan Ming.

Tiongkok menganggap kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara sebagai bagian dari sistem tributary trade, yaitu perdagangan berbasis penghormatan dan pengakuan terhadap kekuasaan kaisar.


Peran Kerajaan Sriwijaya sebagai Pusat Perdagangan

Sriwijaya, yang berdiri pada abad ke-7 hingga ke-13, memainkan peran penting dalam jalur perdagangan Asia. Letaknya yang strategis di Selat Malaka menjadikannya pusat persinggahan kapal dagang dari India dan Tiongkok.

Keberhasilan Sriwijaya dalam perdagangan didukung oleh:

  • Pelabuhan yang ramai dan aman untuk para pedagang asing.
  • Kebijakan kerajaan yang terbuka terhadap pendatang dan pendeta asing.
  • Kekuatan militer laut yang menjaga keamanan jalur dagang.

Selain perdagangan, Sriwijaya juga menjadi pusat studi agama Buddha bagi para pelajar dari Asia, termasuk dari Tiongkok seperti pendeta I-Tsing.


Pengaruh Perdagangan terhadap Budaya dan Masyarakat

Perdagangan pada masa Hindu-Buddha membawa berbagai pengaruh pada kehidupan masyarakat Nusantara:

Agama dan Kepercayaan

Melalui perdagangan, masuklah agama Hindu dan Buddha. Candi-candi megah seperti Borobudur dan Prambanan menjadi bukti pengaruh budaya luar dalam seni arsitektur dan kepercayaan lokal.

Bahasa dan Aksara

Bahasa Sansekerta dan aksara Pallawa mulai digunakan, terutama dalam prasasti dan kitab suci. Hal ini menunjukkan kuatnya pengaruh India dalam sistem literasi.

Perkembangan Kota Pelabuhan

Banyak kota pelabuhan tumbuh sebagai pusat perdagangan dan budaya. Kota-kota ini menjadi tempat tinggal para pedagang, seniman, pendeta, dan penduduk lokal, yang berinteraksi secara intensif dan menciptakan masyarakat yang multikultural.


Kesimpulan

Perdagangan di Nusantara pada masa Hindu-Buddha bukan hanya aktivitas ekonomi, tetapi juga jalur masuknya pengaruh budaya, agama, dan teknologi dari India dan Tiongkok. Kerajaan-kerajaan seperti Sriwijaya, Tarumanagara, dan Kutai memanfaatkan posisi geografis mereka untuk menjalin hubungan dagang dan diplomatik dengan dua peradaban besar tersebut.

Dampaknya terasa dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Nusantara: mulai dari sistem pemerintahan, bahasa, hingga agama. Jejak sejarah ini memperlihatkan bahwa Nusantara sejak dahulu telah menjadi bagian penting dari jaringan perdagangan dan peradaban global.


FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)

1. Apa saja komoditas utama Nusantara pada masa Hindu-Buddha?

Komoditas utama termasuk rempah-rempah, kayu gaharu, kemenyan, emas, dan hasil pertanian seperti beras.

2. Apa pengaruh perdagangan India terhadap Nusantara?

India memengaruhi Nusantara dalam bidang agama (Hindu-Buddha), bahasa (Sansekerta), dan sistem pemerintahan (monarki dan kasta).

3. Bagaimana hubungan dagang dengan Tiongkok dilakukan?

Melalui pelayaran dan diplomasi, terutama dengan mengirim utusan ke istana kekaisaran. Tiongkok juga mengimpor rempah-rempah dan hasil hutan dari Nusantara.

4. Mengapa Sriwijaya disebut pusat perdagangan?

Karena lokasinya yang strategis, pelabuhannya ramai, dan kebijakan kerajaan yang mendukung perdagangan internasional.

5. Apa bukti adanya hubungan dagang dengan India dan Tiongkok?

Bukti arkeologis berupa prasasti berbahasa Sansekerta, keramik Tiongkok, serta catatan sejarah dari Dinasti Tang dan catatan I-Tsing.


Referensi

  • Coedes, George. The Indianized States of Southeast Asia. University of Hawaii Press, 1968.
  • Miksic, John N. Old Javanese Gold: The Hunter Thompson Collection at the Yale University Art Gallery. Yale University Press, 1990.
  • Slamet Muljana. Sriwijaya. Yogyakarta: LKiS, 2006.
  • Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas X.
  • Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200โ€“2008. Jakarta: Serambi, 2008.
  • I-Tsing. A Record of the Buddhist Religion as Practised in India and the Malay Archipelago (A.D. 671โ€“695).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.