Kerajaan Gowa-Tallo merupakan salah satu kerajaan terbesar dan paling berpengaruh di wilayah timur Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan. Kerajaan ini memainkan peran penting dalam penyebaran Islam, perdagangan maritim, dan perlawanan terhadap kolonialisme Belanda. Dengan gabungan dua kekuatan, yaitu Kerajaan Gowa dan Tallo, kerajaan ini tumbuh menjadi pusat kebudayaan dan kekuasaan yang diperhitungkan sejak abad ke-16.
Dalam artikel ini, kita akan mengupas secara mendalam sejarah Kerajaan Gowa-Tallo, peran pentingnya dalam Islamisasi Sulawesi, struktur pemerintahannya, tokoh-tokoh berpengaruh, hingga peninggalan sejarah yang masih bisa dilihat hingga kini.
Asal Usul dan Pembentukan Kerajaan Gowa-Tallo
Kerajaan Gowa
Kerajaan Gowa awalnya merupakan kerajaan suku Makassar yang berkembang di wilayah pesisir barat daya Sulawesi Selatan. Sejarah lisan dan catatan Lontara menyebutkan bahwa Kerajaan Gowa berdiri sekitar abad ke-14, dengan pusat pemerintahan di sekitar wilayah yang kini menjadi Kota Makassar.
Kerajaan Tallo
Sementara itu, Kerajaan Tallo berdiri tidak jauh dari wilayah Gowa. Keduanya memiliki kedekatan geografis dan budaya, namun sempat bersaing dalam memperluas kekuasaan. Akhirnya, kedua kerajaan ini memutuskan untuk bergabung pada awal abad ke-16 melalui perjanjian politik dan pernikahan bangsawan, membentuk kekuatan baru yang dikenal sebagai Kerajaan Gowa-Tallo.
Penyebaran Islam di Gowa-Tallo
Masuknya Islam
Islam mulai masuk ke wilayah Sulawesi Selatan melalui jalur perdagangan internasional pada akhir abad ke-15. Pedagang-pedagang dari Gujarat, Arab, dan Malaka membawa ajaran Islam ke pelabuhan-pelabuhan di Makassar. Awalnya, Islam diterima secara individual oleh beberapa bangsawan dan masyarakat pesisir.
Raja Pertama yang Masuk Islam
Raja Gowa ke-14, I Malingkaang Daeng Nyonri, memeluk Islam pada tahun 1605 dan mengambil nama Islam Sultan Alauddin. Keputusan Sultan Alauddin untuk masuk Islam menjadi titik balik penting dalam sejarah kerajaan dan penyebaran agama Islam di kawasan tersebut.
Islam sebagai Agama Kerajaan
Setelah resmi memeluk Islam, Kerajaan Gowa-Tallo menetapkan Islam sebagai agama resmi kerajaan. Para ulama dari luar, termasuk dari Aceh dan Kalimantan, didatangkan untuk mengajarkan Islam kepada rakyat. Proses Islamisasi ini dilakukan secara damai dan berlangsung cepat, menjadikan Gowa-Tallo sebagai pusat dakwah di wilayah timur Indonesia.
Kejayaan Kerajaan Gowa-Tallo
Perkembangan Ekonomi dan Perdagangan
Kerajaan Gowa-Tallo berkembang menjadi salah satu kerajaan maritim terkuat di Asia Tenggara. Pelabuhan Makassar menjadi pusat perdagangan internasional yang ramai. Barang-barang seperti rempah-rempah, emas, kapas, dan perak diperdagangkan ke berbagai wilayah, termasuk Jawa, Malaka, hingga Eropa.
Sistem Pemerintahan dan Militer
Kerajaan Gowa-Tallo memiliki sistem pemerintahan yang tersentralisasi dan birokrasi yang tertata rapi. Raja berkuasa sebagai pemimpin tertinggi dengan dukungan para bangsawan dan penasihat. Militer kerajaan juga sangat kuat, dengan pasukan laut (armada perahu pinisi) yang mampu menguasai wilayah laut dari Kalimantan hingga Papua.
Sultan Hasanuddin: Simbol Perlawanan
Salah satu tokoh paling terkenal dari Kerajaan Gowa-Tallo adalah Sultan Hasanuddin, yang memerintah antara tahun 1653 hingga 1669. Ia dikenal karena keberaniannya melawan penjajahan VOC Belanda yang berusaha menguasai perdagangan di Makassar.
Julukan “Ayam Jantan dari Timur”
Sultan Hasanuddin mendapatkan julukan “Ayam Jantan dari Timur” karena kegigihannya dalam mempertahankan kedaulatan Gowa dari serangan VOC. Ia tidak mudah tunduk terhadap tekanan politik dan militer Belanda, dan berulang kali menolak perjanjian yang merugikan rakyatnya.
Perang Makassar
Puncak perlawanan terjadi dalam Perang Makassar (1666–1669) yang melibatkan pasukan VOC di bawah pimpinan Cornelis Speelman dan pasukan Gowa-Tallo. Meski akhirnya Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani Perjanjian Bungaya, perlawanan heroik yang dipimpinnya tetap dikenang sebagai simbol semangat anti-kolonialisme di Nusantara.
Baca juga: Warisan 350 Tahun Penjajahan Belanda di Indonesia: Pengaruh dalam Budaya dan Hukum
Penurunan dan Akhir Kekuasaan Gowa-Tallo
Setelah kekalahan dalam Perang Makassar dan penandatanganan Perjanjian Bungaya, kekuasaan Kerajaan ini mulai melemah. VOC perlahan-lahan mengambil alih kendali perdagangan dan wilayah kekuasaan kerajaan.
Namun demikian, identitas dan warisan budaya Gowa-Tallo tidak sepenuhnya hilang. Tradisi, bahasa, dan nilai-nilai Islam yang ditanamkan oleh kerajaan masih hidup dan menjadi bagian penting dari masyarakat Makassar hingga saat ini.
Peninggalan Sejarah dan Budaya
Kerajaan Gowa-Tallo meninggalkan banyak peninggalan sejarah yang hingga kini masih dapat dijumpai, antara lain:
1. Benteng Somba Opu
Benteng ini merupakan pusat pertahanan dan pemerintahan Kerajaan Gowa. Terletak di tepi Sungai Jeneberang, benteng ini kini menjadi situs sejarah dan objek wisata edukatif di Makassar.
2. Masjid Katangka
Merupakan masjid tertua di Sulawesi Selatan yang dibangun pada masa Sultan Alauddin. Masjid ini masih berdiri kokoh dan menjadi bukti perkembangan Islam di masa kerajaan.
3. Naskah Lontara
Catatan sejarah dan hukum kerajaan yang ditulis dalam aksara Lontara menjadi sumber penting bagi peneliti sejarah dan budaya Bugis-Makassar.
4. Upacara Adat dan Seni Budaya
Tradisi seperti “Ma’giri”, tarian perang, dan upacara adat kerajaan masih dilestarikan oleh masyarakat Gowa dan Makassar.
Warisan dan Pengaruh Gowa-Tallo dalam Sejarah Indonesia
Kerajaan ini bukan hanya penting dalam konteks sejarah lokal Sulawesi, tetapi juga dalam sejarah nasional Indonesia. Perannya dalam menyebarkan Islam, menjaga perdagangan maritim bebas dari monopoli kolonial, dan melawan VOC menjadi inspirasi bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia di kemudian hari.
Kesimpulan
Kerajaan Gowa-Tallo adalah simbol kekuatan, kemajuan, dan keislaman di wilayah timur Nusantara. Dengan sejarah panjang yang dipenuhi dengan perjuangan, kejayaan maritim, dan warisan budaya yang kaya, kerajaan ini tetap menjadi kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan.
Memahami sejarah Gowa-Tallo bukan hanya penting bagi pelajar dan akademisi, tetapi juga bagi siapa saja yang ingin mengenal lebih dalam akar-akar kebudayaan Indonesia yang plural dan berdaulat.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Apa yang dimaksud dengan Kerajaan Gowa-Tallo?
Kerajaan Gowa-Tallo adalah gabungan dua kerajaan, yaitu Kerajaan Gowa dan Tallo, yang bergabung pada abad ke-16 dan menjadi kekuatan besar di Sulawesi Selatan, terutama dalam bidang Islam dan perdagangan.
2. Siapa raja pertama Kerajaan Gowa yang masuk Islam?
Raja Gowa ke-14, I Malingkaang Daeng Nyonri, adalah raja pertama yang masuk Islam dan bergelar Sultan Alauddin.
3. Mengapa Sultan Hasanuddin disebut “Ayam Jantan dari Timur”?
Karena keberanian dan semangat juangnya melawan VOC Belanda dalam mempertahankan kedaulatan Kerajaan Gowa-Tallo.
4. Apa isi Perjanjian Bungaya?
Perjanjian Bungaya adalah kesepakatan antara VOC dan Sultan Hasanuddin yang berisi syarat-syarat yang merugikan Gowa, termasuk penyerahan pelabuhan kepada VOC.
5. Apa saja peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo yang masih bisa dilihat saat ini?
Beberapa peninggalannya adalah Benteng Somba Opu, Masjid Katangka, naskah Lontara, serta berbagai upacara adat dan seni budaya Makassar.
Referensi
- Pelras, Christian. The Bugis. Blackwell Publishing, 1996.
- Abdurrahman, Dudung. Sejarah Indonesia Masa Islam. Erlangga, 2012.
- https://kebudayaan.kemdikbud.go.id
- https://sulselprov.go.id
- https://www.perpusnas.go.id
- Ensiklopedia Nasional Indonesia
