Kesultanan Demak dikenal sebagai kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam serta perdagangan maritim di Nusantara. Namun, meskipun berhasil mencapai masa keemasan di bawah Sultan Trenggana, Kesultanan Demak mengalami kemunduran yang cukup cepat. Salah satu faktor utama yang menyebabkan kemunduran tersebut adalah konflik internal, khususnya perebutan takhta di Kesultanan Demak antara para bangsawan dan keluarga kerajaan.
Perebutan takhta di Kesultanan Demak ini tidak hanya melemahkan struktur pemerintahan, tetapi juga menghancurkan stabilitas politik dan militer Demak. Akibatnya, pengaruh Kesultanan Demak sebagai pusat kekuasaan Islam mulai menurun dan perlahan digantikan oleh kekuatan baru di pedalaman Jawa, yaitu Kesultanan Pajang dan kemudian Mataram.
Latar Belakang Kesultanan Demak
Kesultanan Demak berdiri sekitar akhir abad ke-15, dipimpin oleh Raden Patah sebagai sultan pertama. Raden Patah diyakini sebagai keturunan raja Majapahit dan seorang Muslim yang kuat, menjadikan Demak sebagai simbol peralihan kekuasaan dari Hindu-Buddha ke Islam di Jawa.
Setelah wafatnya Raden Patah, tahta Demak diwariskan kepada anaknya, Pati Unus (Sultan Yunus), yang terkenal karena usahanya menyerang Portugis di Malaka. Setelah kematian Pati Unus, kekuasaan jatuh kepada Sultan Trenggana, yang membawa Demak ke puncak kejayaan dengan memperluas wilayah kekuasaan hingga ke Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah.
Namun, setelah wafatnya Sultan Trenggana pada tahun 1546 dalam ekspedisi militer ke Blambangan (Banyuwangi), muncul perebutan kekuasaan di antara para bangsawan, yang menandai awal kehancuran Kesultanan Demak.
Awal Mula Konflik: Perebutan Takhta Setelah Trenggana
Perebutan takhta di Kesultanan Demak sepeninggal Sultan Trenggana, terjadi persaingan antara dua pihak utama dalam keluarga kerajaan:
- Pangeran Sekar Seda Lepen: Anak dari Sultan Trenggana yang memiliki hak langsung atas takhta.
- Arya Penangsang: Putra dari Pangeran Sekar Seda Lepen, cucu Sultan Trenggana, yang merasa memiliki hak menggantikan ayahnya yang terbunuh dalam perebutan kekuasaan.
Dalam konflik ini, Arya Penangsang menjadi tokoh sentral. Ia dikenal sebagai bangsawan yang cerdas, kuat, namun juga kejam. Ia merasa berhak atas tahta Demak dan tidak menerima pihak lain merebut kekuasaan dari garis keturunan ayahnya.
Di sisi lain, kubu yang dipimpin oleh Jaka Tingkir (menantu Sultan Trenggana) mulai menggalang kekuatan di Pajang, dekat Surakarta. Jaka Tingkir (kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya) berhasil menarik simpati banyak bangsawan dan bekas pengikut Demak untuk membangun kekuatan politiknya sendiri.
Puncak Konflik: Perang Saudara dan Kematian Arya Penangsang
Konflik antara kubu Arya Penangsang dan Jaka Tingkir mencapai puncaknya saat Arya Penangsang memaksa pengakuan sebagai Sultan Demak dan menantang pihak Pajang secara terbuka. Ia melakukan serangan-serangan terhadap lawan-lawan politiknya dan bahkan dikenal karena kebrutalannya.
Untuk melawan ancaman Arya Penangsang, Jaka Tingkir meminta bantuan para panglima dari wilayah sekitar, termasuk Adipati Jepara dan Adipati Kudus. Dalam peperangan yang menentukan, tokoh penting yaitu Adipati Pajang (Sutawijaya) membunuh Arya Penangsang dengan strategi militer yang matang.
Kematian Arya Penangsang menandai berakhirnya kekuasaan Kesultanan Demak secara de facto. Walaupun secara simbolis Kesultanan Demak masih ada, namun pusat kekuasaan telah berpindah ke Pajang, yang kemudian menjadi kerajaan baru di bawah kepemimpinan Sultan Hadiwijaya.
Dampak Konflik Takhta terhadap Kesultanan Demak
Perebutan takhta dan perang saudara memberikan dampak besar terhadap stabilitas dan kelangsungan Kesultanan Demak:
1. Keruntuhan Struktur Pemerintahan
Konflik internal membuat sistem birokrasi dan pemerintahan tidak berjalan efektif. Para pejabat sibuk memilih pihak, dan loyalitas terhadap istana menurun.
2. Lemahnya Militer
Sebelumnya, Demak memiliki kekuatan militer yang besar, termasuk angkatan laut yang tangguh. Namun, perang saudara dan pembunuhan tokoh-tokoh penting melemahkan struktur militer kerajaan.
3. Terpecahnya Dukungan Ulama dan Rakyat
Ulama dan tokoh agama yang sebelumnya mendukung Kesultanan Demak menjadi terpecah. Beberapa mendukung Arya Penangsang karena faktor garis keturunan, sementara lainnya beralih ke kubu Jaka Tingkir yang menjanjikan stabilitas dan keamanan.
4. Munculnya Kekuatan Baru: Pajang dan Mataram
Setelah konflik, Kesultanan Demak kehilangan pengaruhnya, sementara Pajang berkembang menjadi pusat kekuasaan baru. Dari Pajang inilah nanti muncul Mataram Islam yang lebih besar dan lebih kuat.
Analisis Sejarah: Faktor-Faktor Penyebab Kemunduran Demak
Beberapa faktor utama yang menyebabkan kemunduran Demak, terutama dari segi politik dan internal, antara lain:
- Tidak adanya sistem suksesi yang jelas, sehingga menimbulkan persaingan antar keturunan raja.
- Dominasi militer dan aristokrasi lokal yang lebih loyal kepada tokoh, bukan kepada institusi negara.
- Kurangnya konsolidasi wilayah kekuasaan, sehingga banyak daerah hanya tunduk secara simbolis dan mudah melepaskan diri saat pusat lemah.
Faktor-faktor ini menjadi pelajaran penting dalam memahami dinamika kekuasaan kerajaan-kerajaan Islam awal di Jawa.
Baca juga: Sejarah Penjajahan Belanda di Indonesia: Dari VOC hingga Hindia Belanda
Kesimpulan
Kesultanan Demak merupakan pionir dalam menyebarkan Islam dan mengembangkan ekonomi maritim di Jawa. Namun, konflik internal terutama perebutan takhta setelah wafatnya Sultan Trenggana menyebabkan kemunduran yang tidak dapat dibendung. Perebutan kekuasaan antara Arya Penangsang dan Jaka Tingkir bukan hanya memecah keluarga kerajaan, tetapi juga menghancurkan tatanan politik dan sosial Kesultanan Demak.
Setelah berakhirnya kekuasaan Demak, tongkat estafet kepemimpinan Islam di Jawa berpindah ke Kesultanan Pajang, dan kemudian ke Mataram. Meskipun masa kejayaan Demak singkat, pengaruhnya tetap besar dalam sejarah Islam dan politik di Nusantara.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Siapa yang menjadi penyebab utama konflik perebutan takhta di Demak?
Tokoh utama dalam konflik perebutan takhta adalah Arya Penangsang, yang menuntut hak atas tahta setelah kematian ayahnya, Pangeran Sekar Seda Lepen.
2. Apa peran Jaka Tingkir dalam kemunduran Kesultanan Demak?
Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) menjadi lawan politik Arya Penangsang dan mendirikan Kesultanan Pajang setelah berhasil mengalahkan Arya Penangsang, sehingga secara tidak langsung menggantikan posisi Demak.
3. Apakah Kesultanan Demak runtuh karena perang dengan kerajaan lain?
Tidak secara langsung. Kesultanan Demak runtuh lebih karena konflik internal perebutan takhta daripada serangan dari luar.
4. Apa dampak konflik perebutan kekuasaan terhadap rakyat Demak?
Rakyat mengalami ketidakstabilan, kehilangan perlindungan, serta dampak ekonomi akibat ketidakpastian pemerintahan.
5. Siapa yang membunuh Arya Penangsang?
Arya Penangsang dibunuh oleh Sutawijaya (kelak menjadi pendiri Mataram) dalam pertempuran atas perintah Jaka Tingkir.
Referensi:
- Ricklefs, M. C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: Serambi.
- Slamet Muljana. (2005). Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara. Yogyakarta: LKiS.
- Darsa, Undang A. (2004). Naskah dan Dokumen Islam Nusantara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
- https://historia.id/
- https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/
- https://indonesia.go.id/
sejarah, pelajaran ips, indonesia, pendidikan, kesultanan demak, wali songo, kerajaan hindu budha, Majapahit, nusantara, kerajaan islam, jawa,